Di forum keamanan di Singapura, Menhan Cina mengatakan tentaranya “secara paksa” akan hentikan “kemerdekaan Taiwan”. Taiwan mengecam komentar itu, menyebutnya “provokatif dan tidak rasional.”
Iklan
Menteri Pertahanan (Menhan) Cina Dong Jun mengatakan pada Minggu (02/06) bahwa bagi siapa saja yang mencoba untuk memisahkan Taiwan dari Cina akan "dihancurkan dan mengakibatkan kehancuran mereka sendiri," lapor lembaga penyiaran pemerintah Cina, CCTV.
Pernyataan Dong Jun pada konferensi keamanan Dialog Shangri-La di Singapura ini terlontarkan seminggu setelah Cina mengadakan latihan militer di sekitar Taiwan, pulau yang diklaim Cina sebagai miliknya, yang terlihat sebagai upaya mengintimidasi.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Dong bertekad mencegah kemerdekaan Taiwan
Dong bertekad bahwa Tentara Pembebasan Rakyat Cina akan bertindak "dengan tegas dan keras" demi mencegah "kemerdekaan Taiwan," kata lembaga penyiaran CCTV.
Menhan Cina itu juga menuduh Partai Progresif Demokratik yang berkuasa di Taiwan, telah mengupayakan gerakan separatisme selangkah demi selangkah sambil melemahkan identitas Cina di pulau itu.
"Para separatis itu baru-baru ini membuat pernyataan fanatik yang menunjukkan pengkhianatan mereka terhadap bangsa Cina dan leluhur mereka. Mereka akan dipaku pada pilar rasa malu di dalam sejarah," kata Dong.
Dalam pernyataan yang tampaknya merujuk secara tidak langsung kepada Amerika Serikat (AS) yang menjual senjatanya ke Taiwan, Dong juga mengatakan bahwa kekuatan asing "menyemangati separatis Taiwan” dan melemahkan prinsip "Satu Cina", dengan "taktik memotong daging asap" atau yang dikenal dengan strategi memecah belah lewat ancaman dan persekutuan yang dilakukan untuk menjatuhkan lawan.
Hal ini termasuk dengan menjual senjata ke Taiwan dan mempertahankan hubungan resmi dengan Taiwan, jelas Dong, dengan tujuan menggunakan Taiwan untuk mengendalikan Cina.
Dong mengatakan bahwa Cina berkomitmen untuk melakukan reunifikasi secara damai, tetapi kemungkinan ini akan digagalkan oleh "pasukan kemerdekaan Taiwan."
Iklan
Taiwan mengutuk pernyataan itu "provokatif dan tidak rasional"
Taiwan menanggapi pernyataan Dong itu dengan mengatakan bahwa pihaknya sangat menyesalkan komentar itu, yang disebutnya "provokatif dan tidak rasional".
The Mainland Affairs Council (MAC), dewan yang bertanggung jawab atas kebijakan Taiwan terhadap Cina, menegaskan bahwa Republik Rakyat Cina tidak pernah memerintah pulau itu.
Dewan itu juga menuduh Cina telah berulang kali mengancam Taiwan dengan kekerasan di berbagai acara internasional, yang disebut dewan itu sebagai pelanggaran terhadap piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menengok Kamp Pelatihan Unit Angkatan Laut Paling Elit Taiwan
Diterima di unit elit Pengintaian dan Patroli Amfibi Taiwan (ARP) sama sulitnya dengan menjadi pasukan SEAL Angkatan Laut Amerika Serikat. Para kandidat harus lolos ujian dan pelatihan berat selama beberapa pekan.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Tangguh seperti pasak baja
Program pelatihan bagi mereka yang ingin bergabung dengan unit angkatan laut elit Taiwan berlangsung selama 10 minggu. Tahun ini, 31 peserta lolos tes untuk mengikuti program ini, tetapi hanya 15 orang yang akan diterima. Di pangkalan angkatan laut Zuoying di Taiwan selatan, tubuh dan jiwa benar-benar diuji — satu latihan mengharuskan peserta tidur di atas beton yang dingin.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Disiram air dingin
Setelah menghabiskan sepanjang hari di laut, peserta pelatihan disiram dengan air dingin. Lelah dan gemetar, mereka berdiri di dermaga. Tujuan dari kamp pelatihan ini adalah untuk menempa para peserta mengembangkan kemauan yang kuat. Tidak peduli seberapa sulit misi mereka, kesetiaan terhadap rekan-rekan mereka, dan angkatan laut harus teguh.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Latihan berat di pantai
Yu Guang-Cang ikut dalam latihan di pantai. Sepintas terlihat seperti latihan senam bis. Namun, sebetulnya peserta melakukan latihan berat, mulai dari "long march" hingga berjam-jam dan latihan di dalam air. Instruktur mereka memiliki reputasi sebagai orang yang tegas tanpa kompromi. Waktu istirahat pendek dan jarang. Sering kali hanya ada waktu untuk minum seteguk dan ke toilet.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Cat perang
Seorang peserta pelatihan berjuang melawan kelelahan saat dia diolesi cat kamuflase. Semua peserta ikut secara sukarela. Kebanyakan ingin menguji coba batas ketangguhannya. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mensimulasikan tantangan berat perang. Komandan angkatan laut mengharapkan, para peserta dapat difungsikan ketika keadaan menjadi sangat gawat.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Hanya semangat baja yang lulus
Para kandidat menghabiskan sebagian besar waktu mereka di laut atau kolam renang. Mereka harus belajar menahan napas untuk waktu yang cukup lama, berenang dengan peralatan tempur lengkap, dan menyerbu pantai dari laut. Sering kali untuk aksinya kaki dan tangan mereka diikat. Latihan ini bukan untuk mereka yang cengeng.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Mendekati batas peregangan
Para peserta tidak hanya harus lulus tes kekuatan dan daya tahan, mereka juga menghadapi beberapa latihan peregangan ekstrem. Ou Zhi-Xuan yang berusia 25 tahun menangis kesakitan saat dia diregangkan mendekati batas kelenturan. Jika ada yang melawan instruktur saat berada di bawah tekanan berat, mereka segera dikeluarkan dari program ARP.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Dihina dan dilecehkan
Tentu saja, para kandidat harus berlatih sambil mengenakan perlengkapan tempur. Mereka harus menghadapi semburan pelecehan dan penghinaan dari instruktur unit elit angkatan laut. Pesrta mendapat istirahat satu jam setiap enam jam. Selama waktu ini, mereka harus makan, biasanya bawang putih untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, mendapatkan bantuan medis, pergi ke toilet, dan tidur.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Jalan berbatu menuju surga
Latihan terakhir disebut "jalan menuju surga." Peserta pelatihan harus mengatasi rintangan yang unik. Mereka dipaksa untuk merangkak, praktis telanjang, di jalan berbatu, dan melakukan push-up, meskipun mereka sudah lelah dari minggu-minggu sebelumnya. "Saya tidak takut mati," kata salah satu peserta pelatihan, Fu Yu, 30 tahun.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Diberi selamat dengan bunyi lonceng
Xu De-Yu menandai akhir dari kamp pelatihan ARP dengan membunyikan lonceng. Dia adalah salah satu yang "beruntung" lulus ujian. "Tentu saja, kami sama sekali tidak akan memaksa siapa pun, semua orang ada di sini secara sukarela," tegas instruktur Chen Shou-lih, 26. Pesannya kepada para peserta: "Kami tidak akan menyambut Anda bergabung begitu saja, hanya karena Anda ingin datang." (rs/as)
Foto: ANN WANG/REUTERS
9 foto1 | 9
"Ini adalah fakta obyektif bahwa kedua belah pihak di Selat Taiwan tidak saling tunduk satu sama lain, dan itu juga merupakan status quo di selat itu," ungkap dewan tersebut.
Meski Cina menganggap Taiwan sebagai bagian dari negaranya, pulau ini telah memiliki pemerintahan yang merdeka sejak 1949, saat Chiang Kai-Shek mengungsikan pemerintahan Nasionalisnya ke pulau tersebut, setelah dikalahkan oleh Komunis dalam perang saudara.
Ketegangan kerap meningkat di Selat Taiwan, sejak Presiden Lai Ching-te yang disebut Beijing sebagai "separatis", mengambil alih kekuasaan pada 20 Mei lalu. Lai menyampaikan pidato pelantikannya, seraya mendesak Beijing untuk menghentikan tindakan politik dan militer mereka yang mengintimidasi.