Saat ini, sejak beberapa pekan, berlangsung upaya untuk melegalkan tindak kekerasan terhadap Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Indonesia. Simak Opini Tunggal Pawesri.
Iklan
Ini terjadi di Mahkamah Konstitusi: sekelompok orang bertekad memformalkan kriminalisasi hubungan seksual sesama jenis melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi. Mereka juga berupaya untuk mempidanakan hubungan seksual di luar pernikahan dengan memperluas cakupan pidana perzinahan dalam KUHP.
Gugatan uji materi tersebut diajukan sekelompok orang yang tergabung dalam Aliansi Cinta Keluarga (AILA). Pada bulan Mei 2016, mereka mendaftarkan uji materi pasal 284 (perzinahan), 285 (perkosaan) dan 292 (pencabulan sejenis orang dewasa terhadap anak) KUHP ke Mahkamah Konstitusi. AILA menginginkan agar ada perluasan makna terhadap masing-masing pasal tersebut.
Pidana perzinahan mereka inginkan untuk tidak lagi terbatas kepada hubungan seksual pasangan yang sudah menikah namun juga menyasar kepada pasangan yang tidak menikah. Pidana pencabulan juga diperluas maknanya dengan membidik hubungan seksual sejenis sesama orang dewasa.
Dengan bersumpah di atas kitab suci, mereka yang disebut para ahli ini menyampaikan pendapatnya secara terbuka. Kepada para hakim penjaga konstitusi, tanpa sedikit pun keraguan mereka mengatakan berbagai hal, yang intinya adalah bahwa LGBT adalah penyakit kejiwaan, otaknya error dan saat ini Indonesia sedang menghadapi proxy war untuk isu LGBT.
Mereka disebut sebagai ahli dan menyandang berbagai gelar. Namun dalil-dalil yang dikemukakan lebih merupakan pandangan keagamaan, dan tidak bisa ditelusuri pada bidang keilmuan masing-masing.
Sungguh mencemaskan. Mahkamah Konstitusi, sebagai sebuah lembaga pengawal konstitusi, tempat warga negara mempermasalahkan hukum dan perundangan yang tidak beres, kini justru dijadikan alat sekelompok orang berpandangan sempit untuk mempidanakan atau mengkriminalisasi kelompok minoritas seksual dan gender dalam masyarakat, yang selama ini sudah dalam posisi sangat rentan dan tak cukup terlindungi.
Penyingkiran Sistematis
Saya selalu percaya bahwa konstitusi harus memuat dan mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan penghormatan terhadap keberagaman. Dengan segala kekurangannya, konstitusi juga dengan tegas memberikan perlindungan bagi semua kelompok masyarakat. Melalui konstitusi, Indonesia telah meneguhkan dirinya sebagai negara hukum, yang memiliki prinsip dasar bahwa hak setiap warga negara harus dilindungi tanpa terkecuali. Bahwa setiap orang berada di posisi yang setara di hadapan hukum. Pasal 28D ayat (1) mengamanatkan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Apa yang sekarang sedang terjadi di Mahkamah Konstitusi merupakan puncak dari upaya sistematis untuk menyingkirkan sebuah kelompok minoritas di masyarakat. Mereka yang selama ini tak pernah terlindungi oleh konstitusi justru terancam kekerasan yang dilegalkan. Apakah kita hendak memperpanjang serial kekerasan terhadap kelompok liyan, warga negara yang kedudukannya sama di hadapan hukum itu?
Sebelas perempuan transseksual saling adu bakat dan kecantikan. Pemenangnya adalah seorang yang mewakili minoritas ganda di Israel, Arab dan Transseksual. Bersama mereka memperjuangkan pengakuan masyarakat.
Foto: picture-alliance/Pacific Press/L. Chiesa
Mahkota Untuk Semua
"Mahkota tidak terlalu penting," ujar Taalin Abu Chana pemenang ajang Miss Transseksual di Israel. "Kita tidak butuh orang yang menentukan siapa yang cantik di antara kami, kami semua adalah ratu." Pemenang acara unik ini mendapat hadiah voucher sebesar 120 juta Rupiah untuk operasi plastik di Thailand.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Sultan
Panggung Internasional
Taalin Abu Chana seorang warga Kristen Arab dari Nazareth. Sosoknya mewakili dua minoritas yang sering didiskriminasi di Israel, transseksual dan arab. Penari balet berusia 21 tahun ini akan mewakili negaranya dalam ajang "Miss Trans Star" di Barcelona, September mendatang.
Foto: picture-alliance/Pacific Press/L. Chiesa
Perempuan untuk Perubahan
Ajang kecantikan ini mengawali pesta perayaan tahunan untuk kaum Lesbian, Gay, Trans dan Biseksual di Tel Aviv. Kota di tepi laut Tengah itu adalah surga buat kaum LGBT di Timur Tengah. Tahun ini mereka mengusung motto "Perempuan untuk Perubahan".
Foto: picture-alliance/Pacific Press/L. Chiesa
Pengakuan untuk Transseksual
Ajang "Miss Trans" pertama kali digagas oleh Israela Stephanie Lev. Ia sendiri adalah seorang transseksual. Lev berharap acara ini bisa mendorong pengakuan untuk kaum transjender. "Kami ingin persamaan hak," tuturnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Abir Sultan
Kelamin Kontra Identitas
Peserta kontes kecantikan ini memiliki pengalaman hidup yang tidak mudah. Mereka dilahirkan di tubuh yang salah, menjalani operasi kelamin dan hidup dengan identitas baru. Sebagian besar kaum transeksual mengalami diskriminasi dan penolakan, tidak cuma di Israel.
Foto: picture-alliance/Pacific Press/L. Chiesa
Penolakan Keluarga
Tidak jarang peserta kontes kecantikan yang memiliki pengalaman buruk. Terutama keluarga menjadi faktor terbesar karena menolak krisis identitas yang dialami dan kemudian operasi kelamin. Kebanyakan kaum transseksual di Israel tidak lagi berhubungan dengan keluarganya.
Foto: picture-alliance/dpa/Abir Sultan
Jalan Kebijaksanaan
Belum jelas apakah acara semacam ini ini bisa mendorong perubahan paradigma di masyarakat Yahudi. Harian liberal Israel, "Haaretz" menulis, "Dalam realitanya, perempuan transseksual masih harus berjuang demi pengakuan dan eksistensinya di masyarakat, maka Miss Trans 2016 melambangkan kebijaksanaan."
Foto: picture-alliance/AP Photo/O. Balilty
7 foto1 | 7
Inilah Negara Islam yang Legalkan Gay dan Lesbian
Kendati legal, kaum gay dan lesbian di negara-negara ini tidak serta merta bebas dari diskriminasi. Tapi inilah negara-negara Islam yang mengakui hak-hak kaum gay dan lesbian.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Turki
Sejak kekhalifahan Utsmaniyah melegalkan hubungan sesama jenis tahun 1858, Turki hingga kini masih mengakui hak kaum gay, lesbian atau bahkan transgender. Namun begitu praktik diskriminasi oleh masyarakat dan pemerintah masih marak terjadi lantaran minimnya perlindungan oleh konstitusi. Namun begitu partai-partai politik Turki secara umum sepakat melindungi hak kaum LGBT dari diskriminasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. O. Sandal
2. Mali
Mali termasuk segelintir negara Afrika yang melegalkan LGBT. Pasalnya konstitusi negeri di barat Afrika ini tidak secara eksplisit melarang aktivitas homoseksual, melainkan "aktivitas seks di depan umum". Namun begitu hampir 90% penduduk setempat meyakini gay dan lesbian adalah gaya hidup yang harus diperangi. Sebab itu banyak praktik diskriminasi yang dialami kaum LGBT di Mali.
Foto: Getty Images/AFP/J. Saget
3. Yordania
Konstitusi Yordania tergolong yang paling maju dalam mengakomodir hak-hak LGBT. Sejak hubungan sesama jenis dilegalkan tahun 1951, pemerintah juga telah menelurkan undang-undang yang melarang pembunuhan demi kehormatan terhadap kaum gay, lesbian atau transgender. Pemerintah misalnya mentolelir munculnya cafe dan tempat hiburan di Amman yang dikelola oleh kaum LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Rudianto
5. Albania
Kendati bermayoritaskan muslim, Albania dianggap sebagai pionir di tenggara Eropa dalam mengakui hak-hak kaum LGBT. Negeri miskin di Balkan ini juga telah memiliki sederet undang-undang yang melindungi gay dan lesbian dari praktik diskriminasi.
Foto: SWR/DW
6. Bahrain
Negara pulau di tepi Teluk Persia ini telah melegalkan hubungan sesama jenis sejak tahun 1976. Namun begitu Bahrain tetap melarang lintas busana di ruang-ruang publik. Terutama sejak 2008 pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran aturan berbusana. Bahrain juga berulangkali dilaporkan mendakwa warga asing yang menawarkan layanan seksual sesama jenis di wilayahnya.
Foto: Getty Images
7. Palestina (Tepi Barat)
Resminya praktik hubungan sesama jenis masih dilarang di Jalur Gaza. Tapi tidak demikian halnya dengan Tepi Barat Yordan sejak dilegalkan tahun 1951. Ironisnya aturan yang melarang LGBT di Jalur Gaza tidak berasal dari pemerintahan Hamas, melainkan dari Inggris sejak zaman penjajahan.
Foto: Shadi Hatem
7 foto1 | 7
Penting diketahui, sepanjang tahun 2013 hingga 2015 terdapat 110 kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender di Indonesia. Data tersebut tercatat dengan rapi dalam laporan yang tiap tahun dikeluarkan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Riset lainnya yang dilakukan oleh organisasi LGBT Arus Pelangi, KSM dan PLUSH di tahun 2013 menemukan bahwa 89,3 persen LGBT di Indonesia pernah mengalami kekerasan.
Kekerasan meningkat drastis pada bulan Januari sampai Maret awal tahun 2016 ini. Tentu kita masih ingat ujaran kebencian yang dilontarkan para politisi dan pemuka agama mengenai LGBT. Tak sedikit diantaranya yang berlebihan, tanpa data yang bisa dipertanggung-jawabkan.
Contohnya yang paling vulgar adalah pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang mengatakan bahwa LGBT adalah suatu proxy war yang lebih berbahaya dari bom nuklir, seperti dikutip Tempo 23 Februari 2016: ”Itu bahaya karena kita tak bisa melihat siapa musuh kita, tahu-tahu dicuci otaknya. Kini (LGBT) ingin merdeka segala macam, itu benar-benar sebuah ancaman. Dalam perang nuklir, jika bom jatuh di Jakarta, Semarang tak akan hancur—tapi dalam proxy war, semuanya bisa hilang dalam sekejap—itu berbahaya.”
Pernyataan lain datang dari seorang politisi PKS, anggota DPR RI Mahfudz Sidiq “Masalah LGBT bisa merusak keamanan nasional, identitas, kebudayaan, dan keyakinan orang Indonesia'.
Para politisi yang diharapkan untuk mengeluarkan pernyataan yang jernih agar diskusi di masyarakat jadi lebih sehat, malah seperti berkompetisi membuat pernyataan paling provokatif.
Tari Mengusir Takut: Kisah Waria di Pakistan
Ketika siang hari, Waseem berdagang aksesoris ponsel. Di malam hari ia berubah sosok jadi penari perempuan. Profesinya itu bukan tanpa risiko di negeri yang berada di bawah cengkraman kaum ultra konservatif itu
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Bergoyang di Malam Hari
Ketika malam menyaput Rawalpindi, Waseem berganti rupa. Pria berusia 27 tahun itu berlaku sebagai "hijra," yakni jenis kelamin ketiga. Jumlahnya diyakini mencapai ribuan di Pakistan. Kaum Hijra sangat diminati sebagai penari di pesta pernikahan atau kelahiran bayi. Acara semacam itu adalah satu-satunya kesempatan bagi waria Pakistan untuk diterima oleh masyarakat.
