1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menlu Uni Eropa Bahas Masalah Afghanistan dan Iran

28 Oktober 2009

Situasi keamanan mendominasi agenda pertemuan para Menlu Uni Eropa di Luksemburg, Selasa (27/10). Uni Eropa kecewa menyaksikan jalannya pemilihan presiden di Afghanistan dan menuntut awal baru.

Menteri Luar Negeri Swedia Carl BildtFoto: AP

Para wakil Uni Eropa tampak terkejut ketika kecurangan besar-besaran dalam pemilihan presiden di Afghanistan terungkap. Karena itu Menlu Swedia Carl Bildt, yang tengah menjabat sebagai ketua Dewan Kepresidenan Uni Eropa, menyambut baik pemilu penentuan 7 November. Presiden Afghanistan Hamid Karzai akan berhadapan dengan penantangnya, mantan menlu Abdullah Abdullah. Insiden dalam pemilu, menurut Bildt, juga meneguhkan bahwa keterlibatan UE di sektor sipil Afghanistan sama pentingnya dengan misi militer NATO.

Uni Eropa juga ingin memperbaiki kekurangannya dengan menambah bantuan sekaligus memperbaiki koordinasinya. Satu hal yang dianggap memalukan adalah target 2008 untuk mengirim 400 instruktur polisi ke Afghanistan, ternyata baru terpenuhi 250 orang. Situasi keamanan yang memburuk, menyulitkan anggota Uni eropa untuk mencari instruktur guna dikirim ke negara itu. Menlu Finlandia Alexander Stubb juga memperingatkan harapan berlebihan terhadap demokrasi di Afghanistan. "Kita tidak akan menyaksikan lahirnya demokrasi yang sempurna dalam satu malam. Bukan demokrasi ala Jefferson di Amerika Serikat, juga bukan demokrasi ala negara-negara utara. Kita hanya harus bersabar. Hal terpenting saat ini adalah menjaga Afghnistan agar cukup adil dan cukup aman.

Hal lain yang juga membuat frustasi Uni Eropa adalah kecilnya kemajuan yang dicapai dalam sengketa nuklir dengan Iran. PBB menawarkan Iran agar sebagian besar uraniumnya diperkaya di Rusia. Uranium itu kemudian hanya bisa digunakan untuk keperluan sipil dan bukan senjata nuklir. Menlu Iran Manouchehr Mottaki memang mengisyaratkan bahwa negaranya kemungkinan menerima tawaran itu, tetapi Menlu Perancis Bernard Kouchner tidak mau berharap banyak. "Tuan Mottaki selalu mengeluarkan pernyataan, dan itu makin sering ia lakukan. Penjelasannya jarang yang menimbulkan antusiasme besar, jarang yang sangat positif.“

Kekuatiran Kouchner bukannya tak beralasan. Stasiun televisi pemerintah Iran, Al Alam, Selasa kemarin mengutip keterangan pejabat Iran, yang tak disebutkan namanya, bahwa Iran akan menerima kerangka kerja umum dari perjanjian uranium yang dirancang PBB, tetapi akan meminta sejumlah perubahan penting. Disebutkan pula, pemerintah di Teheran akan memberi tanggapan resmi dalam kurun waktu 48 jam.

Koordinator Politik Luar Negeri Uni Eropa Javier Solana menilai, perjanjian yang dirancang oleh Badan Energi Atom Internasional IAEA itu merupakan kesepakatan yang baik dan tidak butuh perubahan mendasar.

Christoph Hasselbach /Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid