1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menlu Jerman Kunjungi Rusia Usai Melawat ke Ukraina

18 Januari 2022

Annalena Baerbock bakal menghadapi jalur licin diplomasi ketika melawat ke Ukraina dan Rusia. Misinya adalah mencari jalan tengah antara kepentingan Jerman mengimpor gas dari Rusia dan ancaman invasi terhadap Ukraina.

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock (ka.) dan Menlu Rusia Sergey Lavrov (ki.) di Moskow, Selasa (18/1).
Delegasi Jerman dipimpin Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock (ka.) dan Rusia bersama Menlu Sergey Lavrov (ki.) di Moskow, Selasa (18/1).Foto: Janine Schmitz/photothek.de/picture alliance

Dalam kunjungannya, Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, diterima Menlu Rusia, Sergey Lavrov, di ibu kota Moskow, Selasa (18/1). Kunjungannya itu merupakan kelanjutan dari lawatan sebelumnya di Ukraina.

Kepada Baerbock, pemerintah di Kiev melekatkan dua harapan. Pertama adalah penjualan sistem persenjataan modern demi menghadapi ancaman invasi Rusia. Sementara yang kedua berpusar pada penghentian proyek pipa gas Rusia-Jerman yang melangkahi Ukraina sebagai negara transit.

Bisa dipastikan, Baerbock tidak akan menyanggupi kedua permintaan tersebut. Dalam lawatannya di Kiev, Senin (17/1), dia sebaliknya mengajak kedua negara untuk mengedepankan perdamaian. "Diplomasi adalah satu-satunya jalan yang paling masuk akal,” kata dia usai bertemu Menlu Ukraina, Dmytro Kuleba.

Menlu Jerman, Annalena Baerbock (ki.) bersama Menlu Ukraina Dmytro Kuleba (ka.) dalam sebuah jumpa pers di Kiev, Senin (17/1).Foto: Janine Schmitz/photothek.de/picture alliance

Selama bertahun-tahun, Ukraina melobi Jerman agar mau menjual senjata untuk memodernisasi sistem pertahanannya. Permintaan itu digencarkan ketika Rusia baru-baru ini kedapatan menumpuk pasukan di perbatasan.

Namun Kanselir Jerman Olaf Scholz sudah lebih dulu menolak penjualan senjata kepada Ukraina. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah beban sejarah Perang Dunia II, ketika Jerman melancarkan invasi terhadap Rusia. 

Ujian besar dalam misi perdana

Baerbock mengatakan Jerman berjanji akan mengirimkan tenaga ahli untuk menyelidiki serangan siber terhadap Ukraina yang diduga didalangi Rusia. 

Dia juga mengusulkan untuk menghidupkan kembali Kuartet Normandy, sebuah forum keamanan yang melibatkan Rusia dan Ukraina, di tambah Jerman dan Prancis. Pertemuan terakhir kuartet tersebut dilangsungkan pada 2019 lalu.

"Kita harus memajukan implementasi Perjanjian Minsk,” yang mendamaikan perang di timur Ukraina, kata Baerbock. Sejak beberapa bulan terakhir, Ukraina dan Rusia saling tuduh melanggar perjanjian.

Peta jalur pipa gas, Nord Stream 2

Baerbock juga bertemu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, pada Senin sore, sebelum terbang ke ibu kota Rusia, Moskow. 

Seorang juru bicara Kemenlu di Berlin menegaskan kunjungannya ke Rusia bukan kelanjutan dari lawatan ke Ukraina. Jerman beranggapan upaya diplomasi untuk meredakan konflik antara kedua negara harus dilakukan di dalam sebuah forum terpisah, bukan diplomasi bilateral.

Dalam kunjungan perdananya itu, Baerbock oleh media-media Jerman disebut bakal menghadapi ujian besar. Tanpa dibebani isu Ukraina pun, hubungan antara Berlin dan Moskow sudah tergolong rumit. 

Kepentingan energi Rusia dan Eropa

Agustus 2019 lalu sebuah pengadilan Jerman memidana warga negara Rusia atas dakwaan pembunuhan terhadap seorang warga Georgia di sebuah taman di ibu kota Berlin. Insiden itu diyakini bermuatan politis. Pemerintah di Berlin menuduh Rusia melakukan "terorisme negara.” Rusia dan Jerman akhirnya sama-sama saling menarik pulang duta besarnya.

Jelang keberangkatan Baerbock, Kemenlu Rusia lebih dulu mendesak pemerintah Jerman untuk tidak menghalangi proyek pembangunan pipa gas Nord Stream 2 atas alasan politik. 

Putin Sambut Kunjungan Merkel di Sochi

00:49

This browser does not support the video element.

Dalam pernyataannya pada Senin (17/1), Moskow menilai proyek pembangunan pipa antara Jerman dan Rusia melalui Laut Baltik itu sebagai "kontribusi yang signifikan untuk menjamin keamanan pasokan energi bagi seluruh Uni Eropa.”

"Prosedur sertifikasi oleh regulator Jerman dan Komisi Eropa tidak boleh ditunda dengan sengaja dan dipolitisir.”

Kanselir Olaf Scholz sejauh ini bersikeras dirinya melihat Nord Stream 2 murni sebagai proyek bisnis, tanpa muatan geopolitis. Namun demikian dia menegaskan proyek tersebut tidak boleh merugikan Ukraina, yang selama ini menerima imbalan lebih dari USD 1 milyar per tahun dari pipa gas Rusia di wilayahnya.

Petinggi Partai Hijau Jerman, Anton Hofreiter, mendesak agar pemerintah menunda keputusan terkait Nord Stream 2 selama mungkin. "Berdasarkan alasan geostrategis saja kita akan lebih cerdas jika membiarkan pertanyaannya mengambang selama mungkin,” kata dia kepada AFP. 

Menurutnya jika tidak, Jerman ”akan kehilangan alat politik untuk menekan Vladimir Putin." 

Dalam isu keutuhan teritorial Ukraina, Baerbock menegaskan Jerman tidak akan mendiamkan invasi oleh kekuatan asing, katanya di Kiev.

rzn/hp (dpa,afp,rtr)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya