Menlu Jerman Tak Sepakat Rusia Diberi Sanksi Lebih Keras
26 April 2021
Menlu Jerman Heiko Mass mengatakan tidak yakin situasi akan membaik bila Rusia diberi sanksi yang lebih keras. Untuk menuntut pembebasan kritikus Presiden Putin, Alexei Navalny, yang diperlukan adalah dialog.
Iklan
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas pada Minggu (25/4), menolak seruan untuk menerapkan sanksi yang lebih keras terhadap Rusia, atas perlakuan negara itu terhadap kritikus Presiden Putin, Alexei Navalny, dan penumpukan militer Rusia baru-baru ini di perbatasan Ukraina.
Dalam wawancara dengan media Jerman ARD, Maas menggambarkan bahwa hubungan Jerman-Rusia saat ini "sangat buruk", tetapi menambahkan bahwa keduanya "tidak harus tetap seperti itu".
Menurutnya, pemerintah Jerman harus melakukan lebih banyak dialog dengan Rusia. Mass menambahkan bahwa dialog adalah "inti dari diplomasi" untuk mencapai kesepakatan dengan negara-negara yang memiliki sudut pandang berlawanan.
"Ini terutama berlaku untuk Rusia sekarang," kata Maas.
Pada saat yang sama, Maas mengatakan sanksi Jerman terhadap Rusia atas aneksasi Krimea tahun 2014 akan terus berlanjut sampai ada solusi politik.
Iklan
Maas mengatakan sanksi baru tidak akan membantu Navalny
Selain itu, Mass berpendapat bahwa sanksi yang lebih keras tidak akan membuat Kremlin membebaskan Navalnyyang saat ini dipenjara, atau memperbaiki situasinya.
"Apakah menurut Anda Moskow akan mengucapkan 'terima kasih banyak karena telah menjatuhkan sanksi yang lebih keras?'" tanya Maas. "Saya rasa tidak begitu, saya pikir yang akan terjadi adalah sebaliknya," tambahnya.
Dia menekankan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mengancam konsekuensi bagi Rusia jika Navalny meninggal dalam tahanan.
"Saya yakin Presiden Putin tahu persis apa konsekuensinya jika terjadi sampai sejauh itu," kata Maas. Namun, ia menolak menjawab pertanyaan ARD soal apakah dia setuju dengan karakterisasi Biden tentang Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "pembunuh."
Bagaimana kondisi Navalny?
Navalny yang merupakan salah satu kritikus Putin paling vokal, saat ini ditahan di kamp penjara di timur laut Moskow.
Dia dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara pada awal Februari. Navalny ditangkap otoritas Rusia sekembalinya dia dari Jerman, usai menjalani pemulihan keracunan zat saraf. Uni Eropa menuntut pembebasan Navalny, sambil mengeluarkan sanksi terhadap entitas dan individu Rusia atas peracunan tersebut.
Dokter pribadi Navalny tidak diizinkan untuk menemuinya saat di penjara, saat kritikus Kremlin itu mengeluhkan berbagai penyakit seperti sakit punggung dan mati rasa di kakinya.
Navalny mengakhiri mogok makan di penjara minggu lalu, setelah dia memulai aksi menolak makan dan minumnya pada 31 Maret untuk menuntut perawatan medis yang lebih baik.
Para Pengkritik Pemerintah Ini Telah Merasakan Pahitnya Racun
Tindakan meracuni orang telah digunakan badan intelijen selama lebih dari satu abad. Racun yang dimasukan ke dalam makanan/minuman sering jadi senjata pilihan, seperti dalam kasus pembunuhan Munir, 2004.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Alexei Navalny
Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny dilarikan ke rumah sakit di Siberia, setelah merasa tidak enak badan dalam penerbangan ke Moskow. Para ajudannya menuduh bahwa Navalny diracun sebagai balas dendam atas kampanyenya melawan korupsi. Mantan pengacara (44) itu menenggak teh hitam sebelum lepas landas dari bandara Omsk. Timnya meyakini teh tersebut mengandung racun yang membuatnya koma.
Foto: Getty Images/AFP/K. Kudrayavtsev
Pyotr Verzilov
Pada 2018, aktivis keturunan Rusia-Kanada, Pyotr Verzilov dilaporkan dalam kondisi kritis setelah diduga diracun di Moskow. Peristiwa itu terjadi tak lama setelah dia mengkritik sistem hukum Rusia dalam sebuah wawancara TV. Verzilov, juru bicara tak resmi untuk grup band feminis Pussy Riot ini akhirnya dipindahkan ke rumah sakit di Berlin. Dokter mengatakan "sangat mungkin" dia telah diracuni.
Foto: picture-alliance/dpa/Tass/A. Novoderezhkin
Sergei Skripal
Mantan mata-mata Rusia berusia 66 tahun, Sergei Skripal, ditemukan tak sadarkan diri di bangku yang terletak di luar pusat perbelanjaan di kota Salisbury, Inggris. Ia disebut terpapar racun saraf Novichok. Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, menyebut situasi itu "tragis", tetapi berkata "Kami tidak punya informasi tentang apa yang menjadi penyebab" insiden itu.
Foto: picture-alliance/dpa/Tass
Kim Jong Nam
Saudara tiri Kim Jong Un ini tewas pada 13 Februari 2018 di bandara Kuala Lumpur, setelah dua perempuan diduga mengoleskan racun saraf kimia VX di wajahnya. Pada bulan Februari, pengadilan Malaysia mendengar bahwa Kim Jong Nam telah membawa selusin botol penawar racun saraf mematikan VX di tasnya pada saat keracunan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Kambayashi
Alexander Litvinenko
Mantan mata-mata Rusia, Alexander Litvinenko pernah bekerja untuk Dinas Keamanan Federal (FSB) sebelum ia membelot ke Inggris. Ia lalu menjadi jurnalis dan menulis dua buku tuduhan terhadap FSB dan Putin. Ia jatuh sakit setelah bertemu dengan dua mantan perwira KGB dan meninggal pada 23 November 2006. Penyelidikan menemukan, ia dibunuh oleh radioaktif polonium-210 yang dimasukkan ke dalam tehnya.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Kaptilkin
Viktor Kalashnikov
Pada November 2010, dokter di rumah sakit Charité Berlin menemukan kadar merkuri yang tinggi di dalam tubuh pasangan pengkritik pemerintah Rusia. Terdapat 3,7 mikrogram merkuri di tubuh Kalashnikov, seorang jurnalis lepas dan mantan kolonel KGB. Sementara di tubuh istrinya terdapat 56 mikrogram merkuri. Kalashnikov mengatakan kepada majalah Jerman Focus, bahwa "Pemerintah Rusia meracuni kami."
Foto: picture-alliance/dpa/RIA Novosti
Viktor Yushchenko
Pemimpin oposisi Ukraina Yushchenko jatuh sakit pada September 2004 dan didiagnosis dengan pankreatis akut yang disebabkan infeksi virus dan zat kimia. Penyakit itu mengakibatkan kerusakan wajah, perut kembung akibat gas berlebih dan penyakit kuning. Dokter mengatakan perubahan pada wajahnya berasal dari chloracne, akibat dari keracunan dioksin. Yushchenko mengklaim, agen pemerintah meracuninya.
Foto: Getty Images/AFP/M. Leodolter
Aktivis HAM Munir diracun dalam penerbangan ke Amsterdam tahun 2004
Munir Said Thalib, aktivis KONTRAS tewas diracun dengan arsenium dalam penerbangan ke Amsterdam dengan pesawat Garuda, September 2004. Kasusnya sampai sekarang belum terungkap tuntas, sekalipun ada tertuduh yang diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Pemerintahan Jokowi hingga kini menolak mengusut kembali kasus ini.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Khaled Meshaal
Pada 25 September 1997, badan intelijen Israel berusaha membunuh pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, di bawah perintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dua agen menyemprotkan zat beracun ke telinga Meshaal saat dia masuk ke kantor Hamas di Amman, Yordania. Upaya pembunuhan tersebut tidak berhasil dan tidak lama kemudian kedua agen Israel tersebut ditangkap.
Foto: Getty Images/AFP/A. Sazonov
Georgi Markov
Pada 1978, pengkritik pemerintah Bulgaria, Georgi Markov, merasakan tusukan di pahanya saat sedang menunggu di halte bus. Dia membalikkan badan dan melihat seorang pria membawa payung. Setelahnya sebuah benjolan kecil muncul di pahanya dan empat hari kemudian dia meninggal. Otopsi menemukan dia dibunuh dengan zat 0,2 miligram risin. Banyak yang percaya panah beracun itu ditembakkan dari payung.
Foto: picture-alliance/dpa/epa/Stringer
Grigori Rasputin
Pada 30 Desember 1916, Grigori Rasputin yang dipercaya punya kekuatan mistik tiba di Istana Yusupov di St Petersburg atas undangan Pangeran Felix Yusupov. Di sana, Rasputin memakan kue yang telah dicampur dengan kalium sianida. Kemudian Rasputin juga menenggak anggur yang gelasnya telah dilapisi sianida. Tidak berhasil diracun, Rasputin akhirnya ditembak dan dibunuh.