1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kepiting "Daesh" Ancam Tunisia

Cornelia Borrmann | Hamdi Dallali
24 Juli 2021

Kepiting biru adalah salah satu hewan invasif paling rakus di dunia. Keberadaannya mengancam spesies dan keseimbangan ekosistem lokal, tapi juga bawa untung.

Foto menunjukkan kepala kepiting
Kepiting menyamarkan dirinya Foto: Louise Murray/robertharding/picture alliance

Para nelayan sudah aktif bekerja sebelum matahari terbit di teluk Gabès, di bagian timur Tunisia. Teluk itu panjangnya sekitar 100 km. Dibanding dulu, nelayan sekarang harus melaut lebih jauh lagi dari pantai, untuk bisa menangkap ikan.

Abdallah El Adib bercerita, ia sudah jadi nelayan selama 38 tahun. Selama itu, banyak yang sudah berubah. 20 tahun lalu, kami biasa menangkap sejumlah besar udang. Tapi dalam tahun-tahun terakhir, ada beberapa kejadian yang membuat tangkapan berkurang. Masalah terakhir adalah kepiting biru. Hewan ini memangsa segalanya. 

Kepiting "Daesh"

Kepiting biru yang pertama ditemukan di kawasan ini akhir 2014. Ini spesies yang dulunya tidak dikenal di Tunisia. Jumlah hewan invasif ini meningkat pesat, dan dalam delapan bulan, sudah jadi ancaman besar.

Kepiting ini memotong jaring, memakan ikan dan memangsa segalanya. Ini jadi masalah besar, sehingga para nelayan menyebut mereka “Daesh”, seperti kelompok militan yang menyebut diri Islamic State.

Kepiting Biru Ancam Ekosistem Tapi Berpotensi Ekonomi

03:48

This browser does not support the video element.

Kepiting biru sebenarnya berasal dari kawasan Indopacific. Hewan ini datang lewat Laut Merah dan Terusan Suez, seperti halnya sekitar seribu spesies lainnya yang sampai di kawasan Laut Tengah, dan berasal dari kawasan lain dunia.

Di Institut Nasional Tunisia untuk Ilmu Kelautan dan Teknologi, Olfa ben Abdallah dan timnya sedang mempelajari spesies itu.

Spesies kepiting invasif

Para ilmuwan ingin mengetahui lebih banyak tentang spesies destruktif itu. Secepat apa kepiting itu tumbuh, secepat apa mereka mereproduksi, dan sejauh mana dampaknya bagi spesies endemik di daerah yang mereka datangi? Untuk menjawab itu semua, mereka menganalisis isi perut kepiting. 

“Kepiting biru adalah spesies yang sangat rakus.“ Demikian dijelaskan Olfa Ben Abdallah. Hewan ini pada prinsipnya tidak pernah kenyang. Mereka akan memakan berbagai mangsa. Misalnya, memangsa udang, tapi juga memangsa sefalopoda seperti cumi-cumi. “Kepiting ini juga memangsa ikan yang penting bagi industri ikan di Teluk Gabès,“ pungkas Olfa Ben Abdallah.

Mengontrol hewan yang ancam tiga spesies penyu

Kepiting biru juga jadi ancaman bagi spesies lain, bahkan hewan laut yang jauh lebih besar, seperti penyu. 

Laut Tengah adalah habitat bagi tiga spesies penyu, dan ketiganya terancam kelestariannya. Penyu berkumpul di Teluk Gabès untuk mencari makan dan melewatkan musim dingin.

Penelit lain, Olfa Chaib mengungkap, penyu sangat penting bagi ekosistem laut. Mereka menjaga keseimbangan dalam rantai makanan. “Penyu tempayan misalnya, adalah pemakan segalanya,“ ungkap Olfa Chaib. “Mereka makan udang kecil dan kerang, ikan, juga ubur-ubur. Penyu tempayan menjamin segalanya tetap seimbang. Jika mulai berubah, penyu ini membantu mengembalikan keseimbangan.“   

Awalnya, kepiting biru merusak sumber penghasilan banyak nelayan. Tapi ini sekarang jadi sumber penghasilan, dan ini memungkinkan industri perikanan selamat. Dan dengan menangkap kepiting ini, spesies invasif itu dikontrol perkembangannya di pantai Tunisia. (ml/ts)