Apakah sains barang haram yang harus dijauhi karena dianggap bertentangan dengan keimanan? Ini sering terjadi dalam isu-isu benturan sains dengan nilai-nilai agama. Ikuti opini Rahadian Rundjan.
Iklan
"Seseorang menasehati saya, bahwa setiap persamaan matematika yang saya muat dalam buku ini akan memotong penjualan buku menjadi hanya separuhnya. Oleh karena itu saya bertekad untuk tidak menggunakan persamaan sama sekali. Tetapi akhirnya saya masukkan satu persamaan, persamaan terkenal Einstein, E=mc2.
Moga-moga persamaan ini tidak menghalau separuh calon pembaca saya,” tulis Stephen Hawking, fisikawan Inggris termashyur, dalam bukunya yang laris terjual dan kini menjadi karya klasik genre buku sains populer, Riwayat Sang Kala.
Dalam buku yang pertama kali terbit pada 1988 dengan judul A Brief History of Time tersebut, diterjemahkan ke Bahasa Indonesia pada 1993, Hawking menjabarkan asal muasal, struktur, dan perkembangan jagat raya dalam bahasa non-teknis yang mudah dicerna oleh target pembacanya: publik dan pembaca awam. Alih-alih mencantumkan rumus-rumus seperti yang kerap dilakukan dalam kertas-kertas kerjanya, Hawking merangkai istilah-istilah ilmiah ke dalam rangkaian paragraf-paragraf mengalir. Persoalan kosmologiyang rumit itu pun berubah menjadi kisah epik yang menggugah.
Dalam sebuah resensi pada 1994, Majalah Tempo menyebut buku tersebut sebagai "satu-satunya buku terbaik tentang fisika alam semesta untuk pembaca awam”. Riwayat Sang Kala sudah dicetak lebih dari 10 juta kali sampai detik ini, dan kerap menjadi pintu masuk, bahkan bacaan wajib, bagi pembaca-pembaca pemula di seluruh dunia yang tertarik dengan sains alam semesta.
Jika pada tahun 1990-an itu Hawking seakan menjadi pemain solo dalam genre sains populer di Indonesia, maka kini situasinya sudah berubah.
Kunjungilah toko buku terdekat, maka penampakan buku-buku sains populer, dan ragam turunan topiknya, karya penulis-penulis luar negeri, mulai ramai menghiasi rak-rak buku, setidaknya sejak dua atau tiga tahun belakangan.
Lalu, apa yang bisa dilihat dari fenomena ini, dan bagaimana potensinya dalam upaya merawat nalar publik Indonesia?
Sains Kontra Pseudosains
Beberapa penulis yang saya maksud misalnya adalah Yuval Noah Harari dengan dua karyanya yang membahas sejarah dan terkaan masa depan manusia, Sapiens dan Homo Deus. Jared Diamond dengan Guns, Germs, and Steel, Collapse, dan The World Until Yesterday, membahas secara apik mengenai riwayat peradaban dan seluk beluk komunitas manusia.
Dua buku karya ilmuwan kenamaan Inggris, Richard Dawkins, yakni The Selfish Gene dan The Magic of Reality, juga telah diterjemahkan. Kosmos karya Carl Sagan dan beberapa buku Stephen Hawking lainnya juga sudah dicetak ulang.
Buku-buku tersebut serupa dengan Riwayat Sang Kala: fakta-fakta sains yang kaku disajikan dengan gaya naratif, terkadang dibungkus dengan metafora-metafora, sehingga membuat pembaca memahami bahwa ilmu pengetahuan memang sebuah hal yang mengasyikkan, baik untuk sekedar asupan rekreatif bagi otak atau tujuan-tujuan belajar yang lebih serius.
Jika dilihat lebih luas, kehadiran buku-buku sains populer merupakan penyegaran tematik dalam dunia buku di Indonesia, yang sejauh ini harus diakui kurang berkembang, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Lantas, apakah sains populer tersebut? Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan sains sebagai "pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya”.
Sederhananya, sains adalah ilmu pengetahuan; dan sains populer adalah upaya mengenalkan ilmu pengetahuan kepada publik, keluar dari sekat-sekat elitisme intelektual. "Sains populer menginginkan kita pergi ke luar angkasa namun tetap membumi,” tulis Constance Penley dalam NASA/TREK: Popular Science and Sex in America.
Mengapa kita perlu memahami sains? Pertama, karena hal tersebut adalah tuntutan zaman tak terelakkan. Modernitas adalah realita yang terbentuk dengan besarnya campur tangan sains di dalamnya.
Apa Itu Gelombang Gravitasi?
Penemuan gelombang gravitasi membuka bab baru pengamatan alam semesta. Tapi bagaimana gelombang ajaib tersebut terbentuk dan kenapa penemuan ini menandai lompatan besar dalam dunia sains? Simak jawabannya berikut ini:
Foto: picture-alliance/dpa
Kerutan Ruang Waktu
Gelombang gravitasi diprediksi Albert Einstein seabad silam. Intinya, setiap gerakan obyek bermassa akan menimbulkan kerutan pada ruang waktu atau juga disebut gelombang gravitasi. Fenomena ini diamati oleh ilmuwan untuk pertamakali ketika dua lubang hitam bermassa 50 matahari saling berbenturan di jarak 1,3 milyar tahun cahaya dari Bumi.
Foto: S. Ossokine/A. Buonanno/Max-Planck-Institut für Gravitationsphysik/W. Benger/Airborne Hydro Mapping GmbH/dpa"
Mata Kedua
Ada dua cara buat mengamati alam semesta. Pertama, melalui gelombang elektromagnetik yang mencakup sinar gamma, sinar x, cahaya atau gelombang radio. Kedua, melalui gelombang gravitasi. Karena lubang hitam tidak memancarkan radiasi elektromagnetik, raksasa langit itu cuma bisa diamati lewat gelombang gravitasi. Menemukan gelombang ajaib itu berarti membuka jendela baru pengamatan luar angkasa
Foto: picture-alliance/dpa/M. Hanschke
Jala Angkasa
Einstein mengatakan, ruang dan waktu bukan dimensi terpisah, melainkan sebuah kesatuan. Ia membayangkannya seperti sebuah jala multidimensi yang bersifat plastis, dapat melengkung atau mengerut bergantung pada massa benda yang ada di dalamnya. Semakin berat benda itu, semakin tajam pula lengkungannya. Ketika sebuah benda berakselerasi, ia akan menimbulkan gelombang seperti riak di permukaan air
Foto: picture-alliance/Wissen Media Verlag
Rahasia Gravitasi
Gravitasi tidak cuma memiliki gaya tarik, tetapi juga menyebabkan gangguan pada ruang waktu atau mengubah arah rambatan cahaya. Pada gambar ini misalnya gaya gravitasi yang dipancarkan sebuah lubang hitam mampu membelokkan cahaya yang dipancarkan galaksi di belakangnya. Lubang hitam juga menghentikan waktu dan dalam dimensi raksasa mampu memicu kerutan pada jala ruang waktu yang dapat dideteksi
Foto: cc-by-sa 2.0/Ute Kraus
Cahaya Murni
Untuk membuktikannya, ilmuwan mengembangkan interferometer yang bisa mendeteksi perubahan terkecil sekalipun. Alat tersebut berupa sinar laser yang dibagi dua sepanjang empat kilometer. Teorinya karena gelombang gravitasi menyebabkan kerutan pada ruang waktu, panjang sinar laser semestinya juga akan berubah, kendati perubahannya cuma berukuran seperseribu diameter sebuah inti atom.
Foto: Courtesy Caltech/MIT/LIGO Laboratory
Lubang Hitam
Berbekal penemuan tersebut, ilmuwan kini dapat mengamati fenomena lubang hitam di alam semesta dengan lebih akurat. Astronom malah membandingkan penemuan gelombang gravitasi dengan saat ketika Galileo pertama kali menggunakan teleskopnya. Energi yang dipancarkan benturan dua lubang hitam lewat radiasi gravitasi misalnya, tercatat lebih besar ketimbang semua energi yang diproduksi di jagad raya.
Foto: 2014 Warner Bros. Entertainment, Inc. and Paramount Pictures Corporation
Semesta yang Hilang
Pengetahuan mengenai gravitasi dapat membantu ilmuwan mengungkap misteri terbesar alam semesta, yakni partikel gelap. Partikel kasat mata ini bisa diamati dari gaya gravitasinya yang mempengaruhi pergerakan bintang di wilayah terluar galaksi. Diperkirakan 84,5% dari materi di alam semesta berupa materi gelap.
Foto: picture-alliance/dpa
7 foto1 | 7
Manusia modern sudah mengunjungi Bulan, objek angkasa yang oleh orang-orang lampau dianggap sebagai rumah dewa-dewa, berkat sains. Perdebatan global umat manusia pun kian bercorak sains, seperti masalah pemanasan global dan senjata nuklir.
Lebih lanjut, sains sudah menjadi acuan dalam menjelaskan beragam fenomena manusia kontemporer yang dahulu tabu, misalnya saja persoalan orientasi seksual.
Dan kedua, karena sains populer berfungsi sebagai jembatan pencerahan tersebut. Ilmuwan tidak bisa lagi menjadi kelompok elit yang terkucil di menara gading ketika suara rakyat berkuasa dan opini publik berperan besar dalam berbagai keputusan demokratis tingkat tinggi.
Masyarakat bernalar tentu lebih kompeten dari masyarakat yang terkukung dogma. Karena itulah, saya rasa, publik Indonesia harus banyak membaca buku-buku sains populer untuk melatih nalar dan intuisi kolektif yang berdasarkan pada pandangan-pandangan logis dalam menghadapi masalah.
Sains populer juga menjadi penting dalam menangkal gelombang pseudosains, yakni praktik-praktik ilmu pengetahuan yang terkesan ilmiah namun lebih terlihat sebagai metode asal-asalan dalam menyambung fakta-fakta secara serampangan untuk mendukung agenda-agenda tertentu.
Celakanya, pseudosains ini begitu populer di Indonesia, terutama di lingkaran kelompok Islam fundamentalis.
Saya masih ingat bagaimana dahulu film-film tentang penciptaan alam semesta versi Islam arahan Harun Yahya begitu populer diputar di sekolah-sekolah dalam acara-acara keagamaan, bahkan disertai pesan-pesan dogmatis untuk menegasikan sains yang dianggap produk orang-orang kafir.
Ironisnya, baru-baru ini Harun Yahya ditangkap oleh polisi Turki dengan tuduhan kriminal dan kekerasan seksual, entah seperti apa perasaan penggemarnya di Indonesia ketika menggemar kabar tersebut.
Hal tersebutlah yang membedakan sains populer dan pseudosains: kredibilitas penulisnya.
Buku-buku sains populer terbaik ditulis oleh ilmuwan-ilmuwan yang memang memiliki kepakaran akademik mumpuni, bukan sekedar pesolek intelektual yang mengandalkan kontroversi untuk memastikan buku-bukunya laris terjual.
