Daging sapi, ayam atau produk susu - mana yang lebih parah bagi lingkungan? Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi daging sapi membantu mengurangi jejak karbon.
Iklan
Hewan ternak menyumbang sekitar 20 persen emisi gas rumah kaca global. Sebuah studi yang diterbitkan jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences telah menemukan bahwa cara paling efektif untuk mengurangi dampak lingkungan dari konsumsi pangan manusia adalah dengan menekan konsumsi daging sapi. DW berbincang dengan salah satu penulis laporan tersebut, Ron Milo.
DW: Apa hasil yang paling mengejutkan dari studi Anda?
Ron Milo: Yang paling mencengangkan adalah mendapati bahwa produk susu punya dampak lingkungan yang sebanding dengan daging babi atau unggas. Kami menemukan bahwa susu memiliki dampak lingkungan per kalori atau per protein serupa dengan segala jenis daging, kecuali daging sapi yang jauh lebih parah.
Apa yang membuat daging sapi jauh lebih parah?
Ini berhubungan dengan fisiologi dan biologi sapi. Proses peningkatan berat badan dan pembentukan daging jauh lebih lambat dari ayam atau babi. Ini berdampak besar bagi efisiensi secara keseluruhan.
Jadi separah apa dampak memakan daging sapi pada lingkungan ketimbang konsumsi daging ayam atau babi?
Ada sekitar 20-30 kali lebih banyak penggunaan lahan untuk menanam biji-bijian atau rumput bagi pakan sapi. Daging sapi membutuhkan sepuluh kali lebih banyak pengairan dan memproduksi lima kali lebih banyak emisi gas rumah kaca dan pupuk. Sedangkan yang lain - daging unggas, produk susu, daging babi dan telur - kurang lebih sebanding.
Makan Sehat sambil Lestarikan Lingkungan
Mengingat skandal kontaminasi daging, juga kekhawatiran tentang perubahan iklim, semakin banyak orang beralih menjadi vegan. Tapi cara lain juga ada. DW mengungkap cara makan yang ramah lingkungan.
Foto: DW/V. Kern
Produk Daging
Untuk ikut menjaga kelestarian alam, orang bisa hidup vegan. Sekarang di Jerman mulai banyak dijual produk daging yang berasal dari ternak yang hidup bebas di padang rumput terbuka, dan tidak terus-menerus hanya berada di kandang.
Foto: imago/Eibner
Makanan Vegan
Tahun 70 dan 80-an, makanan vegetaris dan terutama vegan, yang bebas sepenuhnya dari produk hewani seperti telur dan susu, tidak populer di masyarakat. Sekarang, tren berubah. Buku berjudul "Eating Animals" yang ditulis Jonathan Safran Foer tahun 2009 membuat orang memikirkan daging yang dimakan. Restoran vegan semakin bermunculan. Ini sebagaian yang disajikan restoran Pêle-Mêle, di Berlin.
Foto: DW/V. Kern
Dampak Karbon dan Air
Menyantap makanan vegan bisa mengurangi penggunaan air dan jejak karbon di seluruh dunia. Organisasi pangan PBB, Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan, industri daging dunia menyebabkan hampir seperlima emisi gas rumah kaca di dunia yang ikut mengakibatkan perubahan iklim. Menurut ilmuwan, 13.000 - 15.000 liter air diperlukan hanya untuk memproduksi sekilo daging.
Foto: Fotolia/Janis Smits
Skandal Daging
Skandal sudah pernah terjadi di Eropa. Daging kuda dijual sebagai daging lain. Jadi, sekarang orang Eropa mulai mengurangi makan daging. Tapi bagi yang senang makan daging, konsep "Meine kleine Farm" (peternakan kecil saya) berusaha transparan pada konsumen. Konsep bertujuan memberikan tiap hewan yang dagingnya dijual identitas tertentu. Hewan diberi nomor dan data, kapan lahir dan kapan dijagal.
Foto: picture-alliance/dpa
Tahu Asal Daging
Pada situsnya, peternakan yang berlokasi di Potsdam itu menunjukkan bagaimana hewan peliharaan mereka hidup. Konsumen juga bisa memilih lewat internet, hewan mana yang ingin dijagal berikuntya. Karena hanya dijual di daerah sekitar, proyek "Meine kleine Farm" juga tidak banyak menyebabkan efek gas rumah kaca.
Foto: picture-alliance/dpa
Makanan Regional dari Petani Lokal
Menikmati makanan dari daerah sendiri juga membantu mengurangi efek gas rumah kaca, karena tidak memerlukan transpor jauh. Alisa Smith dan J.B. MacKinnon mengemukakan hal ini dalam buku mereka, "100-mile diet: A year of local eating" (diet 100 mil, makanan lokal selama setahun). Dalam setahun, pasangan itu hanya menyantap makanan dari daerah yang berjarak 100 mil dari rumah mereka.
Foto: DW/E. Shoo
Pertanian Monokultur Rugikan Alam
Pertanian modern skala besar yang mempraktekkan monokultur misalnya jagung atau kedelai, bisa membuat tanaman tidak tahan hama. Oleh sebab itu petani menggunakan banyak pestisida, dan merusak lingkungan. Sedangkan petani skala besar menanam beberapa jenis tanaman, dan ini membuat tanaman lebih rentan hama dan kuat, bahkan di masa musim kering.
Foto: picture-alliance/dpa
Taman Para Putri di Berlin
Mengembangbiakkan sendiri tanaman pangan bisa dilakukan di kota besar, seperti pada proyek "Prinzessinengarten" (taman para putri) di Berlin. Tanaman dikembangbiakkan dan dijual di kafe, di lokasi itu juga. Petani perkotaan mengatakan, berkebun tingkatkan kesadaran akan lingkungan. Dan karena taman diolah bersama orang lain, mereka jadi punya banyak teman.
Foto: picture-alliance/dpa
Kurangi Sampah Makanan, Hemat Sumbernya
Di Jerman diperkirakan makanan sebanyak 20 juta ton dibuang per tahun. Oleh sebab itu alternatif "food sharing" (membagi makanan) sudah jadi tren ramah lingkungan. Restoran atau toko memyumbangkan makanan yang belum kadaluarsa. "Foodsharing.de" adalah portal internet, di mana orang bisa saling menukar makanan yang tidak bisa dimakan.
Foto: Dietmar Gust
Keuntungan Yang Sehat
Banyak pakar diet berpendapat, diet vegetarian dan vegan baik bagi kesehatan orang. Berbagai studi menunjukkan, pengurangan konsumsi daging per hari bisa mengurangi risiko kangker dan sakit jantung, juga diabetes dan obesitas atau kegemukan.
Foto: dream79 - Fotolia.com
10 foto1 | 10
Bagaimana dengan perbandingan antara makan sayur-mayur dan konsumsi daging? Apa dampak iklim dari menanam kentang atau jagung?
Diperlukan sekitar 200 meter persegi selama lebih dari setahun untuk mendapatkan satu kilogram daging sapi. Sementara untuk tanaman pokok, lahan yang diperlukan satu hingga tiga meter persegi. Perkalian yang dibicarakan di sini sekitar 100 kali lipat.
Bagaimana dengan memperoleh daging dengan cara berkelanjutan seperti menggunakan padang rumput untuk sapi ternak pemakan rumput? Apakah metode seperti ini benar membantu mengurangi karbon dari lingkungan?
Ada banyak ragamnya. Yang kami temukan adalah umumnya ada korelasi yang kuat menyangkut cara pemeliharaan ternak. Misalnya teknik-teknik yang lebih efisien dalam hal gas rumah kaca memerlukan lebih banyak padang rumput, sehingga mempengaruhi keragaman hayati. Jadi tampaknya pada setiap kasus berbeda ada 'biaya' tinggi yang terkait.
Seraya populasi global terus tumbuh, dapatkah kita terus makan daging dalam 10 atau bahkan 50 tahun ke depan?
Kalau tren yang ada sekarang terus berlanjut, jumlah daging sapi dan jenis daging lainnya akan bertambah, dan ini akan sangat menantang bagi bumi untuk menyuplai pakan semua hewan ternak ini. Itulah mengapa studi ini penting, karena memungkinkan kita untuk mengetahui mana yang lebih efisien. Memungkinkan manusia untuk mengambil keputusan yang lebih baik sebagai individu, terkait konsumsi makanan, dan juga sebagai pembuat kebijakan.
Ron Milo turut menulis studi 'Land, irrigation water, greenhouse gas and reactive nitrogen burdens of meat, eggs and dairy production in the United States' yang digelar bersama Profesor Gidon Eshel dari Bard College, Amerika Serikat.