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Normal di Siang Hari
Sewaktu siang menyambang, Waseem menjajakan aksesoris ponsel di sebuah pasar di jantung kota Rawalpindi. Rekan kerja dan teman-teman terdekatnya sekalipun tidak mengetahui aktivitas terselubungnya pada malam hari.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Muheisen
Kenalkan, Rani sang Penari
Buat Waseem, kehidupan gandanya itu diperlukan untuk mencapai kemakmuran. "Menjadi penari menggandakan penghasilan saya ketimbang cuma bekerja di toko," ujarnya. Buat kaum Hijra, hidup adalah pergulatan tak berujung. Mereka yang tak berbakat menjadi penari, kebanyakan terseret dalam arus prostitusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Muheisen
Bersama dalam Keterasingan
Sebagian besar kaum muslim Pakistan membenci kaum yang disebut "mahluk antara perempuan dan laki-laki," itu. Tidak jarang Hijra menjadi sasaran penganiayaan di tempat-tempat umum. Sebab itu pula kaum waria Pakistan hidup menyendiri di dalam komunitas tertutup. "Hidup bersama penari lain seperti keluarga. Cuma bersama mereka lah saya merasa aman dan dihormati," ujar Bekhtawar, 43 tahun
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Diakui tapi Dicampakkan
Banyak kaum waria memilih anonimitas kota besar dan menyembunyikan identitas asli dari rekan kerja atau bahkan keluarga. Hukum di Pakistan sebenarnya memihak mereka. 2011 silam Mahkamah Agung di Islamabad memutuskan negara mengakui jenis kelamin ketiga. Artinya kaum Hijra berhak menuliskan jenis kelamin waria di dalam passpor, formulir kerja atau keuangan serta berhak memilih.
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Demi Kesetaraan
Untuk pertama kalinya kaum transgeder seperti Bindiya Rana (ka.) mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, 2013 silam. Kendati gagal, ia tetap berjuang demi kesetaraan dan melawan diskriminasi.
Foto: picture-alliance/AP/Shakil Adil
Berani Akui Identitas Hijra
Hingga kini cuma segelintir kaum transgender yang berani membuka identitas dirinya seperti Amjad. "Satu-satunya hal yang tidak bisa saya lakukan adalah mengandung bayi," ujarnya.
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
7 foto1 | 7
Kekerasan untuk menumpas perbedaan tidak boleh dilanggengkan. Isu seperti LGBT akan selalu penuh pro dan kontra, tetapi yang harus dilakukan adalah terus-menerus membuka diskusi yang sehat di masyarakat, dan bukan menumpasnya, lebih-lebih melalui konstitusionalisasi kekerasan.
Harus ada usaha serius dan sungguh-sungguh mengatasi upaya penyingkiran sistematis ini. Dan semua kalangan harus menunjukkan komitmennya terhadap bangsa ini dengan berbicara.
Jangan biarkan kelompok LGBT berjuang mempertahankankan hak-haknya sendirian, dalam kesunyian. Mereka adalah teman kita, saudara kita: mereka adalah kita. Tidak boleh ada orang yang masuk penjara karena berbeda orientasi seksualnya dan identitas gendernya. Dukungan sepenuhnya harus kita berikan kepada kelompok LGBT dari kriminalisasi.
Formalisasi penyingkiran kaum LGBT dengan kriminalisasi dan konstitusionalisasi kekerasan, dengan menggunakan ketentuan negara, akan membawa negeri kita jauh mundur ke abad kegelapan.
Jika beberapa tahun lalu ada ratusan orang terpandang dan terdidik sanggup membayar satu halaman iklan untuk mendukung kenaikan BBM di pelbagai media nasional, saya berharap ada juga yang mau dan sanggup memberikan dukungannya secara terbuka kepada kelompok LGBT yang akhir-akhir ini terus menerus dizalimi.
Penulis:
Tunggal Pawestri adalah feminis yang aktif bekerja untuk isu-isu perempuan, seksualitas, keragaman dan HAM. Selain aktif bekerja untuk isu-isu kemanusiaan, saat ini Tunggal Pawestri juga mulai berkiprah sebagai produser film.
@tunggalp
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Seksualitas dan Semangat Zaman
Adegan telanjang dalam film, di Jerman pada tahun 1950-an masih dianggap skandal. Revolusi seksual dan pil anti hamil mengubah semangat zaman. Inilah cukilan dari pameran tentang seksualitas di Bonn.
Foto: picture-alliance/dpa
Film Skandal Pertama
Film "Die Sünderin" atau "pendosa" yang dirilis 1951 dengan pemeran utama Hildegard Knef menjadi film skandal pertama di Jerman barat. Adegan telanjang memang disengaja tampil amat pendek agar lolos sensor dan pengawas moral. Akan tetapi adegan semacam itu tetap saja memicu debat panas di kalangan warga.
Foto: ullstein - Thomas & Thomas
Profesi jadi Ibu
Awal 1950-an diibaratkan dunia masih aman. Pengawas moral di Jerman membagi profesi secara klasik : perempuan di bekerja dapur dan jadi ibu serta istri teladan. Pria tentu saja harus bekerja di kantor atau sawah ladang. Tema seksualitas atau cinta jadi barang tabu. Ciuman di jalan dilarang. Tata kehidupan diatur negara dan gereja.
Foto: DW/H. Mund
Emansipasi Perempuan
Perusahaan farmasi Schering pada 1961 melepas pil anti hamil ke pasaran, yang sontak memicu debat panas. Gereja memasang ancang-ancang mencegah runtuhnya Moral generasi muda. Media secara bombastis memberitakan perempuan yang kecanduan seks. Realitanya, pil anti hamil mendorong kemandirian baru di kalangan perempuan.
Foto: DW/H. Mund
Sexshops dan Mainan Erotik
Nama Beate Uhse jadi sinonim untuk bisnis barang-barang erotik dan mainan seks di Jerman. Sexshops pertamanya ia buka di Flensburg tahun 1962. Padahal bisnisnya berupa pengiriman paket kondom dan buku bertema seksualitas sudah dimulai 1951. Juga yang tidak banyak diketahui, saat Beate Uhse membuka toko mainan seks pertamanya, perusahaan ini sudah punya 5 juta pelanggan yang namanya dirahasiakan.
Foto: imago
Revolusi Moral
Revolusi moral terkait tema seksualitas terjadi pada 1960-an. Majalah remaja "Bravo" secara terbuka mendiskusikan masalah seksual. Film mulai tampilkan adegan seks secara terbuka, seperti dalam "Zur Sache, Schätzchen" dengan aktor Werner Enke dan aktris Uschi Glas yang disutradarai May Spils (tengah). Film yang diproduksi 1968 itu jadi box office di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Revolusi Seksual
Revolusi mahasiswa akhir tahun 60-an bukan hanya mengubah tatanan politik tapi juga memicu revolusi seksual. Saat itu "Kommune 1" di Berlin Barat menjadi kelompok paling terkenal dimana hidup bersama tanpa menikah dan seks bebas dipraktekan. Tokoh paling terkemuka adalah Rainer Langhans bersama Uschi Obermaier.
Foto: picture-alliance/KPA TG
Pendidikan Seks
Reformasi politik yang dipicu revolusi mahasiswa di akhir tahun 60-an mengubah gambaran keluarga dan sistem pendidikan di Jerman. Sekolah mulai memberikan pelajaran seksual secara ilmiah dalam mata pelajaran biologi pada tahun 1969. Film penyuluhan seksual "Helga" yang digagas kementrian kesehatan jadi tontonan wajib para pelajar.
Foto: DW/H. Mund
Bangkitnya Gerakan Homoseksual
Sutradara Rosa von Praunheim – gay, radikal dan vokal menjadi tokoh perfilman pertama di Jerman barat yang menampilkan secara terbuka tema homoseksualitas dalam filmnya. Fim dokumenter "Nicht der Homosexuelle ist pervers, sondern die Situation, in der er lebt" (1971) ia meretas jalan bagi gerakan LGBT di Jerman barat. Sebuah monumen penting dalam pameran ini.
Foto: picture-alliance/dpa
Zona Tabu dalam Sepakbola
Homoseksualitas tetap jadi masalah panas dalam Politik. Aturan pasal 175 yang menyebut praktek homoseks diantara lelaki di Jerman barat bisa dikenai hukuman, baru dihapus total tahun 1994. Hingga sekarang tema homoseksualitas masih jadi tabu di dalam olahraga prestasi puncak khususnya sepakbola.
Foto: DW/H. Mund
Laki-laki atau Perempuan?
Penyanyi Transvestit pemenang Europeas Sons Contest 2014 Conchita Wurst, yang aslinya bernama Tom Neuwirth menjadi figur kenamaan sekaligus faktor yang membuat tayangan laku. Tahun 2015 ini sosok berjenggot dengan rambut panjang dan pakaian perempuan itu sudah dianggap biasa. Dalam pameran di Bonn, disebut ia menjadi bagian dari sejarah kebudayaan.