1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Mengukir Mimpi Melihat Keindahan Negeri Jerman

Rount Maulero
25 September 2020

Kesempatan emas adalah ketika saya menjadi pemenang kedua dalam ajang Olimpiade Bahasa Jerman tingkat Provinsi, yang berarti saya akan mewakili Provinsi NTB ke tingkat nasional di Jakarta. Oleh Rount Maulero.

Indonesien | Rount Maulero di Olimpiade Bahasa Jerman di Hotel Sofyan, Jakarta, Januari 2018
Olimpiade Bahasa Jerman di Hotel Sofyan, Jakarta, Januari 2018Foto: Rount Maulero/Privat
Rount Maulero di Pantai Ampenan, Mataram, LombokFoto: Privat

Nama saya Roni, lengkapnya Rount Maulero. Saya lahir di Kota Mataram, yang merupakan ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Saya diterima di SMAN 3 Mataram sebagai salah satu sekolah yang menjadi mitra Negara Jerman di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pasch Schule adalah istilah bagi sekolah yang bekerja sama dengan Negara Jerman. Sebenarnya tidak begitu spesial bagi saya yang merupakan siswa jurusan MIPA. Mungkin istilah Pasch Schule sangat berpengaruh bagi mereka yang berasal dari jurusan bahasa. Karena pastilah mereka belajar Bahasa Jerman, yang menjadi ciri khas sekolah saya ini.

Ketika duduk di kelas 1 SMA, saya sudah dihadapkan dengan begitu banyak mata pelajaran. Dan saya juga belajar Bahasa Jerman. Hal itu membuat saya tertarik untuk mendalami bahasa tersebut. Karena sejak saya kecil, tak pernah sekalipun memikirkan untuk belajar Bahasa Jerman. Pembelajaran Bahasa Jerman hanya saya ikuti selama 90 menit dalam dalam satu pertemuan di tiap pekannya. Saya disibukkan dengan berbagai mata pelajaran jurusan saya dan terkadang sangat sulit untuk menyeimbangkan antara pelajaran MIPA dan Bahasa Jerman. Namun di sinilah saya memahami akan pentingnya waktu yang hadir dalam setiap langkah hidup ini.

Seiring berjalannya waktu, sempat muncul keinginan untuk berhenti mendalami Bahasa Jerman karena sangat sibuk dengan urusan tugas, PR, presentasi, ujian, dan praktik-praktik sebagai siswa MIPA. Namun saat itu, saya selalu teringat bahwa kesempatan untuk mempelajari Bahasa Jerman tidak didapatkan oleh semua orang, hanya orang-orang tertentu yang bisa dan mampu mendalaminya. Dan seketika semangat saya semakin bertambah dan terus berusaha menggali kemampuan diri di bidang Bahasa Jerman.

Sebagai sekolah mitra Negara Jerman, setiap tahunnya diadakan ujian sertifikasi Bahasa Jerman yang diikuti oleh siswa kelas 1, 2, dan 3. Dimana tingkatan dalam Bahasa Jerman diantaranya A1, A2, B1, B2, C1, dan C2. Dengan adanya kerjasama antara sekolah dengan Negara Jerman membuat setiap anak yang ingin mengikuti ujian sertifikasi tersebut dibiayai oleh Goethe Institut Indonesia, yang merupakan lembaga pembelajaran dan tempat ujian sertifikasi Bahasa Jerman sekaligus penyedia informasi seputar Negara Jerman.

Di sekolah saya tidak semua siswa bisa mengikuti ujian A1 khususnya untuk siswa kelas 1 SMA. Karena dari pihak Goethe Institut hanya membiayai 20 peserta. Saat itu angkatan saya berjumlah 640 siswa. Persaingan memperebutkan posisi 20 tersebut bukanlah hal yang mudah. Jadi, satu bulan sebelum ujian A1, diadakan ujian untuk menyeleksi 20 peserta yang dibiayai oleh Goethe Institut.

Ujian seleksi tersebut diikuti sekitar 500 siswa, dan saat berangkat ke sekolah untuk mengikuti ujian tersebut, tiba-tiba ban sepeda saya bocor. Hal itu membuat saya ketakutan karena akan terlambat ujian. Saya berlari dan mendorong sepeda sekuat tenaga karena saya tak ingin terlewatkan kesempatan emas ini. Dan akhirnya saya sampai di sekolah 10 menit sebelum ujian, lalu saya bersiap dan pastinya berdoa serta memohon diberikan jalan terbaik dari kesempatan ini. Singkatnya, nama saya muncul dari 20 peserta ujian tersebut, kabar ini langsung  saya sampaikan kepada orangtua di rumah.

Sebulan kemudian ujian sertifikasi yang sesungguhnya tiba, diikuti oleh mayoritas siswa dari jurusan bahasa. Hal tersebut tidak membuat saya pesimis, karena dengan latar belakang apapun, jika berniat dan berusaha sungguh-sungguh, kelak akan mendapatkan apa yang diinginkan. Ujian berlangsung dengan begitu tenang. Akhirnya saat pengumuman kelulusan, saya dinyatakan lulus dan bersyukur meraih predikat sehr gut atau sangat baik pada ujian ini. Hal ini belum membuat saya merasa puas karena ke depan masih banyak mimpi mimpi yang harus saya capai dan diperlukan usaha yang lebih dari hari ini.

Saat kelas 2 SMA, saya mulai mengikuti ekstrakurikulear Deutsch Club (Kelompok Bahasa Jerman), dengan berbagai kegiatan untuk menambah wawasan seputar Negara Jerman mulai dari bahasa, budaya, sejarah, politik, dll. Di tengah-tengah kesibukan sekolah, guru Bahasa Jerman saya menawari sebuah acara pertemuan siswa dan guru dari sekolah Mitra Jerman se-Asia Pasifik. Dengan persyaratan membuat sebuah cerita dalam bahasa jerman dan diseleksi oleh Goethe Institut. Akhirnya pengumuman tiba, sangat bersyukur nama saya muncul di urutan pemenang.

