1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Belum Ada Pelayanan Religius bagi Tentara Muslim di Jerman

31 Juli 2020

Letnan Nariman Hammounti-Reinke mempertaruhkan nyawanya untuk Jerman di Afghanistan. Namun, dalam masalah agama, dia merasa ditinggalkan oleh Bundeswehr, meskipun jumlah pasukan muslim semakin banyak di Jerman.

Serdadu Bundeswehr
Pasukan Jerman, BundeswehrFoto: Bundeswehr/Sebastian Wilke

"Saya pernah mengalami situasi di mana saya berpikir, ini masa yang sulit. Ini bukan sekadar latihan. Tembakan itu nyata dan rudal sungguhan ditembakkan kepada kita," ujar  Nariman Hammouti-Reinke, seorang prajurit berusia 41 tahun di kesatuan tentara Jerman, Bundeswehr, mengenang  masa tugasnya di lapangan. Ketika dia berbicara tentang misinya di Bundeswehr, dapat  dirasakan bahwa ia tertekan dan ketakutan dari minggu ke minggu, bulan demi bulan di masa penempatan tugas di luar negeri. 

Letnan Hammouti-Reinke adalah seorang muslim Jerman.  Anak perempuan dari orangtua yang berasal dari Maroko ini dilahirkan di dekat Hannover di utara Jerman. Baginya, mempersiapkan diri untuk ditempatkan di luar negeri sangat memengaruhi dirinya pada tingkat pribadi dan agama.

"Saya membawa kafan saya sendiri," kata penulis buku "Ich diene Deutschland" (Saya melayani Jerman) itu kepada DW. "Saya harus menulis semacam manual untuk atasanku jika saya terbunuh. Dan harus memikirkan dan mengatur siapa yang akan memberi tahu orang tua saya jika saya mati."

Layanan rohani di militer hanya untuk orang Kristen dan Yahudi

Seorang prajurit muslim yang ditugaskan di sebuah misi berbahaya perlu merencanakan secara rinci segala sesuatunya jika terjadi apa-apa pada dirinya kelak.  Terlebih lagi, karena tidak ada layanan rohani Islam yang ditawarkan di dalam kesatuan militer Jerman. Yang ada hanya layanan rohani bagi umat Kristen dan dalam waktu dekat orang-orang dari kepercayaan Yahudi. "Diskriminatif dan tidak adil," kata Hammouti-Reinke.

Pada akhir Januari, Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer bertemu dengan Ketua Dewan Pusat Muslim di Jerman, Aiman ​​Mazyek, dalam pertemuan perwakilan agama Yahudi dan Islam tingkat tinggi. Kramp-Karrenbauer berbicara dengan salah satu rabi tentang kesepakatan untuk menempatkan rabi  di Bundeswehr di masa depan. Dia kemudian menoleh ke Mazyek dan berkata: "Dan langkah selanjutnya harus menyusul. Kami akan memulai pembicaraan ini di beberapa poin dan melihat bagaimana kita melaksanakan hal itu."

Nariman Hammouti-Reinke, seorang prajurit berusia 41 tahun di kesatuan tentara Jerman, BundeswehrFoto: picture-alliance/dpa/S. Prautsch

Banyak diskusi, tidak ada tindakan nyata

Mazyek bukan satu-satunya yang mengingat peristiwa tersebut. Wartawan juga hadir di pertemuan itu. Setengah tahun berlalu dan perwakilan Dewan Pusat  Muslim di Jerman memberi tahu DW bahwa sejak pembicaraan itu, "tidak ada yang terjadi. Mereka hanya harus memulainya - mengambil langkah dan mengatur layanan iman untuk umat Islam."

Sejak keputusan bersejarah dibuat satu setengah tahun yang lalu untuk menyediakan layanan rohani bagi umat Yahudi di militer oleh pemerintah pusat dan Dewan Sentral Yahudi, sudah ada negosiasi, politisi telah membicarakannya, menteri kabinet dan kedua majelis parlemen telah berunding dan memutuskan bahwa hal  itu harus terlaksana. Perjanjian untuk layanan iman Yahudi ditandatangani, di hadapan Presiden Jerman, Frank-Walter Steinmeier, oleh Kramp-Karrenbauer dan Josef Schuster, Presiden Dewan Pusat Yahudi di Jerman. Kadang-kadang masih ada suara-suara bergumam terdengar bahwa layanan iman untuk militer Islam harus menyusul.

Hak untuk layanan rohani religius

Angka-angka berbicara sendiri. Hampir 185.000 tentara saat ini bertugas di Bundeswehr. Dari jumlah itu, sekitar 53.400 adalah umat Protestan dan hampir 41.000 orang beragama Katolik. Diperkirakan ada sekitar 300 tentara yang merupakan  pengikut agama Yahudi dan sekitar 3.000 serdadu  di Bundeswehr adalah muslim. Belum lama berselang, uskup militer Protestan, Sigurd Rink, memperkirakan ada antara 3.000 dan 4.000 umat Islam yang saat ini melayani di Bundeswehr.

Lebih dari 3.000 tentara, "itu jumlah yang signifikan," kata Letnan Hammouti-Reinke. "Setiap prajurit adalah penting. Sekarang layanan rohani Yahudi yang sekian lama tertunda, akan disediakan. Tapi untuk layanan rohani Islam, mereka sepertinya tidak menginginkannya." 

Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Jerman menyampaikan  kepada DW bahwa dalam angkatan bersenjata, "semakin banyak tentara dengan afiliasi agama muslim bertugas di  militer. Mereka semua berhak mendapatkan layanan rohani menurut  agama mereka masing-masing."

Kampanye pemilu Jerman memperlambat reformasi

Pada prinsipnya, Kementerian Pertahanan Jerman menghitung satu imam untuk setiap 1.500 tentara. Hal itu sudah lama dibicarakan: Lagi pula, hak untuk menjalankan kebebasan beragama tercantum dalam konstitusi. Uskup Militer Rink mengingat pembicaraan yang terjadi ketika mantan Menteri Pertahanan Ursula von der Leyen masih menjabat. 

Von der Leyen, katanya, menanggapi masalah ini dengan sangat serius segera setelah menjabat, tetapi kemudian pemilu Jerman tahun  2017 menghalangi jalannya rencana itu. Negosiasi dengan Dewan Pusat Muslim tertahan.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Jerman menekankan bahwa lembaga tersebut ingin memperluas tawaran layanan iman ke "sebanyak mungkin agama" dan saat ini sedang dalam pembicaraan. Namun, "karena bentuk organisasi yang sangat berbeda dari asosiasi keagamaan muslim, implementasi konkret tidak dapat diprediksi saat ini."

Sementara itu, Pusat Kontak untuk Tentara Beragama Lain (ZASaG), yang didirikan pada  tahun 2015, akan memberikan "layanan yang diperlukan," tambahnya. Jika seorang Jerman muslim terbunuh dalam tugasnya di luar negeri, masyarakat hanya dapat berspekulasi bahwa ZASaG akan dengan cepat menemukan seorang imam. Saat ini, ada ribuan tentara muslim yang siap mempertaruhkan nyawa mereka untuk Jerman tanpa negara menawarkan kepada mereka segala bentuk layanan rohani. 

Berbagai kelompok sosial, termasuk kelompok agama, diwakili dalam Dewan Penasihat Internal Bundeswehr, tetapi tidak ada yang mewakili komunitas muslim. Undangan dibagikan secara pribadi, bukan sebagai representasi  kelompok. Itu juga berlaku untuk Nariman Hammouti-Reinke, yang berjuang untuk Jerman di Afghanistan.

Aiman ​​Mazyek dapat membayangkan bekerja sama dengan gereja-gereja dalam masalah ini. Ketika berbicara tentang para imam yang bekerja sebagai pelayan rohani di militer, ia menggunakan contoh militer AS. Hammouti-Reinke tahu tentang tentara Inggris yang mengenakan jilbab. Dan Jerman - masih mencari jalannya. Akankah terjadi sesuatu sebelum pemilu Jerman pada musim gugur 2021? 

"Itu tidak adil," kata Hammouti-Reinke. "Dikatakan kepada saya bahwa Islam masih belum tiba di Jerman, meskipun kami sudah melayani negara kami - negara kami adalah Jerman - dan kami juga akan memberikan hidup kami untuk Jerman."