Nasib kaum LGBT menjadi parameter situasi Hak Azasi Manusia di Indonesia. Kuatnya pengaruh kelompok intoleran perlahan memupus wajah plural kaum beragama di tanah air. Yogyakarta menjadi contoh pahit.
Iklan
Hingga beberapa bulan silam pesantren Al-Fatah menjadi simbol toleransi Indonesia. Selama bertahun-tahun lembaga pendidikan tersebut mencatatkan diri sebagai satu-satunya pesantren khusus untuk kaum transgender di dunia. Tapi sejak gelombang antipati terhadap kaum LGBT menguat beberapa waktu silam, pesantren tersebut dipaksa tutup oleh kelompok radikal.
Kendati begitu sekelompok kecil mantan santri al-Fatah diam-diam masih berkumpul di sekolah tersebut untuk belajar ilmu agama. "Kami ingin membuktikan bahwa Islam menerima kaum transgender, bahwa Islam merupakah rahmat untuk semua manusia," ujar Shinta Ratri kepada AFP.
"Sayangnya dalam beberapa tahun terakhir kelompok-kelompok intoleran berhasil memaksakan keyakinan mereka kepada penduduk," ujar Agnes Dwi Rusjiyati, seorang koordinator untuk LSM Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika.
Pesantren Al-Fatah yang berdiri di antara himpitan perumahan kecil di Kotagede, Yogyakarta, masih beraktivitas meski tidak seramai dulu. "Sangat sulit untuk kaum transgender agar bisa melakukan ibadah sholat berjamaah di Masjid karena stigma umum," keluh Arif Nuh Safri, salah seorang tenaga pengajar di al-Fattah.
Hak Beribadah
"Jadi ketika datang ke pesantren ini, hal pertama yang saya katakan kepada mereka adalah hak mereka untuk beribadah, karena mereka adalah mahluk ciptaan Allah."
Santri Al-Fatah tidak melawan ketika aparat pemerintah menyegel rumah yang disulap menjadi asrama dan sekolah itu. "Mereka ingin belajar membaca Al-Quran, mereka ingin menjadi orang baik. Itu kan lebih baik ketimbang mabuk," kata salah seorang tetangga, Aris Sutanto.
Tapi Abdurrahman, ketua Front Jihad Islam, berpendapat lain. "Kita tidak bisa toleran terhadap sesuatu yang buruk," ujarnya sembari menambahkan bahwa kelompoknya selalu berkoordinasi dengan polisi sebelum beraksi.
April silam aparat kepolisian bersama sejumlah organisasi massa yang mengatasnamakan Islam membubarkan acara Lady Fast 2016, sebuah festival seni untuk perempuan transgender. Yogyakarta yang dulu menyandang predikat kota toleran perlahan mulai bergeser semakin ke kanan.
Ahmad Suaedy, anggota Ombudsman RI, mengkritik kepolisian dan otoritas kota karena gagal menghentikan tindak intoleran yang merugikan kaum minoritas. "Ini seperti strategi politik supaya politisi bisa mencitrakan diri membela mayoritas," ujarnya," tapi dengan mengorbankan kelompok minoritas."
Inilah Negara Islam yang Legalkan Gay dan Lesbian
Kendati legal, kaum gay dan lesbian di negara-negara ini tidak serta merta bebas dari diskriminasi. Tapi inilah negara-negara Islam yang mengakui hak-hak kaum gay dan lesbian.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Turki
Sejak kekhalifahan Utsmaniyah melegalkan hubungan sesama jenis tahun 1858, Turki hingga kini masih mengakui hak kaum gay, lesbian atau bahkan transgender. Namun begitu praktik diskriminasi oleh masyarakat dan pemerintah masih marak terjadi lantaran minimnya perlindungan oleh konstitusi. Namun begitu partai-partai politik Turki secara umum sepakat melindungi hak kaum LGBT dari diskriminasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. O. Sandal
2. Mali
Mali termasuk segelintir negara Afrika yang melegalkan LGBT. Pasalnya konstitusi negeri di barat Afrika ini tidak secara eksplisit melarang aktivitas homoseksual, melainkan "aktivitas seks di depan umum". Namun begitu hampir 90% penduduk setempat meyakini gay dan lesbian adalah gaya hidup yang harus diperangi. Sebab itu banyak praktik diskriminasi yang dialami kaum LGBT di Mali.
Foto: Getty Images/AFP/J. Saget
3. Yordania
Konstitusi Yordania tergolong yang paling maju dalam mengakomodir hak-hak LGBT. Sejak hubungan sesama jenis dilegalkan tahun 1951, pemerintah juga telah menelurkan undang-undang yang melarang pembunuhan demi kehormatan terhadap kaum gay, lesbian atau transgender. Pemerintah misalnya mentolelir munculnya cafe dan tempat hiburan di Amman yang dikelola oleh kaum LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Rudianto
5. Albania
Kendati bermayoritaskan muslim, Albania dianggap sebagai pionir di tenggara Eropa dalam mengakui hak-hak kaum LGBT. Negeri miskin di Balkan ini juga telah memiliki sederet undang-undang yang melindungi gay dan lesbian dari praktik diskriminasi.
Foto: SWR/DW
6. Bahrain
Negara pulau di tepi Teluk Persia ini telah melegalkan hubungan sesama jenis sejak tahun 1976. Namun begitu Bahrain tetap melarang lintas busana di ruang-ruang publik. Terutama sejak 2008 pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran aturan berbusana. Bahrain juga berulangkali dilaporkan mendakwa warga asing yang menawarkan layanan seksual sesama jenis di wilayahnya.
Foto: Getty Images
7. Palestina (Tepi Barat)
Resminya praktik hubungan sesama jenis masih dilarang di Jalur Gaza. Tapi tidak demikian halnya dengan Tepi Barat Yordan sejak dilegalkan tahun 1951. Ironisnya aturan yang melarang LGBT di Jalur Gaza tidak berasal dari pemerintahan Hamas, melainkan dari Inggris sejak zaman penjajahan.