Inilah Srikandi Pembawa Harum Nama Indonesia di Dunia Industri Logam Jerman
Perempuan asal Indonesia ini dipercaya sebagai pakar analisis di perusahaan logam bergengsi Jerman yang memproduksi mesin pencetak. Pekerjaan langka dalam dunia kerja yang di Jerman pun masih didominasi pria.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Mengenal mesin ekstruder
Jerman terkenal dalam memproduksi logam presisi tahan aus berkualitas tinggi, yang digunakan dalam berbagai keperluan industri. Termasuk di antaranya yang diproduksi perusahaan di Remscheid ini. Perusahaan Jerman CA. Picard mengkhususkan diri dalam bidang teknologi pelat baja dan komponen mesin ekstruder yang mencetak berbagai kebutuhan manusia.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Kepala laboratoriumnya perempuan asal Indonesia
Di perusahaan ini ada perempuan dari Indonesia yang bekerja sebagai insinyur material. Namanya: Yuis Anglila Pawitri. Perempuan lulusan Universitas Bonn Rhein Sieg, Jerman ini dipercaya menjadi kepala laboratorium pengujian bahan material di perusahaan tersebut. Dia bertanggung jawab untuk analisis kimia bahan material, pengujian dan perlakuan panas dari logam untuk membuatnya tahan aus.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Melakukan pengawasan
Selain itu, Yuis juga mengawasi proses produksi agar sesuai dengan standar kualitas, mulai dari pengembangan dan pemilihan bahan, menentukan spesifikasi material, pengawasan proses produksi, pengujian bahan dan komponen, uji keausan dan korosi, instruksi untruk perlakuan panas terhadap logam, evaluasi produk kontrol kualitas sampai analisis kerusakan.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Pentingnya mikroskop dalam pengujian
Salah satu bidang ilmu yang memiliki peran penting dalam penelitian bahan logam tahan aus ini adalah metalografie: “Dengan bantuan mikroskop, kita dapat mengetahui struktur mikro dan sifat dari bahan tersebut. Dan hal ini sangat penting, baik untuk proses produksi komponen selanjutnya maupun sebagai persyaratan yang harus dimiliki komponen tersebut sebagai produk jadi.“
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Pentingnya perlakukan panas dalam industri logam
Untuk membuat baja yang tahan aus, dapat menggunakan beragam metode. Salah satu di antaranya adalah dengan proses perlakuan panas dan mengaplikasikan lapisan logam tahan aus di permukaan komponen tersebut.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Proses karburasi
Proses karburasi dalam perlakukan panas dilakukan untuk memasukkan kandungan karbon ke dalam permukaan baja, agar baja tersebut dapat menjadi lebih keras daripada yang seharusnya. Setelah proses karburasi tersebut komponen melalui tahap perlakuan panas selanjutnya proses hardening dan quenching. Proses pengerasan baja ini bertujuan untuk membuat komponen menjadi tahan aus.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Menghasilkan produk tahan aus
Dan yang terpenting juga adalah proses tempering, agar komponen tidak mudah rapuh dan mengurangi beban atau ketegangan dalam komponen tersebut.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
Contoh produk ynag dihasilkan
Berikut ini adalah sebagian contoh komponen untuk keperluan industri elektronik, pengecoran, kemasan, kimia, plastik, keramik dan pangan.
Foto: DW/Ayu Purwaningsih
8 foto1 | 8
Sayangnya, ilmuwan-ilmuwan Indonesia belum mampu menulis buku-buku sains populer, sedangkan buku-buku pseudosains tersebar di mana-mana, mulai dari tentang Atlantis di Indonesia, persoalan Bumi datar, sampai teori kuil Nabi Sulaiman di Borobudur. Buku-buku seperti ini lebih cocok ditanggapi sebagai karya lelucon, jika tidak ingin dibilang sesat.
Ilmuwan, Sains, dan Iman
Tentu kita semua berharap akan ada semakin banyak penerbit-penerbit Indonesia yang mau menerbitkan buku-buku sains populer dan menjadi tren yang lekas ditiru oleh ilmuwan-ilmuwan Indonesia.
Namun, persoalan klasik mengenai buruknya kualitas menulis ilmuwan-ilmuwan Indonesia, terlebih dengan gaya bahasa publik, rasanya hal tersebut membutuhkan waktu tunggu yang cukup lama. Saya pribadi berharap setidaknya ada buku-buku bertema biologi atau antropologi dengan konten lokal yang ditulis dengan bagus secara populer, karena keduanya adalah sebagian potensi aset keilmuan khas Indonesia yang layak dipopulerkan.
Saya percaya, bahwa pemahaman mendalam akan sains adalah jawaban dari tersendat-sendatnya Indonesia dalam berbagai bidang, baik pembangunan fisik maupun mental.
Sains bukanlah barang haram yang harus dijauhi dari daftar menu asupan gizi bagi otak kita, apalagi dibuang jauh-jauh karena dianggap sebagai produk pendompleng keimanan, sebagaimana sering terjadi dalam isu-isu benturan sains dengan nilai-nilai Islam di Indonesia. Karena sejatinya, tidak ada yang salah jika berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara memahami benda-benda ciptaan-Nya.
Penulis @RahadianRundjan adalah esais, kolumnis, penulis dan peneliti sejarah
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis
*Bagi komentar Anda dalam kolom di bawah ini
Yuri Gagarin - Manusia Pertama di Luar Angkasa
Kendati meninggal dunia hanya tujuh tahun setelah misi bersejarahnya itu, sosok legendaris ini tidak hanya menginspirasi petualangan manusia di antariksa, tapi juga mampu melampaui permusuhan Perang Dingin.
Foto: picture alliance/dpa
Sejarah di Baikonur
Pada 12. April 1961 Yuri Gagarin meluncur dengan roket Vostok-1 dari bandar antariksa Baikonur menuju luar angkasa. Ia berhasil mengelilingi Bumi dan menjadi manusia pertama di antariksa. Namun kehidupan Gagarin yang bertabur bintang kehormatan itu berakhir tragis. Pada 27 Maret 1968 ia tewas setelah pesawat tempurnya, MIG-15 jatuh di dekat kota Kirzhach.
Foto: AFP/Getty Images
Pahlawan dari Langit
Setelah kembali dari misinya di luar angkasa, Gagarin dirayakan bak pahlawan di seluruh dunia. Dia seharusnya melanjutkan karir sebagai kosmonot ketika menyelesaikan pendidikan sebagai pilot jet tempur. Namun sang pahlawan mengalami kecelakaan pesawat terbang saat mencoba melakukan manuver terbang yang riskan dan berbahaya.
Foto: Getty Images
Pengakuan Internasional
Meski di tengah perang dingin, Gagarin banyak mendapat pengakuan di negara barat atas prestasinya. Namun kiprah sang kosmonot semakin memperuncing persaingan antara Uni Sovyet dan AS. Pada gambar ini harian Huntsville Times mewanti-wanti ilmuwan AS agar bekerja lebih keras untuk menyaingi dominasi Sovyet di luar angkasa.
Foto: AFP/Getty Images
Aksi Heroik John Glenn
Ambisi AS menjadi kenyataan pada 20 Februari 1962. NASA sukses meluncurkan astronot pertama dengan menggunakan roket Mercury-Atlas 6. John Glenn sebelumnya bekerja sebagai pilot ujicoba militer AS dan pernah mencatat rekor sebagai manusia pertama yang menembus batas kecepatan suara. Di luar angkasa ia mengitari Bumi sebanyak tiga kali.
Foto: Reuters/NASA
Sejarah di Tangan Valentina
Sebagai jawaban atas penerbangan antariksa Glenn, Sovyet setahun kemudian mengirimkan perempuan pertama ke luar angkasa. Selama tiga mengoperasikan modul Vostok-6, Valentina Tereschkova mengelilingi Bumi sebanyak 58 kali. Hingga kini pun pamor Valentina tidak berkurang. Pada 2014 silam ia mengibarkan bendera Olympiade pada pesta pembukaan pesta olahraga musim dingin di Sotschi, Rusia.
Foto: picture-alliance/RIA Nowosti
Mitos Gagarin di Timur Eropa
Pesona Gagarin hingga kini pun masih bertahan, terutama di negara-negara Eropa timur. Pada gambar tampak wajahnya menghiasi luksian dinding di Ukraina. Pada era Uni Sovyet, negara-negara anggota berhak mengikuti program antariksa Rusia dan mengirimkan kosmonotnya ke luar angkasa.
Foto: DW/R. Goncharenko
Luar Angkasa Milik Bersama
Dengan berakhirnya Perang Dingin, Rusia dan AS mulai bekerjasama di luar angkasa. Era keterbukaan itu diawali secara simbolik ketika Rusia mengundang astronot barat ke stasiun luar angkasa Mir pada 1986. Kini kedua negara aktif membiayai dan mengawal stasiun luar angkasa ISS yang juga melibatkan Uni Eropa, Kanada dan Jepang.
Foto: picture-alliance/dpa/ESA/NASA
Mimpi ke Bulan di Masa Depan
Kerjasama lintas negara di luar angkasa juga diyakini akan berlanjut di masa depan. Terutama ambisi manusia menduduki bulan dan mengirimkan misi berawak ke planet Mars hanya bisa dilakukan jika semua negara yang memiliki program antariksa saling bekerjasama.