1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mengharapkan Arah Baru Dari Iran

Edith Koesoemawiria2 Agustus 2013

Hassan Rouhani akan dilantik sebagai Presiden Iran awal Agustus. Harapan adanya perubahan membumbung dengan terpilihnya tokoh moderat ini.

Foto: Reuters

Ketika terpilih Juni 14 lalu, Rouhani bersumpah membuka bab baru yang moderat. Kata-kata yang dilontarkan pada konferensi pers pertama itu melahirkan harapan di antara warga Iran di dalam maupun di luar negeri.

Hassan Rouhani bersama Ali KhameneiFoto: Tasnim

Usai pelantikan awal Agustus, ia akan harus membuktikan apakah bisa memenuhi harapan itu. Agendanya padat: mengurai sengketa nuklir, meringankan sanksi terhadap Iran, menjunjung hak azasi manusia dan melonggarkan sensor.

Rouhani, seorang ulama berusia 64 tahun, merupakan symbol transparansi dan peluang untuk menemukan solusi diplomatik dalam sengketa nuklir dengan Barat. Terkait itu menurut anggota parlemen Jerman dari faksi sosial demokrat, Rolf Mützenich, peluang untuk berdialog secara rasional bertambah baik.

Kesempatan Terakhir Bagi Iran?

Negara-negara barat kini akan berhadapan dengan seorang Presiden yang pernah menjadi negosiator utama bagi Iran dalam pembicaraan nuklir dari 2003 hingga 2005 dan mengenali konvensi diplomatik dengan baik.

“Jerman akan bisa mengharapkan seorang Presiden Iran yang moderat dan mampu menggunakan peluang yang ada. Termasuk dalam urusan sengketa nuklir”, jelas  Walter Posch, pakar politik di Institut Jerman untuk Hubungan Internasional dan Keamanan,  kepada DW.

Bank Mellat IranFoto: AFP/Getty Images

Rouhani menyebut program nuklir Iran sebagai legitim dan ingin meneruskan upaya pengayaan uranium. Hal yang tidak mengherankan bagi Walter Posch. Dijelaskannya, Iran mengalami kemajuan pesat di bidang teknologi nuklir  pada masa jabatan Rouhani sebagai sekretaris jenderal Dewan Keamanan Nasional  Iran. Sebagai pemimpin Iran, ia tak mau menyia-nyiakan itu.

Di pihak lain, tanpa adanya kompromi, Barat tidak tampak bersedia meringankan sanksi terhadap Iran. Dan ini merupakan kesempatan terakhir bagi Iran untuk tidak menjadi negara yang terisolasi akibat blokade ekonomi internasional.

Omid Nouripour, anggota parlemen Jerman dari Partai Hijau sedikit skeptis melihat perkembangan di Iran.  Ia mencemaskan perubahan yang hanya bersifat etalase, terutama karena keputusan akhir pasti dipengaruhi kaum ulama Negara itu.

Arahan Khamenei

Sebagai Presiden nanti, Hassan Rouhani tetap akan harus berkonsultasi dengan Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin spiritual Iran. Khamenei menentang pembicaraan langsung  dengan Amerika Serikat dan bersikap keras dalam kebijakan luar negeri. Barat juga mengharapkan isyarat positif dari Teheran sehubungan dengan konflik Suriah. Meski begitu, pemilihan Rouhani meningkatkan peluang bagi Iran untuk terlibat dalam konferensi internasional kedua untuk Suriah.

Tantangan terbesar Rouhani adalah situasi ekonomi di dalam negeri. Presiden baru Iran, Hassan Rouhani menjanjikan bahwa dalam 100 hari, ia akan mengumumkan analisa situasi yang realistis dan akurat, serta bagaimana mengatasi krisis yang berlangsung.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait