1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menlu Jerman dan Prancis Sambangi Etiopia

12 Januari 2023

Menteri luar negeri Jerman dan Prancis melawat ke Addis Ababa untuk mendorong implementasi perjanjian damai. Keduanya tiba hanya sehari setelah Menlu Cina, Qing Gang, melawat ke ibukota Etiopia itu.

Catherine Colonna dan Annalena Baerbock di Etiopia
Menlu Prancis, Catherine Colonna (ki.) bersama Menlu Jerman, Annalena Baerbock, (ka.) dalam lawatan di EtiopiaFoto: Michael Kappeler/dpa

Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock dan Menlu Prancis, Catherine Colonna, selama kunjungan dua hari itu dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Etiopia, Abiy Ahmed, dan sejumlah menterinya, perwakilan Uni Afrika serta petugas bantuan kemanusiaan.

Keduanya juga akan berkunjung ke pusat distribusi bantuan kemanusiaan yang dikelola Program Pangan Dunia (WFO).

Menlu Prancis Colonna sebelum bertolak ke Addis Ababa mengatakan, lawatannya itu bertujuan "mendukung proses perdamaian, perang melawan impunitas dan pembangunan kembali di Etiopia".

Dari lingkar diplomatik diketahui, kedua menteri membawa pesan bahwa Uni Eropa akan kembali aktif di Etiopia, jika perjanjian damai dan gencatan senjata ditaati. Selain itu, UE juga menuntut adanya mekanisme peradilan transisional untuk menjawab dugaan pelanggaran HAM berat selama Perang Tigray.

Perang saudara yang berkecamuk sejak bulan November 2020 itu menelan korban jiwa yang belum sepenuhnya diketahui jumlahnya.

Emotional new year reunion for families in Tigray

01:51

This browser does not support the video element.

Sejauh ini, perang saudara di Etiopia itu telah memaksa lebih dari dua juta warga mengungsi dan menempatkan ratusan ribu orang dalam ancaman kelaparan.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 13,6 juta penduduk di utara Etiopia bergantung sepenuhnya dari bantuan internasional. Adapun di Tigray jumlahnya mencapai 89 persen dari total populasi penduduk yang berkisar tujuh juta orang.

Misi elusif di Tigray

Meski perjanjian damai sudah ditandatangani di Pretoria, Afrika Selatan, November silam, organisasi kemanusiaan masih kesulitan mengakses kawasan rawan di Tigray lantaran ancaman keamanan. 

Saat ini aliran bantuan dilaporkan kembali mengalir. Tapi jumlah bahan pangan dan obat-obatan yang tersedia masih sangat terbatas. Dikhawatirkan, sepertiga anak-anak di utara Etiopia terancam mengalami malnutrisi.

Pemerintah Etiopia mengklaim sedang berusaha memulihkan akses komunikasi, sektor perbankan dan aliran listrik di Tigray.

Implementasi damai di Tigray berakselerasi sejak demobilisasi dan perlucutan senjata oleh Fron Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dan Pasukan Pertahanan Tigray (TDF), Rabu (11/1). 

Kendati demikian, warga Tigray dan petugas kemanusiaan mengklaim masih melihat pasukan Eritrea bercokol di sejumlah wilayah di Tigray. Negeri jiran itu mengirimkan pasukannya ke utara Etiopia sesuai permintaan Addis Ababa.

Menurut perjanjian damai, demobilisasi pasukan pemberontak seharusnya berlangsung "sejalan” dengan penarikan pasukan asing dari Tigray. Akses infrastruktur yang sangat terbatas, mempersulit proses verifikasi kabar tersebut.

Wilayah Tanduk Afrika dan Etiopia termasuk prioritas Uni Eropa. Brussels ingin menyaingi pengaruh Cina yang pekan ini mengirimkan Menteri Luar Negeri Qin Gang ke Addis Ababa, dalam rangkaian kunjungan dinas di Afrika. 

rzn/as (dpa,ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya