Salah satu suku paling terisolasi di dunia telah membuka kontak dari rumah mereka di pedalaman hutan hujan Brasil. Keberadaan unik mereka kini terancam aktivitas ilegal dan serbuan peradaban.
Tak jauh dengan perbatasan dengan Peru, sebuah suku asli Amazon melakukan kontak dengan para pekerja Yayasan Indian Brasil Nasional (Funai). Untungnya seorang pekerja menguasai bahasa terkait suku itu, dan dapat berkomunikasi dengan suku. Pertemuan tak terduga itu sempat terekam dan videonya sudah diunggah ke internet.
Kejadian semacam ini tak lazim karena anggota suku biasanya menghindari kontak dengan dunia luar. Anggota suku cenderung galak terhadap orang non-suku asli.
Ketakutan mereka berpangkal pada sejumlah pengalaman negatif dengan pembalak liar atau produsen narkoba yang membunuhi anggota suku. Peradaban sendiri membawa ancaman lain, penyakit seperti flu atau campak dapat menyebar cepat di antara anggota suku yang sistem kekebalan tubuhnya tidak terbiasa dengan patogen asing.
Akhir Juni 2014, sebuah laporan pada 'Blog Amazon' situs majalah Terra sudah menerangkan bahwa tiga lelaki muda dari desa Indian Ashaninka keluar dari hutan hujan dekat perbatasan Brasil-Peru. Mereka kemudian disusul dua lelaki lagi dan dua perempuan, yang diperkirakan berusia antara 12 hingga 21 tahun.
Memerangi Pembalakan Liar di Amazon
Hutan Amazon menyerap sekitar 2 miliar ton karbon dioksida per tahun. Memanfaatkan Amazon, badan pecinta lingkungan Brasil mencoba untuk melindungi paru-paru hijau Bumi – namun minimnya dana mengancam proyek mereka.
Foto: Reuters/U. Marcelino
Lindungi paru-paru hijau
Wilayah hutan tropis di Amazon mencakup lebih 6,5 juta kilometer persegi atau dua kali luas India. Tiga-perempat kawasan itu terletak di Brasil. Namun kini, paru-paru hijau Bumi itu terancam oleh penebangan liar dan penambangan ilegal.
Foto: Reuters/U. Marcelino
Tertangkap basah
Bekerjarsama dengan polisi militer, Brazilian Institute of Environment and Renewable Natural Resources (IBAMA) memburu penebang liar, mencoba untuk menangkap basah aksi mereka. Dalam foto ini, agen IBAMA membidik truk pengangkut kayu illegal.
Foto: Reuters/U. Marcelino
Langsung ditindak
IBAMA serius dan tidak tanggung-tanggung dalam aksinya menumpas penebang liar. Siapa pun yang tertangkap tangan, bakal merasakan tangan besi dari pihak otoritas ini - seperti foto di atas: Di dekat kota Novo Progresso, negara bagian Pará. kayu illegal dlangsung dibakar di tempat bersama dengan truknya.
Foto: Reuters/U. Marcelino
Pekerjaan berbahaya
Pekerjaan melindungi kelestarian hutan tropis di Brasil berisiko tinggi, karena banyak penebang kayu atau penambang emas liar membawa senjata api. Pada bulan Juni, perambah hutan menembak mati seorang polisi saat bertugas.
Foto: Reuters/U. Marcelino
Keberhasilan makin sulit
Program menghalau penebang liar, dari IBAMA cukup sukses. Tapi keberhasilan kini terancam semakin merosot. Krisis ekonomi mempengaruhi kinerja badan lingkungan tersebut, karena pendanaan berkurang sepertiganya dalam beberapa tahun terakhir.
Foto: Reuters/U. Marcelino
Miskin peralatan
Hilangnya dana memiliki konsekuensi: "Para penebang liar punya perlengkapan lebih banyak ketimbang kami," kata Uiratan Barroso, wakil IBAMA dari negara bagian Para. "Selama kita kekurangan uang, kita tidak bisa melakukan pekerjaan kami dengan baik."
Foto: Reuters/U. Marcelino
Penurunan nyata deforestasi
Dari tahun 2004 hingga 2012, laju deforestasi di kawasan Amazon menurun 80 persen. Tapi selama empat tahun terakhir, peningkatan sukses hanya mencapai 35 persen. Pada tahun 2015, kawasan hutan yang dibalak liar luasnya lebih 5.000 kilometer persegi atau empat kali lipat luas Los Angeles.
Foto: Reuters/U. Marcelino
Dukungan dari Jerman dan Norwegia
Pemerintah Brasil mengakui bahwa perlengkapan IBAMA masih buruk untuk bisa melaksanakan tugasnya. Amazon Fund yang bertujuan untuk mengumpulkan donasi untuk memerangi deforestasi, akan memberikan sekitar 15 juta Euro untuk membantu memperbaiki situasi. Dananya terutama berasal dari Jerman dan Norwegia. Penuils: Christoph Ricking (ibr/ap/vlz)
Foto: Reuters/U. Marcelino
8 foto1 | 8
Laporan kekerasan
Yayasan Funai mengkonfirmasi bahwa suku terisolasi itu membahas pembantaian. "Mereka mengaku sebagai korban kekerasan yang terjadi di wilayah Peru," demikian tertulis dalam pernyataan yayasan. Para anggota suku kemungkinan besar kabur ke wilayah Brasil untuk menyelamatkan diri dari pembalak liar di hutan Amazon Peru.
Lembaga nirlaba itu menyerukan kepada pemerintah Brasil dan Peru untuk segera bertindak.
Amazon Tambah Hangus
Hutan tropis di daerah Amazon terus berkurang. Praktek pembalakan dan pembakaran telah merusak daerah hutan seluaslebih dari 5.000 km persegi tahun 2013.
Foto: Reuters
Tanah Terbakar
Praktek pembukaan hutan Brazil tambah gencar tahun lalu. Menteri Lingkungan Hidup Brazil, Izabella Teixeira mengakui, hingga November 2013, sekitar 5.843 km persegi hutan telah dibalak. Sementara tahun 2012 hutan seluas 4.571 km persegi sudah hilang. Tahun 2004, sekitar 27.000 km persegi terbakar.
Foto: picture alliance/Wildlife
Tukar Kayu dengan Gandum
Semakin meningkatnya pengembangan kedelai dan gandum jadi salah satu penyebab pembalakan hutan tropis. Negara bagian Para di Brazil mengalami pembalakan paling besar. Perusakan meningkat 136% antara Agustus 2012 dan Juni 2013, demikian keterangan Institut Imazon. Di dekat kota Novo Progresso saja, sekitar 400 hektar hutan dibakar.
Foto: Reuters
Bendungan untuk Kota-Kota
Walaupun hanya sekitar 5% dari 200 juta penduduk Brazil tinggal di daerah Amazon, pembangunan bendungan bertambah. Pembangkit tenaga air di sungai Teles Pires di kawasan Amazon akan mulai beroperasi 2015. Sejauh ini, yang dimanfaatkan hanya 1% potensi tenaga air kawasan anak sungai Amazon itu. Brazil merencanakan peningkatan besar hingga 2030.
Foto: Reuters
Bisnis Bagus?
Jika hutan sudah dibuka, kayu dijual. Daerah Amazon yang dibalak secara ilegal kerap digunakan oleh peternak untuk menggembalakan hewan peliharaannya. Menurut hukum Brazil, mereka bisa menjadi pemilik sah, jika mereka menggunakan kawasan bekas hutan secara "produktif" selama lima tahun berturut-turut. Biaya pembukaan hutan diperkirakan sekitar 3.000 Euro (sekitar 47 juta Rupiah) per hektar.
Foto: Reuters
Denda Menebang Pohon
Pemukim ini tertangkap basah oleh polisi. Ia menebang pohon secara ilegal di Taman Nasional Jamanxim. Badan perlindungan lingkungan, Ibama, secara teratur berpatroli di daerah taman nasional dan cagar alam. Tahun 2012, badan itu menetapkan sekitar setengah milyar Euro sebagai denda pembalakan hutan ilegal. Jumlah itu mungkin akan ditambah lagi.
Foto: Reuters
Di Mana Pohon Jadi Produk
Tahun 2012, pemerintah Brazil mengumumkan akan membatasi perusakan hutan tropis hingga kurang dari 4.000 km persegi tiap tahunnya, sampai 2020. Yaitu dengan cara menambah patroli. Tetapi semakin banyak pohon ditebang karena kayunya ingin dijual, atau ditebang penggali emas dan perusahaan pertanian. Pohon raksasa ini ditemukan ditebang dekat kota Novo Progresso.
Foto: Reuters
Jalur Destruksi
Jalur jalan tol Transamazonica yang panjangnya 3.000 km ditujukan sebagai penghubung antara Brazil dan negara tetangganya, Peru dan Bolivia. Tetapi 40 tahun setelah dimulai proyek itu belum selesai juga. Kelompok pelindung lingkungan tidak mau situasi tersebut berubah.
Foto: Evaristo Sa/AFP/GettyImages
Bar di Daerah Hutan
Bar-bar sederhana sepanjang Transamazonica, seperti yang satu ini, adalah tempat pertama untuk mencari pengemudi truk dan mereka mencari keuntungan di hutan. Di musim hujan, jalan tol itu kerap berubah menjadi kawasan lumpur yang tak bisa dilalui. Petani kecil dan pencari emas juga tinggal di sini, dan mendesak penduduk asli kawasan itu dari tempat tinggal tradisional mereka.
Foto: Reuters
Melarikan Diri dari Pencari Emas
Gila emas mengancam hidup mereka. Ratusan warga asli Yanomami meninggal akibat penyakit yang dibawa pencari emas ke daerah mereka. Pemukim kerap memasuki tempat tinggal Yanomami karena daerah mereka menyimpan emas dalam jumlah besar. Juni tahun 2013, tentara Brazil menghancurkan tempat mendarat pesawat ilegal di kawasan reservasi Yanomami yang luasnya 9,5 juta hektar.
Foto: Fiona Watson/Survival
Asal Arang
Emas hitam. Di tengah daerah reservasi 'Alto Rio Guama', raksasa hutan seperti ini menghilang di oven berbentuk bundar. Pohon-pohon yang ditebang ilegal diubah jadi arang. Foto yang dibuat dari udara ini dibuat polisi ketika berpatropi dengan helikopter, September 2013. Reservasi ini adalah daerah milik komunitas 'Nova Esperanca do Piria,' di negara bagian Para.
Foto: Reuters
10 foto1 | 10
"Anggota suku terisolasi adalah warga dunia yang paling rentan. Mereka sangat tergantung dengan alam untuk bertahan hidup," tulis pernyataan Survival International.
Linda Poppe, koordinator kepala organisasi itu di Jerman, menambahkan: "Kalau kami tidak dapat memastikan hak asasi manusia mereka terlindungi, apa lagi yang dapat kami lakukan? Kematian para anggota suku tidak mendapat perhatian."
Hindari kontak
Yayasan perlindungan suku asli yang dinaungi pemerintah Brasil, Funai, juga langsung waspada. Seorang penjaga selalu patroli di wilayah yang dinilai bermasalah, namun pos ini dikenal berbahaya, dengan banyaknya laporan ancaman dari kelompok penyelundup narkoba.
Mentawai: Dalam Hening Memburu Kebebasan
Di lepas pantai barat Sumatera, warga mentawai berlindung dari hiruk pikuk kota besar. Suku kuno ini pandai meramu, berburu dan piawai dalam menato tubuh. Berpuluh tahun lamanya mereka tertekan beragam pemaksaan.
Foto: Getty Images/AFP/S. Wibowo
Hidup tenang di pedalaman
Generasi tua Mentawai hidup secara tradisional jauh di dalam hutan di pulau terpencil Siberut. Sesuai tradisi seluruh tubuh dihiasi tato. Selama beberapa dekade menolak kebijakan pemerintah Indonesia yang mendesak pribumi di pedalaman meninggalkan kebiasaan lama, menerima agama yang diakui pemerintah dan pindah ke desa-desa pemerintah.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/G. Charles
Terisolasi dari dunia luar
Suku asli Mentawai, memiliki budaya langka yang tidak dipengaruhi agama Hindu, Budha atau Islam selama dua milenium terakhir. Tradisi dan keyakinan mereka sangat mirip dengan pemukim Austronesia yang datang ke kawasan ini sekitar 4.000 tahun silam. Sejak bermukim di Pulau Siberut dua ribu tahun lalu, warga Mentawai hidup terisolir dari dunia luar.
Foto: picture-alliance/dpa/Zulkifli
Menghadapi paksaan
Ketika Indonesia merdeka 1945, para pemimpin negara berusaha mengubah mereka menjadi bangsa dengan bahasa dan budaya yang sama. Semua warga Indonesia harus menerima salah satu agama di Indonesia yang diakui secara resmi: Islam, Kristen, Katolik, Hindu atau Budha. Tapi Mentawai, seperti banyak suku-suku asli animisme Indonesia lainnya, tidak mau mengadopsi agama yang diakui oleh negara.
Foto: picture-alliance/dpa/Zulkifli
Diultimatum pemerintah
Tahun 1954, polisi Indonesia dan pejabat negara lainnya tiba di Siberut untuk memberikan ultimatum: Orang Mentawai memiliki waktu 3 bulan untuk memilih Kristen atau Islam sebagai agama mereka dan berhenti mempraktikkan ritus tradisional mereka, yang dianggap kafir. Kebanyakan warga Mentawai memilih Kristen. Mereka pun sempat dilarang bertato dan meruncingkan gigi yang merupakan bagian dari adat
Foto: Getty Images/AFP/S. Wibowo
Ritual asli dihabisi
Selama beberapa dekade berikutnya, polisi Indonesia bekerja sama dengan pejabat negara dan tokoh agama rutin mengunjungi desa-desa Mentawai untuk membakar hiasan tradisional dan simbol yang biasa dipakai untuk ritual keagamaan. Kaumtua melarikan diri lebih dalam ke hutan untuk menghindari tekanan aparat negara.
Foto: picture-alliance/maxppp/D. Pissondes
Rentan ideologi komunisme?
Reimar Schefold, antropolog Belanda yang tinggal di Mentawai pada akhir 1960-an, menceritakan Kepada New York Times, bagimana warisan kuno dihancurkan: "Ketika mereka gelar ritual, polisi datang, membakar peralatan tradisional mereka –yang dianggap berhala,” Pemerintahan di era Soeharto juga khawatir bahwa mereka yang tidak memeluk agama yang ditetapkan negara- rentan terhadap pengaruh komunis.
Foto: Imago/ZUMA Press
Hidupkan kembali tradisi
Sekarang hanya sekitar 2.000 warga Mentawai yang masih laksanakan ritual tradisional mereka. Demikian antropolog Juniator Tulius, Upaya hidupkan kembali tradisi Mentawa dimulai, namun masih terseok. Saat Indonesia menuju demokrasi pada tahun 1998, budaya Mentawai ditambahkan ke kurikulum sekolah dasar lokal. Warga Mentawai juga bisa beribadah dan berpakaian sebagaimana yang mereka inginkan.
Foto: picture-alliance/Godong
Melestarikan adat istiadat
Ini Aman Lau lau, ia disebut Sikerei atau dukun. Dapat dikatakan, ia adalah perantara yang bertugas menjaga kelancaran arus komunikasi antara manusia dengan alam atau roh. Dia punya perean sosial sebagai penyembuh atau menari, menghibur dan menyemarakkan pesta-pesta rakyat Mentawai. Editor: ap/as(nytimes/berbagai sumber)
Foto: imago/ZUMA Press
8 foto1 | 8
Kelompok aktivis Survival International yakin masih ada sekitar 100 orang terisolasi di muka bumi. "Berapa banyak orang sebenarnya, kami tidak tahu," ungkap Linda Poppe. Konsentrasi tertinggi suku terisolasi adanya di wilayah Amazon, dengan sekitar 70 orang yang sudah terdaftar. Pemerintah lokal umumnya menyadari kehadiran orang-orang terisolasi, dan kerap menemukan bekas rumah atau senjata tradisional mereka.
Namun ancaman terbesar bagi suku terisolasi adalah luas hutan hujan yang terus menyusut. Bahkan anggota suku yang membuka kontak dengan peradaban melaporkan aktivitas pembalakan liar. Keberlangsungan hidup suku terisolasi juga mencerminkan harapan hidup hutan Amazon yang sama-sama rapuh.
'Emas Hijau' Dari Maori
Selama berabad-abad batu hijau Maori yang disebut Pounamu diolah menjadi senjata, peralatan dan perhiasan. Batu giok berharga ini dapat ditemukan di Selandia Baru.
Foto: Museum Waitangi
Pesisir pusat batu hijau
Kota Hokitika di pantai barat Selandia Baru dianggap sebagai "Te Wahi Pounamu", rumah bagi batu hijau eksotis ini. Letaknya sekitar 250 kilometer dari Christchurch, dimana batu giok tersebut diolah. Dalam bahasa Maori, penduduk asli Selandia baru, pounamu berarti: batu.
Foto: Schwörer Pressefoto
Kota pengrajin batu
Di kota kecil yang tenang ini banyak ditemukan bengkel kerajinan tangan greenstone atau batu hijau. Pengrajin batu mengolahnya dengan menggunakan mesin pemotong besar maupun kecil.
Foto: Michael Marek
Semua bernuansa hijau
Bagi bangsa Maori, batu giok ini memiliki makna sakral. Batu ini juga digunakan sehari-hari, misalnya seperti kapak dan sisir. Tetapi terutama, batu giok ini dipakai sebagai perhiasan. Di batu ini selalu ada nuansa hijau: mulai dari hijau yang sangat cerah hingga hijau tua daun cemara.
Foto: Michael Marek
Dikikis, dicuci, dipoles
Batu giok Maori ini keras seperti baja, sehingga untuk mengolahnya, dibutuhkan mesin yang sama seperti untuk pengolahan berlian. Beberapa tukang atau pengrajin mengerjakan beberapa giok bersama-sama. Kadang-kadang mereka membuat belasan batu giok sehari. Pemolesan batu dengan minyak sampai gioknya bersinar, membutuhkan cukup waktu dan kesabaran.
Foto: Michael Marek
Persaingan dari Asia
Setiap batu yang asli bersertifikat. Ini penting untuk memungkinkan pembeli melacak asal-usulnya. Para tukang batu dari Hokitika menghormati warisan budaya itu. Saat ini, banyak beredar pula produk murah batu giok dari Cina yang meniru desain tradisional.
Foto: Michael Marek
Sungai sakral
Sampai saat ini, Sungai Arahura yang terletak sekitar 10 kilometer timur laut dari Hokitika—dianggap sebagai lokasi spiritual untuk Maori dan lokasi utama ‘emas hijau‘ tersebut.
Foto: Wiremu Weepu
Cahaya hijau
Legenda suku bangsa Maori tak terhitung jumlahnya, sebagaimana pula kisah seputar batu giok ini. Salah satu versinya adalah cerita tentang Poutini yang jatuh cinta pada Waitaiki yang sudah bersuami dan merebutnya. Takut suaminya membalas dendam, Poutini mengubah Waitaiki menjadi saripati dirinya dan meletakkannya di mulut sungai Arahura. Air mata kekasihnya ini berubah menjadi batu giok.
Foto: Petr Hlavacek Photography
Makna budaya
Setiap keluarga Maori menghormati batu giok asli dari tanah mereka dan terbiasa mewariskannya pada keturunannya, sebagai bentuk penghormatan terhadap kekuatan alam. Oleh karena itu, batu-batu giok ini hanya diwariskan atau dihormati sebagai harta warisan keluarga.
Foto: Museum Waitangi
Terdaftar keabsahannya
Setiap batu giok harus tercatat atau terdaftar. Masing-masing giok memiliki nomor sendiri. Pada tahun 1997, pemerintah Selandia Baru telah menetapkan bahwa semua giok wilayah ini merupakan milik Ngai Tahu, suku Maori terbesar di pulau selatan Selandia Baru. Penulis: Michael Marek (ap/rzn)