Jerman Ingin Lebih Banyak Senjata "Made in" Ukraina
1 Juli 2025
Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul baru saja tiba di Kyiv, dan langsung merilis pernyataan lewat kantor pers kementerian luar negeri, yang berisi satu kalimat yang mungkin membuat orang yang mendengar terperangah: "Kebebasan dan masa depan Ukraina adalah tugas paling utama dari kebijakan luar dan keamanan kami.”
Wadephul menegaskan lebih jauh: "Warga Ukraina bukan hanya mempertahankan kebebasan dan kedaulatan tanah air mereka, melainkan juga menjaga keamanan dan kebebasan Eropa dari agresi Putin. Oleh karena itu, kami akan tetap sepenuhnya memusatkan perhatian kami untuk mendukung Ukraina.”
Timur Tengah justru menjadi perhatian besar
Namun dipertanyakan, apakah memang benar Ukraina jadi pusat perhatian Jerman? Pasalnya beberapa minggu terakhir, fokus kebijakan luar negeri Jerman justru secara kentara teralihkan pada eskalasi konflik di Timur Tengah dan wilayah sekitarnya.
Ketika Israel menyerang fasilitas nuklir di Iran sekitar dua pekan lalu, Wadephul tengah melakukan perjalanan ke kawasan Timur Tengah dan negara-negara tetangganya.
Di ibukota Mesir, ia mencoba menjajaki kemungkinan solusi damai untuk konflik tersebut. Namun saat brada di Kairo, ia dibuat terkejut oleh serangan Israel, dan terpaksa mengubah rencana perjalanannya.
Tak lama setelahnya, seminggu kemudian, ia berupaya melakukan mediasi di Jenewa bersama sejawatnya dari Prancis, Inggris, dan Iran, tapi Presiden AS Donald Trump malah mengirim bom ke Iran. Tema Ukraina juga hanya mendapatkan porsi yang relatif kecil dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) NATO di Den Haag.
Perjalanan kereta di malam hari tanpa pemberitahuan
Wadephul sudah tiba di Ukraina, dalam kunjungan perdananya ke Kyiv dua bulan setelah didapuk sebagai menteri luar negeri Jerman. Perjalanan keretanya menuju Kyiv "seperti biasanya" tidak diumumkan sebelumnya, demi alasan keamanan.
Di stasiun Kyiv, ia disambut oleh Duta Besar Jerman untuk Ukraina, Martin Jäger, yang akan segera menjabat menjadi kepala Badan Intelijen Jerman (BND).
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Ukraina saat ini tengah mengalami serangan terberat dari Rusia dalam beberapa bulan terakhir. Pasukan Rusia, menurut informasi yang didapat Menteri Luar Negeri Jerman itu, pada malam menjelang hari Minggu (29/06) lalu meluncurkan lebih dari 500 drone, roket, dan misil jelajah ke seluruh negeri. ini angka tertinggi sejak perang dimulai pada musim semi 2022. Demikian disampaikan kolega Ukraina Wadephul, Andrij Sybiha. Setelah itu, politikus dari partai Uni Kristen-CDU Jerman itu mengunjungi sebuah rumah-rumah tinggal yang hancur akibat serangan.
"Kondisi ini kembali membuka matanya, tentang apa sebenarnya yang ingin dicapai Presiden Rusia lewat serangannya terhadap warga sipil", ujar Wadephul. "Ini adalah kalkukasi dingin Vladimir Putin. Ia ingin melemahkan tekad rakyat Ukraina dalam mempertahankan diri. Hal ini tidak boleh terjadi, karena di sini ada orang tak berdosa, anak-anak, perempuan, orang sakit yang mungkin tak sempat melarikan diri tepat waktu, dan akhinya meninggal dunia," papar menlu Jerman itu.
Kanselir Merz: Ukraina tujuan utama kebijakan luar negeri Jerman
Ukraina tetap menjadi pusat perhatian kebijakan luar negeri Jerman. Hal ini juga ditegaskan juru bicara Kanselir Jerman, Stefan Kornelius pada hari Senin (30/06) di Berlin.
Meskipun seluruh upaya diplomatik diarahkan untuk meredakan konflik di Timur Tengah dan sekitarnya, Friedrich Merztetap memegang prinsip: "Ukraina adalah perang paling penuh konflik yang paling dekat dengan kita, yang paling banyak membatasi kapasitas Eropa. Perang ini mengancam tatanan perdamaian kita sendiri paling besar. Oleh sebab itu, Kanselir selalu menekankan bahwa perdamaian yang langgeng di Ukraina adalah tujuan utama kami.”
Pengiriman senjata berkurang, bantuan di tempat meningkat
Di Kyiv, Wadephul menegaskan, betapa pentingnya kehadiran sejumlah perwakilan industri persenjataan Jerman yang mendampinginya.
Pemerintahan baru yang terdiri dari koalisi partai konservatif dan sosial demokrat, sebelumnya sudah mulai sedikit menggeser aksen dukungan kepada Ukraina: Mereka ingin mengurangi pembicaraan soal sistem senjata Jerman yang dikirim ke Ukraina, dan lebih menekankan produksi di dalam negeri Ukraina sendiri, yang masih memiliki ruang besar untuk berkembang.
Pabrik-pabrik persenjataan di negara itu masih jauh dari kapasitas penuh. Oleh karena itu, industri Jerman ingin mulai aktif berpartisipasi langsung dengan berbagai usaha patungan (joint ventures) di Ukraina.
Wadephul mengatakan, ia mengamati sistem pertahanan udara Jerman "Iris-T” yang kini digunakan Ukraina. Minatnya juga karena ia "dulu pernah menjadi perwira pertahanan udara Angkatan Bersenjata Jerman,” tambah Wadephul.
Ke depannya, akan lebih sedikit senjata Jerman yang dikirim ke Ukraina, namun lebih banyak dukungan bagi industri di sana. "Ini adalah kelanjutan logis dari pengiriman material kami, dan kita bahkan bisa saling menguntungkan. Dengan kekayaan ide dan pengalaman kalian, kami juga bisa memetik manfaat,” ujar Menteri Luar Negeri Jerman itu kepada tuan rumahnya di Ukraina.
Sementara itu, di Berlin dan Brussels, dalam waktu bersamaan berlangsung perdebatan sengit mengenai paket sanksi ke-18 Uni Eropa terhadap Rusia.
Pada KTT Uni Eropa pekan lalu, pengesahan paket tersebut sempat gagal karena perlawanan Slovakia. Namun pemerintah negara anggota UE bertekad melakukan segala cara ,agar paket itu bisa segera disetujui.
Artikel ini pertama kali dirilis dalam bahasa Jerman
Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih
Editor: Agus Setiawan