Belakangan ini kubu oposisi gencar menggunakan isu serbuan tenaga kerja asing dari Cina untuk menekan pemerintah. Apakah Anda setuju kehadiran mereka? Simak opini Rahadian Rundjan.
Iklan
"Satu sifat bangsa Cina yang selalu mengagumkan saya, ialah sifat optimistis dalam marabahaya dan tak malu-malu mengerjakan pekerjaan halal buat mendapatkan penghidupan. Sifat baik itu nyata buat saya di Tiongkok sendiri dan nyata pula di dalam kegentingan hidup bangsa Cina di Malaya,” tulis Tan Malaka dalam autobiografinya, Dari Penjara ke Penjara.
Kata-kata tokoh komunis Indonesia yang paling tersohor itu merujuk pada seorang koleganya yang ia beri nama inisial L.Y., seorang Cina berpendidikan tinggi asal Singapura yang menemani dirinya mengungsi lewat laut ke Penang, lalu Medan, ketika tentara Jepang menyerbu Singapura pada tahun 1942. Tan Malaka kagum, karena L.Y. yang dikatakannya memiliki modal ijazah untuk mengajar di universitas-universitas Inggris di Malaya itu tidak segan-segan untuk membuka perusahaan tao-hu (tahu) kecil-kecilan dan menjualnya di pinggir jalan untuk menyambung hidup, di negeri yang asing.
"Banyak intelektual Cina lainnya yang berbuat semacam itu pula. "Singsingkan lengan baju” demikianlah slogan mereka. Baik juga sifat ini diperhatikan pula oleh "intelektual” kita,” tambah Tan Malaka dengan kata-kata bernada agak menyentil orang-orang Indonesia yang kerap pasrah kala berada dalam masa-masa sulit.
Laporan pandangan mata Tan Malaka itu hanyalah sebuah kisah kecil namun menegaskan, yang diperkuat dengan fakta sejarah, bahwa setiap orang dapat mencari penghidupan di tanah Indonesia yang asing dengan keuletannya; sebuah insting ekonomi-humanis yang bagi saya sulit untuk benar-benar diadili dengan label-label benar atau salah.
Lantas, dengan semakin besarnya fenomena tenaga kerja asing di Indonesia kontemporer ini, rasanya pemahaman historis mengenai topik tersebut perlu diangkat kembali.
Era Kolonial Sampai Merdeka
Belakangan ini kubu oposisi gencar menggunakan isu serbuan tenaga kerja asing dari Cina untuk menekan pemerintah. Angkanya pun fantastis, kabarnya 10 juta orang sudah masuk ke Indonesia dan mayoritas datang sebagai pekerja-pekerja kasar di pabrik-pabrik. Sontak, inspeksi mendadak dan sweeping pun dilakukan aparat dan para pekerja lokal di berbagai wilayah, seperti misalnya yang terakhir terjadi di Sulawesi Tenggara.
Memberdayakan jasa asing adalah kebijakan pragmatis. Di satu sisi, pemerintah membutuhkan sumber daya manusia berkualitas tinggi secepatnya, yang harus diakui lebih banyak tersedia dari luar negeri, namun hal itu juga harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Lantas, apakah fenomena tenaga kerja asing adalah hal baru di Indonesia?
Sejarah memperlihatkan bagaimana orang-orang asing dan keahliannya membentuk Indonesia di masa lalu, setidaknya sejak kedatangan bangsa-bangsa Barat. Perusahaan Dagang Hindia Timur (VOC) adalah perusahaan multinasional pertama yang mempekerjakan begitu banyak orang-orang asing non-Belanda, selain orang-orang Belanda, dalam struktur kepegawaiannya. Sebagian dari mereka datang dari Jerman untuk bekerja sebagai pedagang atau tentara VOC, seawal-awalnya pada paruh pertama abad ke-17. Banyak dari mereka sukses dan kembali ke Eropa dengan pundi-pundi kekayaan.
Geger Pacinan: Sejarah Kelam Batavia 1740
Tumpahnya darah etnis Tionghoa di Batavia tahun 1740 menjadi bagian sejarah kelam ibukota metropolitan yang gemerlap ini.
Foto: Public Domain
Membangun Batavia
Awal abad ke-17, Belanda membutuhkan bantuan dalam pembangunan kota pesisir di Hinda Belanda. Kaum migran Tionghoa bekerja sebagai tukang bangunan, buruh pabrik gula dan berdagang. Sebagian tinggal di dalam tembok Batavia, sisanya di luar tembok. Beberapa di antara mereka menjadi kaya karena berdagang, namun tidak sedikit yang miskin dan dimanfaatkan oleh VOC.
Foto: Public Domain
Merosotnya pendapatan VOC
Awal awad ke 17, Kamar Dagang VOC kalah bersaing dengan maskapai dagang Inggris, Britisch East India Company. Alhasil VOC pusat menekan VOC Hindia Belanda untuk menaikkan pendapatan. Meningkatnya imigran Tionghoa yang masuk ke Batavia bukan lagi dianggap bantuan, melainkan ancaman. Tahun 1719, jumlah etnis Tionghoa lebih dari 7500 jiwa, sementara tahun 1739 melonjak jadi lebih dari 10 ribu.
Foto: public domain
Gula dunia merosot
Di pasar dunia, harga gula yang menjadi andalan VOC menurun, akibat banyaknya ekspor gula ke Eropa. Hal ini menyebabkan pabrik gula di Hindia Belanda terus merugi. Angka pengangguran termasuk para buruh gula Tionghoa di Batavia pun meningkat.
Foto: public domain
Aturan izin tinggal diperketat
Gubernur Jendral Hindia Belanda saat itu Adriaan Valckeneir memberlakukan aturan izin tinggal yang ketat. Ancamannya: penjara, denda atau di deportasi. Para etnis Tionghoa kaya merasa diperas. Semenatara itu isu berkembang, jika aturan izin tinggal tak dipenuhi, para buruh dan pengangguranTionghoa dikirim ke Zeylan (Sri Lanka). Etnis Tionghoa didera kecemasan.
Foto: Public Domain
Korupsi merajalela
Sementara kaum Tionghoa terdiskriminasi oleh pembatasan itu, oknum pejabat diduga memanfaatkan aturan untuk meraup duit ke kocek mereka sendiri. Situasi itu menciptakan rasa frustrasi yang berlanjut dengan perlawanan terhadap VOC. Perlawanan terjadi tanggal 7 Oktober 1740. Ratusan etnis Tionghoa menyerbu pabrik gula, pos-pos keamanan VOC, disusul serangan ke Benteng Batavia keesokan harinya.
Foto: Public Domain
Konflik internal di Dewan Hindia
Kebijakan pembatasan etnis Tionghoa sebenarnya ditentang keras oleh beberapa kalangan lain di Dewan Hindia, misalnya mantan gubernur Zeylan, Gustaaf Willem baron van Imhoff, yang datang kembali ke Batavia tahun 1738. Namun Valckeneir tetap mengambil tindakan tegas dan mematikan dalam mengatasi kerusuhan di bawah otoritasnya.
Foto: Public Domain
Pecah pemberontakan
Situasi itu menciptakan rasa frustrasi yang berlanjut dengan perlawanan terhadap VOC. Perlawanan memuncak pada tanggal 7 Oktober 1740. Ratusan etnis Tionghoa menyerbu pabrik gul, pos-pos keamanan VOC, disusul serangan ke Benteng Batavia kesokan harinya.
Foto: Public Domain
Pembumihangusan rumah kaum Tionghoa
9 Oktober 1740, tentara VOC mengatasi pemberontakan, berbalik mengejar pemberontak. Rumah-rumah & pasar warga Tionghoa dibumihanguskan. Ratusan warga Tionghoa lari ke kali, diburu & dibantai tanpa ampun. Kali Angke & Kali Besar banjir darah. Razia etnis Tionghoa berlanjut. Bahkan Dewan Hindia menjanjikan hadiah per kepala etnis Tionghoa yang dipancung. Hal itu memancing etnis lain ikut memburu.
Foto: Public Domain
Gustaaf Willem van Imhoff gantikan van Valkeneir
Diperkirakan hanya sekitar 600 hingga 3000 etnis Tionghoa yang selamat akibat insiden itu. Valckeneir ditarik kembali ke Belanda dan tahun 1742 ia digantikan Gustaaf Willem Imhoff yang berhasil meyakinkan pemegang saham utama VOC, bahwa Valckenier yang memicu pembantaian di Batavia.
Foto: Public Domain
9 foto1 | 9
Jika sesama bangsa Eropa ditempatkan dalam struktur yang bergengsi, maka untuk sektor pekerjaan kasar VOC lebih memilih untuk mendatangkan buruh-buruh dari China. Gubernur Jenderal VOC ke-4, Jan Pieterzoon Coen, lebih mempercayakan orang-orang Cina untuk membangun perekonomian Batavia karena mereka dianggap ulet dan rajin, daripada orang-orang pribumi yang pemalas, sulit diatur, dan cenderung memusuhi pedagang asing.
Maka, lahirlah gelombang besar kedatangan orang-orang Cina dengan dorongan ekonomi, setelah sebelumnya mereka datang untuk misi militer (invasi Mongol-Cina ke Jawa, 1293) dan diplomatik (ekspedisi Cheng Ho, 1405-1430). Tidak hanya menjadi kelompok dagang perantara bagi Belanda dan masyarakat pribumi, orang-orang Cina juga mulai dipekerjakan sebagai kuli.
Geger Pecinan 1740 yang menyebabkan terbunuhnya 10.000 Cina Batavia, dengan kecemburuan sosial ekonomi Cina-Belanda sebagai salah satu faktornya, rupanya tidak menyurutkan para pembesar lokal di Nusantara untuk menggunakan jasa pekerja Cina. Pertambangan emas Sambas dan timah Bangka Belitung diserbu oleh kuli-kuli kontrak Cina selama abad ke-18 dan 19. Di Jawa, kantong-kantong pecinan di kota-kota besar pun ikut meramaikan perekonomian.
Ketika tanam paksa berakhir dan modal asing membuat lahan-lahan perkebunan baru dibuka di Sumatra pada paruh akhir abad ke-19, kuli-kuli Cina kembali menyerbu. Salah satunya perkebunan tembakau Deli, Sumatra Timur. Pada akhirnya, ratusan ribu kuli Cina datang ke Sumatra selama periode 1888 hingga 1931, sebelum digantikan oleh kuli-kuli dari Jawa akibat ongkos kuli-kuli Cina yang kian mahal.
Masa awal kemerdekaan meninggalkan lubang besar dalam dunia kerja di Indonesia. Ahli-ahli Belanda seperti, insinyur, teknisi, administrator, dan lain-lain, berangsur-angsur meninggalkan Indonesia akibat sentimen anti-Belanda yang menggelora. Perekrutan tenaga kerja asing spesialis menjadi solusi, seperti yang dilakukan Pusat Urusan Tenaga Ahli Bangsa Asing (PUTABA), lembaga pemerintah yang berhasil merekrut beberapa ratus ahli asing dari Eropa pada 1952.
Sebagian pekerja asing ini juga bekerja pada pemerintah. Seperti Herbert Feith, Indonesianis ternama asal Australia, yang sempat mengecap pengalaman sebagai pegawai negeri sipil di Departemen Penerangan selama kurun 1951-1952. K'Tut Tantri alias Muriel Stuart Walker, perempuan Skotlandia-Amerika yang sempat membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan siaran-siaran radionya selama masa Perang Surabaya, juga sempat bekerja di departemen yang sama.
Sukarno juga menyerukan proses transfer keahlian dan teknologi dari bangsa-bangsa asing kepada bangsa Indonesia sebagai elemen penting pembangunan. Proyek-proyek infrastruktur besar pun mulai dikerjakan oleh ahli-ahli asing, seperti pembangunan bendungan Jatiluhur di Purwakarta pada medio 1950-an oleh kontraktor Prancis dan renovasi bandara Tuban (kini Ngurah Rai) di Bali pada medio 1960-an yang dikerjakan oleh insinyur-insinyur Jerman.
Sedangkan di masa Suharto, seiring dengan perluasan perizinan modal asing, pekerja-pekerja asing berkerah putih pun menyerbu Indonesia dengan investasi-investasinya dan menyokong politik ekonomi pembangunan Orde Baru.
Negara Terbaik Untuk Memulai Karir
Usia di bawah 35, lulusan universitas, kuasai beberapa bahasa asing dan ingin berkarir internasional? Inilah 7 negara terbaik untuk memulai pekerjaan yang menjanjikan karir tinggi. Tiga diantaranya berada di Asia.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Spata
7. Korea Selatan
Lapangan kerja atraktif terutama di bidang industri otomotif, elektronik dan teknologi tinggi lainnya. Samsung pada 2015 masih merajai penjualan barang elektronika global. Pabrik otomotif Hyundai dan KIA juga meraih omset besar. Warga Korea Selatan kini juga bersikap terbuka pada orang asing. (Foto: kawasan Gangnam)
Foto: Getty Images
6. Jepang
Walau dominasinya mulai terkalahkan Cina, sektor industri otomotif, elektronika dan teknologi tinggi masih atraktif bagi profesional pemula. Toyota dan SONY masih merajai penjualan dimana-mana. Memulai karir di Jepang dituntut disiplin tinggi dan jam kerja panjang. Tapi pekerja juga bisa menikmati filosofii, seni serta budaya berkualitas tinggi yang terintegrasi dalam dunia kerja.
Foto: Reuters/T. Peter
5. Kanada
Survei menunjukkan pasar kerja di Kanada paling menyenangkan. Lapangan kerja terutama di industri komputer dan sistem informasi. Angka pengangguran di negara Amerika Utara ini amat rendah. Asuransi tenaga kerja maupun dana tunjangan pengangguran menunjukkan surplus pada 2015.
Foto: Reuters/Mark Blinch
4. Inggris
Pasar bursa di London merupakan pusat koneksi internasional yang atraktif. Bisnis dari Inggris bisa dilakukan secara bagus dari Inggris. Lapangan kerja terbaik dengan gaji dan mobilitas karir internasional menjanjikan adalah manajer pemasaran.
Foto: picture alliance / D. Kalker
3. Amerika Serikat
Kunci utama pembuka lapangan kerja di negara paman Sam adalah pendidikan tinggi berkualitas. Lapangan kerja banyak tersedia di bisnis kecil dan menengah. Jika ingin meraih karir internasional harus mulai di industri komputer dan informatika, Google, Microsoft, Apple, Facebook bermarkas di AS, serta dalam sistem pelayanan kesehatan
Foto: picture alliance / dpa
2. Jerman
Lapangan kerja unggulan ada di bidang industri otomotif dan teknologi. BMW, Mercedes, VW, Porsche masih jadi mobil favorit sedunia. Upah minimal di Jerman paling tinggi se Eropa sementara angka pengangguran adalah yang paling rendah. Persyaratan untuk masuk lapangan kerja di Jerman adalah lulus pendidikan dan pelatihan yang diakui dunia industri di negeri ini.
Foto: AP
1. Cina
Sejumlah lembaga pemeringkat kerja, masih menempatkan Cina sebagai negara pemuncak dalam ranking negara top untuk memulai karir. Walau mengalami pelambatan, konjunktur ekonominya masih tetap melaju. Mengawali karir di perusahaan multinasional atau BUMN Cina bisa membuka cakrawala ke masa depan. Mayoritas profesional muda di bawah 35 tahun menilai Cina sebagai negara enterpreuner terbaik.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Spata
7 foto1 | 7
Kuota dan Kontrol
Sesungguhnya tidak ada yang salah jika pemerintah Indonesia ingin menggunakan jasa tenaga kerja asing, asalkan keberadaan mereka berada dalam koridor hukum yang sesuai dan terkontrol. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing yang terlihat memudahkan orang asing untuk bekerja di Indonesia perlu dikawal dengan seksama. Aturan-aturan seperti pelarangan pekerja kasar asing, kewajiban berbahasa Indonesia bagi pekerja-pekerja asing, dan efeknya akan terbukanya kuota lapangan kerja bagi pekerja-pekerja lokal harus terwujud.
Tidak hanya itu, para pekerja Indonesia juga harus menyadari bahwa di masa global ini, ketika batas-batas negara pudar dan kualitas keahlian kerja seseorang cenderung diutamakan di mata para pemberi kerja daripada sentimen-sentimen kebangsaan, maka mereka juga perlu mengasah keahlian agar dapat bersaing dengan siapapun dan dimanapun.
Menariknya, meskipun sejak dahulu orang-orang Indonesia menggerutui kehadiran tenaga kerja asing, hal itu nampaknya tidak mendorong mental bersaing kita menggelora. Buktinya, sebagian kelompok politik dapat dengan mudahnya menggunakan isu ini untuk meluapkan kekesalan massa yang pada dasarnya cenderung malas bersaing. Agaknya, himbauan Tan Malaka berpuluh-puluh tahun lampau itu masih relevan.
@RahadianRundjan
Esais, kolumnis, penulis dan peneliti sejarah
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis
*Silakan berbagi komentar pada kolom di bawah ini. Terima kasih.
Tujuh Negara Tujuan Favorit TKI
Sebanyak lebih dari 6 juta tenaga kerja Indonesia saat ini bekerja di 146 negara di seluruh dunia. Tujuh di antaranya adalah negara yang paling banyak mempekerjakan buruh asal Indonesia.
Foto: Getty Images
#1. Malaysia
Dari tahun ke tahun Malaysia menjadi tujuan utama tenaga kerja asal Indonesia. Menurut data BNP2TKI, sejak tahun 2012 sudah lebih dari setengah juta buruh migran melamar kerja di negeri jiran itu. Tidak heran jika remitansi asal Malaysia juga termasuk yang paling tinggi. Selama tahun 2015, TKI di Malaysia mengirimkan uang sebesar dua miliar Dollar AS kepada keluarga di Indonesia.
Lebih dari 320.000 buruh Indonesia diterima kerja di Taiwan sejak tahun 2012. Lantaran Taiwan membatasi masa kerja buruh asing maksimal 3 tahun, kebanyakan TKI mendarat di sektor formal. Tahun lalu TKI Indonesia yang bekerja di Taiwan menghasilkan dana remitansi terbesar ketiga di dunia, yakni 821 juta Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Chang
#3. Arab Saudi
Sejak 2011 Indonesia berlakukan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah, terutama Arab Saudi. Namun larangan itu cuma berlaku buat sektor informal seperti pembantu rumah tangga. Sementara untuk sektor formal, Indonesia masih mengrimkan sekitar 150 ribu tenaga kerja ke Arab Saudi sejak tahun 2012. Dana yang mereka bawa pulang adalah yang tertinggi, yakni sekitar 2,5 miliar Dollar AS tahun 2015
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham
#4. Hong Kong
Sedikitnya 137 ribu TKI asal Indonesia diterima bekerja di Hongkong sejak 2012. Uang kiriman mereka pun termasuk yang paling besar, yakni sekitar 673,6 juta Dollar AS. Kendati bekerja di negara makmur dan modern, tidak sedikit TKI yang mengeluhkan buruknya kondisi kerja. Tahun 2014 silam ribuan TKW berunjuk rasa di Hong Kong setelah seorang buruh bernama Erwiana dianiaya oleh majikannya.
Foto: Getty Images/AFP/P. Lopez
#5. Singapura
Menurut BNP2TKI, sebagian besar buruh Indonesia di Singapura bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga. Sejak 2012 sebanyak 130 ribu TKI telah ditempatkan di negeri pulau tersebut. Tahun 2015 saja tenaga kerja Indonesia di Singapura mengirimkan duit remitansi sebesar 275 juta Dollar AS ke tanah air.
Foto: Getty Images
#6. Uni Emirat Arab
Lebih dari 100 ribu tenaga kerja Indonesia ditempatkan di Uni Emirat Arab sejak tahun 2012. Dana remitansi yang mereka hasilkan pun tak sedikit, yakni 308 juta Dollar AS pada tahun 2015.
Foto: picture-alliance/dpa
#7. Qatar
Lantaran moratorium, pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah banyak menurun. Qatar yang tahun 2012 masih menerima lebih dari 20 ribu TKI, tahun 2015 jumlahnya cuma berkisar 2400 tenaga kerja. Sejak 2012 sedikitnya 46 ribu buruh Indonesia bekerja di negeri kecil di tepi Arab Saudi itu. Hampir 100 juta Dollar AS dibawa pulang oleh TKI Indonesia tahun 2015 silam.