Pilkada serentak 2018 dianggap sebagai ajang “pemanasan” menuju Pemilu 2019, apa yang terjadi pada Pemilu 2019, sudah terbayangkan pada pilkada tahun depan. Opini Aris Santoso.
Iklan
Kira-kira begitulah argumentasi generik mengapa Pilkada 2018 mulai ramai di ruang publik, khususnya bagi yang berkepentingan.
Pada era pemerintahan Jokowi sekarang, kata-kata mutiara dari Bung Karno kembali sering dikutip banyak orang. Untuk itu saya ingin ikut-ikutan juga, sekadar meramaikan wacana Pilkada 2018. Pada Pidato 1 Juni 1945 yang sangat monumental itu, selain mengintrodusir gagasan Pancasila, Bung Karno juga menyebut bahwa Kemerdekaan merupakan "jembatan emas” menuju kesejahteraan.
Cuma masalahnya sekarang, apakah benar masyarakat sudah sejahtera setelah 72 tahun kemerdekaan. Bila saya diminta menjawab pertanyaan ini, saya lebih baik diam atau meninggalkan arena diskusi. Sungguh pertanyaan yang teramat sulit. Saya memilih menjawab secara melingkar, bahwa jembatan emas imajinasi Bung Karno, masih dibutuhkan, dan bila perlu jembatan itu diperpanjang terus. Penanda zaman seperti reformasi, pemilu langsung, desentralisasi, otonomi daerah dan seterusnya, bisa dianggap sebagai perpanjangan dari jembatan emas, yang dulu pernah dibayangkan Bung Karno.
7 Fakta Pilkada 2017
Pilkada Jakarta menjadi salah satu pertempuran politik panas dalam era demokratisasi di tanah air. Pertarungan untuk memimpin kota berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa itu memicu ketegangan politik.
Gubernur petahana ini mengambil alih kepemimpinan Jakarta tahun 2014, setelah Joko Widodo memenangkan kursi kepresidenan.Di era reformasi, ia jadi gubernur Jakarta pertama beretnis Cina-beragama Kristen. Saat proses Pilkada berjalan, ia tersandung kasus dugaan penistaan agama. Komitmen Ahok termasuk penganggulangan banjir kronis, mengatasi kemacetan lalu lintas & meningkatkan kinerja birokrasi.
Foto: Reuters/Antara Foto/H. Mubarak
Dari militer ke politik: Agus H. Yudhoyono
Dia adalah putra tertua mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pensiun dari militer pada usia 38 tahun dan ingin menjadi gubernur. Dia didukung oleh Partai Demokrat dan beberapa partai-partai Islam. Kampanye Agus yang didampingi Sylviana Murni berfokus pada peningkatan kehidupan kaum miskin Jakarta dan berjanji menyokong dana tunai untuk keluarga berpenghasilan rendah.
Foto: Reuters/Antara Foto/R. Esnir
Calon akademisi: Anies Baswedan
Baswedan, 47, adalah mantan menteri pendidikan di pemerintah Joko Widodo.Dia didukung oleh Gerindra, partai yang dipimpin Prabowo Subianto. Kampanye Anies Baswedan dan pasangannya pengusaha Sandiaga Uno berfokus pada peningkatan pendidikan publik dan memerangi tingginya biaya hidup di ibukota.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
Proses voting di Jakarta
Hasil resmi pemungutan suara diperkirakan akan diumumkan 08-10 April 2017. Jika tidak ada kandidat mencapai suara mayoritas di babak pertama, maka dua kandidat yang mengamankan suara terbanyak akan kembali bersaing di putaran kedua. Kandidat yang tidak puas dengan hasil pemilu dapat membawa sengketa hasil pemungutan suara ke Mahkamah Konstitusi.
Foto: Reuters
Situasi khusus
Jika Ahok memenangkan pemilihan di Jakarta tapi divonis bersalah di pengadilan untuk kasus hukum dugaaan penistaan agama, maka ia masih diperbolehkan tetap menjabat sebagai gubernur selama proses banding masih berlangsung.
Foto: picture alliance / dpa
Fokus KPU: ancaman keras bagi politik uang
Dalam UU Pilkada diatur: "Setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada WNI untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, gunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara jadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam penjara antara 36-72 bulan dan denda Rp.200 juta- 1 milyar.
Foto: Reuters
Bukan hanya di Jakarta
7,1 juta orang terdaftar untuk memilih di Jakarta. Namun, pilkada bukan hanya diadakan di Jakarta. Pilkada serentak diikuti 101 daerah yang tersebar di 31 provinsi. Tujuh provinsi termasuk Jakarta akan memilih gubernur. Di 31 provinsi berlangsung pemilihan walikota dan bupati. Ed: ap/yf (rtr/kpu)
Foto: picture-alliance/dpa
7 foto1 | 7
Kehilangan daya tarik
Pilkada langsung sebagai buah dari semangat reformasi sebenarnya sudah kehilangan daya tariknya, salah satu alasannya karena begitu banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik produk pilkada. Kasus korupsi pejabat daerah yang sedang ditangani KPK, seandainya dibuat grafisnya, kita akan lelah membacanya, sebab daftar namanya sangat panjang. Apa yang terjadi pada Bupati Pamekasan baru-baru ini hanyalah puncak dari gunung es, pada kenyataannya akan lebih parah lagi.
Perhelatan pilkada selama ini mengingatkan kita kembali pada istilah filsuf Inggris, Thomas Hobbes, yakni homo homini lupus, bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain. Konsep Hobbes masih relevan, ketika kita menyaksikan para elite saling memangsa, saling sandera satu sama lain. Hobbes menulis itu berdasarkan kesaksian dia melihat fenomena di Inggris abad pertengahan, dengan kata lain dari segi peradaban kita juga telah tertinggal sangat jauh.
Wara Wiri Gubernur Petahana
Meski segudang prestasi, gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta banyak mendulang kontroversi. Ini sejumlah skandal yang digunakan musuh politiknya untuk menohok bekas Bupati Belitung Timur tersebut
Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Alangkara
Pro dan Kontra
Gayanya yang blak-blakan dan terbuka kerap memicu perang mulut dengan sejumlah politisi atau pejabat di Jakarta. Ahok yang mengincar kursi DKI 1 pada Pilkada 2017 harus menghadapi sejumlah skandal untuk bisa melanjutkan masa jabatannya. Mampukah musuh-musuh politiknya menjungkalkan Ahok?
Foto: picture-alliance/epa/B. Indahono
Singkat Kata Penistaan Agama
Berawal dari pidatonya di Pulau Seribu ihwal politisasi surat Al-Maidah 51, Ahok kini berseteru dengan kelompok Islam konservatif yang digalang FPI buat mencari keadilan di depan meja hijau. Polemik penistaan agama menjadi bola liar pada pilkada, lantaran dampaknya pada elektabilitas yang dinamis dan sulit diukur. Sidang kasus penodaan agama menjadi batu sandungan terbesar ahok menuju kursi DKI 1
Foto: Reuters/B. Indahono/Pool
Reklamasi Sarat Kontroversi
Simpang siur soal kewenangan pemberian izin reklamasi pantai utara Jakarta adalah batu sandungan terbesar buat Ahok jelang Pilkada 2017. Sang gubernur diyakini menyalahi aturan soal pemberian izin. Proyek raksasa tersebut akhirnya ditunda setelah pemerintah turun tangan. KPK menangkap anggota DPRD DKI Sanusi dan Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, atas dugaan kasus suap reklamasi.
Foto: Fotolia/aseph
Sumber Waras Tanah Bertulah
Berawal dari audit Badan Pemeriksa Keuangan, pembelian lahan di rumah sakit Sumber Waras memicu kontroversi karena diindikasikan sarat korupsi. Kasusnya hingga ditangani KPK. Negara ditengarai merugi sekitar 191 miliar Rupiah lantaran pembengkakan harga tanah. Tapi pemerintah daerah DKI meragukan keabsahan audit BPK karena dinilai menghitung harga tanah di jalan yang salah.
Foto: Gacad/AFP/Getty Images
Tumbang Luar Batang
Dengan rencana menata kampung Luar Batang dan Pasar Ikan di Jakarta Utara untuk dijadikan Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa, Ahok menggusur rumah penduduk yang berdiri di atas tanah ilegal. Penggusuran itu mendulang kritik karena dinilai merugikan kaum miskin. Pemda DKI berkilah telah menyediakan rumah susun yang lebih layak untuk penduduk Luar Batang.
Foto: Reuters/Beawiharta
Darah Kurban di Jalur Hijau
Menjelang hari raya Idul Adha ratusan massa Front Pembela Islam menyantroni Gedung DPRD DKI Jakarta. Mereka mengecam Ahok karena telah melarang penyembelihan dan penjualan hewan kurban. Pemda DKI sebaliknya mengatakan cuma menjalankan peraturan daerah yang melarang penjualan hewan kurban di jalur hijau.
Foto: Reuters/Darren Whiteside
Geger Kalijodo
Selama berpuluh tahun Kalijodo dibiarkan menjadi sarang prostitusi gelap. Ahok nekad menggusur kawasan tersebut untuk dijadikan jalur hijau. Langkah pemda DKI disambut gugatan di PTUN oleh sejumlah tokoh masyarakat Kalijodo. Ahok juga dikritik lantaran menyertakan 1000 tentara dan polisi untuk mengawal penggusuran. Kisruh langsung mereda setelah penggusuran berakhir.
Foto: Imago/Xinhua
Kisruh Bantar Gebang
Berawal dari keluhan DPRD Bekasi soal sampah Jakarta, kisruh seputar TPS Bantar Gebang kembali bergulir. Ahok sebaliknya menuding pengelola TPS, PT. Godang Tua wanprestasi. Hasilnya truk-truk sampah DKI dihadang massa tak dikenal. Ahok pun bentrok dengan DPRD. Kisruh berakhir setelah Presiden Joko Widodo turun tangan.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Anggaran Siluman
Akhir 2014 Ahok murka lantaran menemukan dana siluman sebesar 8,8 trilyun dalam rancangan APBD 2015 yang telah digodok DPRD DKI. Setelah coret sana-sini, APBD kembali diserahkan kepada parlemen untuk dibahas. Namun DPRD memilih berpolemik karena merasa tudingan Ahok soal adanya indikasi mafia anggaran tidak berdasar. APBD DKI akhirnya baru disahkan bulan Februari dengan menggunakan pagu ABPD 2014.
Foto: Imago
9 foto1 | 9
Dalam setiap pilkada dan pilpres, posisi rakyat hanya sekadar penggembira, sebagai obyek "serangan fajar” atau pembagian paket sembako, sebagai cara instan untuk mendulang suara. Dan rakyat rupanya semakin cerdas merespons fenomena ini, dengan menerima paket sembako serta insentif lainnya, dari parpol atau figur manapun, namun siapa yang benar-benar dipilih ditentukan di bilik suara. Penerimaan bingkisan seperti itu wajar diterima rakyat dengan suka cita, sebagai salah satu cara menyambung hidup.
Bila saat menjelang pilkada para elite daerah menjadi "serigala”, ketika kemenangan sudah diraih, dengan segala maaf, saya menyebut mereka tak ubahnya sebagai predator. Mereka dengan dingin memangsa alokasi anggaran yang seharusnya diproyeksikan bagi kesejahteraan rakyatnya. Kemudian ketika sudah memakai rompi oranye KPK, masih sempat-sempatnya mereka cengar-cengir di depan awak media, entah manusia macam apa ini.
Sungguh di luar perkiraan, ketika imajinasi jembatan emas yang dulu digagas Bung Karno sama sekali tidak terlihat jejaknya hari ini, meski sudah diperpanjang berkali-kali. Secara riil memang banyak jembatan yang telah ambrol sebelum waktunya, karena kualitas teramat buruk, itu karena sebagian (besar) anggaran pembangunannya menjadi "bancaan” pejabat derah.
Bila pilkada selama ini hanya menghasilkan pemimpin berkelas medioker, perhelatan lima tahunan sejatinya menjadi sangat membosankan. Pencerahan atau pengetahuan macam apa yang akan ditawarkan pada publik, bila hasilnya hanya serendah itu. Sebagai agenda berskala besar, nilainya masih jauh di bawah kegiatan budaya semacam Festival Lima Gunung (Magelang) atau Jember Fashion Carnival, yang sudah terbukti gaungnya.
Evolusi tipe pemimpin
Dengan kualitas pilkada seperti itu, tanpa capaian berarti, opsi yang bisa ditempuh adalah memotong satu generasi. Benar, generasi kepemimpinan produk pilkada anggap saja sebagai residu dari era reformasi. Secara alamiah mereka akan sirna.
Saya sendiri masih memiliki harapan pada generasi baru, yang biasa dikenal sebagai generasi milenial atau Generasi Y, mereka yang lahir pada tahun 1990-an dan sesudahnya. Waktu terus berganti, pada saatnya nanti, elite-elite politik yang sekarang masih berkuasa akan digantikan generasi baru, generasi yang tidak terlalu terpesona pada kekuasaan.
Kita boleh merasa tenang bila melihat persepsi generasi milenial tentang kekuasaan. Bagi generasi ini kekuasaan bukanlah sesuatu yang harus dipuja dan disembah, bahkan dari segi makna, posisi kekuasaan tidak lebih tinggi dari aktivitas lain seperti ketika membuat film dokumenter, diskusi buku, atau outbound.
Generasi inilah yang akan menjadi pemimpin Indonesia masa depan, yang tipenya sangat jauh dengan elite politik sekarang. Pemimpin Indonesia dua dekade ke depan bukanlah mereka yang tiap hari rajin sowan kiri-kanan sembari membawa sekadar "mahar” memohon dukungan petinggi partai. Generasi milenial yang kelak memimpin negeri, adalah mereka yang hari ini masih fokus di habitat masing-masing.
Memilih Pemimpin Jakarta
Tiada hari tanpa pemberitaan ‘panasnya pilkada Jakarta 2017‘. Berbagai pergolakan politik mewarnai proses pemilihan orang nomor satu di ibukota negara ini. Inilah serba-serbi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Husni
Tiga paslon Gubernur DKI Jakarta
Tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dalam pilkada DKI Jakarta 2017: Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dengan nomor urut 1, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat mendapat nomor urut 2. Adapun Anies Baswedan-Sandiaga Uno nomor urut 3.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Husni
Demi Jakarta yang lebih baik
Ketiga kandidat menunjukkan bahwa mereka ingin menjadikan ibukota negara menjadi kota yang nyaman dan aman bagi semua penduduknya, serta bebas dari masalah yang selama ini menghantui: banjir, macet, dll. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduk juga jadi tolak ukur.
Foto: Roxana Duerr
Penuh pertikaian dalam pertarungan
Namun, pertarungan dalam memilih pemimpin DKI Jakarta 2017 penuh dengan perseteruan. Aksi saling gempur buzzer yang kadang mengarah pada kampanye hitam, peredaran berita bohong, saling tuding dan berbagai kekisruhan lainnya. Hiruk pikuk jelang pemilihan kepala daerah itu seolah menenggelamkan seratusan wilayah lainnya yang juga akan menggelar pilkada pada tahun 2017.
Foto: Reuters/K. Pempel
Kepentingan siapa?
Kubu petahana bertarung dengan kubu lainnya, Dalam politik, memang ada prinsip tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Yang ada adalah kepentingan. Namun benarkah kepentingan ini adalah kepentingan rakyat?
Foto: AFP/Getty Images/Bay Ismoyo
Calon kontroversial
Jelang pilkada, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang merupakan keturunan Tionghoa dan bukan Muslim, tersandung kasus dugaan penistaan agama. Proses hukum terus berlangsung hingga pilkada digelar. Iapun banyak dikritik atas kasus penggusuran.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Demonstrasi besar
Aksi demonstrasi besar sehubungan dengan kasus dugaan penistaan agama, berlangsung pada akhir tahun 2016 di Jakarta dalam aksi yang disebut #412 dan #212. Para pemrotes yang ingin agar Ahok ditangkap, bukan hanya datang dari Jakarta, namun juga wilayah-wilayah lain.
Foto: picture-alliance/AP Photo/T. Syuflana
Calon putra mantan penguasa
Agus Harimurti Yudhoyono dikenal sebagai perwira muda cemerlang. Kakek dan ayahnya, Presiden Susilo Bambang Yudoyono-- jenderal yang sangat terkenal. Pilihan Agus untuk pensiun dini adalah proses politik yang masih terus bergulir. Namun dukungan ayahnya, kerap malah jadi ‘bumerang‘ dalam pencalonan Agus. Masyarakat masih harus menunggu bagaimana performa Agus di medan politik.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mantan menteri yang kontroversial
Anies Baswedan membawa karakter-karakter kebalikan dari petahana. Mantan menteri pendidikan dan wakilnya Sandiaga Uno, mengaku banyak menemui tokoh nasional di selama masa kampanye. Namun pertemuan pria yang dulu dikenal amat moderat dengan Front Pembela Islam (FPI) memicu kekecewaan sebagian kalangan. Debat paslon memberi ruang bagi publik melihat kualitas calon yang mereka pilih.
Foto: Reuters/M. Agung Rajasa
Perang hukum dan medsos
Berkaitan dengan situasi jelang Pilkada DKI, perang hukum diwarnai aksi saling lapor ke kepolisian. Mulai dari laporan terhadap Ahok atas dugaan penistaan agama diikuti laporan terhadap ketua FPI, Rizieq Shibab untuk pelbagai kasus. Sementara itu, medsos pun ramai berkomentar setiap kali isu Pilkada mengemuka, apalagi jika menyangkut FPI yang dikenal berseberangan dan paslon petahana. (ap)
Foto: picture-alliance/dpa/B.Indahono
9 foto1 | 9
Zona nyaman
Calon pemimpin itu bisa ditemukan di segala lini. Bisa jadi dia seorang pemuda yang hari ini masih menjadi petani kopi arabica di dataran tinggi Flores, sementara kandidat lain adalah anak muda pelaku bisnis start up, atau mereka yang bekerja dalam profesi yang sama sekali di luar nalar kita, semisal sebagai montir sepeda. Sekadar ilustrasi bisa disebutkan di sini, orang muda seperti Gibran Rakabuming Raka, bila kelak terpilih menjadi pejabat publik, bukan karena dia anak seorang Presiden (Jokowi), tapi karena kerja keras dia dalam mengembangkan bisnis kulinernya.
Bila generasi milineal terkesan biasa-biasa saja dalam merespons pilkada, tentu bisa dimengerti, mereka telah berada di zona nyaman pada aktivitas masing-masing. Namun kita tidak perlu khawatir, pada saatnya nanti sosok yang paling cerdas atau unggul di antara mereka akan melesat. Mereka tidak perlu lagi memburu kekuasaan, dengan modal kecerdasan yang berpendar, justru kekuasaan yang akan menghampiri mereka.
Penulis:
Aris Santoso, sejak lama dikenal sebagai pengamat sosial dan militer. Kini bekerja sebagai editor buku paruh waktu.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis
Menemani Ahok
Tanpa latar belakang politik, anak-anak muda ini nekad menemani Ahok maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta, demi mewujudkan Jakarta baru yang lebih bersih, maju dan, manusiawi.
Foto: TemanAhok/Singgih Widiyastono
Masih sangat muda
Pendiri perkumpulan ini berjumlah lima orang, berusia 23-25 tahun, yaitu Amalia Ayuningtyas, Singgih Widiyastono, Aditya Yogi Prabowo, Muhammad Fathony, dan Richard Haris Purwasaputra.
Foto: Singgih Widiyastono
Mulanya jadi relawan Jakarta Baru
Pendiri Teman Ahok merupakan sekumpulan anak muda yang bertekad mengusung dan memenangkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta periode kedua. Mereka saling berkenalan sejak tahun 2012 saat menjadi relawan Jakarta Baru.
Foto: Singgih Widiyastono
Mulanya jadi relawan Jakarta Baru
Pendiri Teman Ahok merupakan sekumpulan anak muda yang bertekad mengusung dan memenangkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta periode kedua. Mereka saling berkenalan sejak tahun 2012 saat menjadi relawan Jakarta Baru.
Foto: Singgih Widiyastono
Baru lulus kuliah
Seorang perempuan pendiri Teman Ahok, bernama Amalia. Ia baru saja lulus S-1 di Universitas Indonesia jurusan Fakultas Ilmu Komunikasi. Sedangkan Richard baru saja lulus dari Universitas Negeri Jakarta.
Foto: Singgih Widiyastono
Menemani Ahok
Ahok sempat pesimistis dapat maju melalui jalur independen. Ahok menyebut, dirinya bisa saja tidak ikut bertarung di Pilkada, jika tidak dilirik oleh parpol. Namun anak-anak muda ini menyemangatinya tanpa lelah
Foto: Singgih Widiyastono
Gerilya
Gerilya mengumpuulkan KTP demi KTP sebagai persyaratan pengajuan calon gubernur, anak-anak muda ini bekerja tanpa lelah, demi mencapai tujuan awal mereka mewujudkan Jakarta baru yang lebih bersih, maju dan, manusiawi.