Selanjutnya, mimpi dapat saya raih kembali. Saya berangkat ke Yogyakarta dengan pesawat terbang, saat itu adalah pertama kalinya saya pergi keluar kota.

Berangkat dari Bandara Internasional Lombok, Oktober 2017Foto: Privat

Sungguh jika mengingat perjuangan saya saat itu sedikit memberikan kesan terharu. Di Yogyakarta, saya bertemu teman-teman dari Malaysia, Thailand, Vietnam, Australia, New Zealand, dan tentu saja siswa dari Indonesia yang berjumlah sekitar 11 orang. Merasakan hotel bintang lima, bertemu teman dari luar negeri, mengunjungi Candi Borobudur dan Kesultanan Yogyakarta, serta pastinya ilmu yang saya dapatkan saat itu sangatlah banyak dan belum tentu didapatkan oleh orang lain. Semua biaya acara itu mulai dari berangkat hingga kembali ke daerah ditanggung oleh Goethe Institut. Dari sini saya semakin menguatkan niat untuk mendalami Bahasa Jerman.

Kesempatan emas selanjutnya adalah saya menjadi pemenang kedua dalam ajang Olimpiade Bahasa Jerman tingkat Provinsi, yang berarti saya akan mewakili Provinsi NTB ke tingkat nasional di Jakarta nantinya. Sungguh terkejut, terharu, juga bahagia karena hal yang tak pernah saya sangka menjadi kenyataan.

Berangkatlah saya ke Jakarta dengan pembiayaan penuh dari sekolah. Akhirnya pengumuman juara tiba dengan hadiah bagi 6 besar pemenang adalah berangkat liburan ke Negeri Jerman. Saya berhasil menempati posisi ke-20 dari 70 peserta se Indonesia. Tidak begitu buruk bagi anak MIPA yang belajar Bahasa Jermannya satu kali dalam sepekan. Namun setelah kembali ke sekolah, saya mulai berfikir untuk terus mendalami Bahasa Jerman yang sudah membawa saya terbang ke kota lain secara gratis.

Berfoto di Candi Borobudur, Oktober 2017Foto: Privat

Masa yang saya tunggu tunggu sudah di depan mata. Ujian sertifikasi Bahasa Jerman tingkat A2, merupakan ajang paling bergengsi karena dua peraih nilai terbaik akan diberangkatkan ke Jerman untuk mengikuti kursus Bahasa Jerman di sana. Ujian ini diikuti oleh 20 peserta yang sudah lolos tingkat A1 yang lalu. Saat ujian A2, saya sangat berharap untuk bisa menggapai mimpi berangkat ke Jerman.

Setelah ujian berlangsung, malam harinya pengumuman dibacakan oleh pihak Goethe Institut. Nama pertama disebutkan berasal dari jurusan bahasa. Harapan saya masih tersisa di nama kedua, dan ketika dibacakan ternyata yang maju adalah nama teman saya yang juga dari kelas MIPA. Terasa badan ini lemas dan ingin jatuh karena bukan saya yang berdiri di depan sana. Saya tidak meneteskan sedikitpun air mata, namun dalam hati saya begitu terpukul karena merasa kurang persiapan menghadapi ujian ini. Dan saat itu guru Bahasa Jerman saya membisikkan bahwa perbedaan nilai saya dengan juara dua hanya satu poin saja.

Begitu selesai mendengar hal tersebut, saya semakin kecewa dan memilih pulang ke rumah. Sampai di rumah, orangtua langsung memeluk saya dan mengetahui melalui raut wajah saya bahwa saya belum berhasil. Namun ibu saya berpesan, bahwa ini semua sudah digariskan oleh Tuhan, kesempatan saya bukan saat ini, dan Tuhan ingin melihat usaha saya setelah ini apakah masih sama seperti dahulu. Pesan itu membuat saya makin bersemangat mengisi hari dengan mendalami Bahasa Jerman.

Di Pantai Ampenan, Kota Mataram, LombokFoto: Rount Maulero/Privat

Masa terakhir di SMA, kelas 3 tepatnya saat saya disibukkan dengan ujian sekolah, persiapan ujian nasional dan pengayaan atau belajar tambahan. Tiba-tiba guru saya menginfokan bahwa 3 hari lagi akan ada pelaksanaan ujian B1 yang artinya bersamaan dengan ujian sekolah. Sangat sedih mendengarnya, karena pastilah persiapan yang saya lakukan sangat sedikit dan harus menyeimbangkan dengan ujian sekolah juga. Akhirnya ujian B1 berhasil  saya lalui. Satu bulan kemudian saya diberikan informasi seputar kelulusan ujian B1, dan nama saya belum berada dalam urutan peserta yang lulus.

Saat itu saya tidak merasa kecewa yang berlebih karena sadar, bahwa memang benar saya kurang persiapan dan tidak memaksimalkan ujian itu. Sampai dengan hari ini saya masih berjuang untuk mengahadapi ujian-ujian selanjutnya, dan saya harus memberikan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

Saya yakin di depan sana, masih banyak jalan menuju Negara Jerman, masih banyak cara untuk menggapai mimpi-mimpi besar saya, karena sesungguhnya kegagalan hari ini adalah modal dasar yang harus dimiliki setiap pemenang di masa depan.

Mengakhiri cerita ini, saya titipkan pesan untuk semua pembaca, “Janganlah kamu menunggu sebuah kesuksesan lalu bersyukur, tetapi besyukurlah selalu sehingga bertambahlah kesuksesanmu.”

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait