Menteri Denmark "Memposting" Karikatur Nabi Muhammad
27 September 2017
Menteri Imigrasi Denmark "memposting" karikatur Nabi Muhammad di laman sosial media miliknya. Satu dekade lalu, karikatur yang sama pernah memicu kemarahan umat Muslim di seluruh dunia.
Stojberg, yang berwenang memutuskan kebijakan menyangkut imigran - sebagian besar datang dari negara-negara Islam - di Denmark selama ini memakai karikatur tersebut sebagai "wallpaper" iPad-nya. Ketika "memposting" karikatur tersebut di Facebook, ia menjelaskan mengapa ia menggunakannya sebagai gambar pada aplikasinya.
Seberapa Terintegrasi Muslim di Eropa?
Semakin meluasnya gerakan populis haluan kanan di Eropa menimbulkan keraguan apakah praktik agama Islam dapat sejalan dengan demokrasi barat. DW mengungkap beberapa kesalahpahaman soal integrasi yang tersebar.
Foto: picture-alliance/Godong/Robert Harding
Seberapa sukseskah integrasi linguistik?
3/4 warga Muslim kelahiran Jerman memakai bahasa Jerman sebagai bahasa ibunya. Di antara para imigran, hanya 1/5 yang mengaku bahasa Jerman sebagai bahasa pertama. Semakin lama suatu generasi di suatu negara, maka semakin baik kemampuan bahasanya. Tren ini terlihat di seluruh Eropa. Di Jerman, 46% Muslim mengaku bahasa nasional mereka adalah bahasa Jerman. Bandingkan di Austria 37% dan Swiss 34%.
Foto: picture-alliance/dpa
Bagaimana pandangan Muslim atas hubungan antar-agama?
Studi yang dirilis Religion Monitor (2017) mengungkap 87% Muslim Swiss mengisi waktu luang mereka dengan menjalin relasi secara teratur dengan warga non-Muslim. Di Jerman dan Perancis hasilnya 78%, sementara di Inggris 68% dan Austria 62%. Sebagian besar Muslim dari generasi terkini secara konstan menjalin kontak dengan warga non-Muslim, terlepas dari berbagai rintangan yang muncul di masyarakat.
Foto: Imago/R. Peters
Apakah Muslim merasa terkoneksi dengan Eropa?
96% Muslim Jerman merasa terkoneksi dengan negara yang mereka tinggali. Persentase setinggi ini juga dirasakan warga Muslim di Perancis, namun persentase tertinggi dimiliki Swiss dengan perolehan 98%. Terlepas dari sejarahnya yang sejak lama dikenal memiliki institusi yang terbuka terhadap keragaman budaya dan agama, hanya sedikit Muslim (89%) yang mengaku memiliki hubungan dekat dengan Inggris.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Seberapa pentingkah agama dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim Eropa?
Muslim dari keluarga imigran memiliki komitmen religius yang tinggi, yang terus dipertahankan lintas generasi. 64% Muslim yang tinggal di Inggris menyebut diri mereka "sangat religius". Perbandingan Muslim yang saleh di antara negara di Eropa yakni Austria 42%, Jerman 39%, Perancis 33% dan Swiss 26%.
Foto: DW/A. Ammar
Berapa banyak mahasiswa Muslim yang meraih gelar sarjana?
36% Muslim kelahiran Jerman meninggalkan bangku sekolah pada umur 17 tahun, tanpa melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Di Austria proporsinya mencapai 39%. Di Perancis, dengan sistem pendidikan yang lebih setara, warga Muslim memiliki hasil pendidikan yang lebih baik. Hanya satu dari sepuluh siswa Muslim yang meninggalkan sekolah sebelum mencapai usia 17 tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Berapa banyak warga Muslim yang mampu memasuki pasar kerja?
60% Muslim yang pindah ke Jerman sebelum tahun 2010 memiliki jam kerja penuh-waktu, sementara hanya 20% yang memiliki kerja paruh-waktu. Persentase ini sama bagi non-Muslim. Warga Muslim Jerman memiliki peluang kerja yang lebih tinggi dibandingkan negara lainnya di Eropa. Angka pengangguran di Perancis di antara warga Muslim mencapai 14%, lebih tinggi 8% dibandingkan dengan warga non-Muslim.
Foto: picture alliance/dpa/U.Baumgarten
Seberapa luas penolakan terhadap Islam?
Satu dari empat non-Muslim di Austria mengaku tidak mau tinggal bersebelahan dengan Muslim. Persentase di Inggris juga cukup tinggi, mencapai 21%. Di Jerman, 19% responden non-Muslim menyebut mereka tidak menerima Muslim sebagai tetangga. Angkanya tak jauh berbeda di Swiss 17% dan Perancis 14%. Di antara golongan minoritas lainnya, Muslim adalah kelompok sosial yang paling banyak ditolak.
Foto: AP
‘Muslim di Eropa - terintegrasi namun tak diterima’
Seluruh informasi terkait bagaimana integrasi Muslim di Eropa dirilis oleh Yayasan Bertelsmann dengan judul riset ‘‘Muslims in Europe - Integrated but not accepted?’ Kesimpulan diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap lebih dari 10.000 orang di Jerman, Austria, Swiss, Perancis dan Inggris. Pengungsi Muslim yang tiba di Eropa sebelum tahun 2010 tidak termasuk dalam kelompok responden.
8 foto1 | 8
Gambar tersebut mengingatkan dirinya tentang pentingnya kebebasan berekspresi di Denmark, termasuk hak untuk mengejek agama tertentu dan penganutnya. Ia mengklaim bahwa ia mengunggah karikatur tersebut di laman sosial media sebagai bentuk protes atas keputusan Museum Skovgaard di Viborg, Denmark, yang tidak menyertakan karikatur yang dimaksud dalam koleksi pameran terbaru mereka yang bertema penghujatan terhadap agama pasca reformasi.
"Hal itu memang pilihan pribadi dari museum tersebut, dan mereka mempunyai hak penuh untuk melakukannya, tapi menurut saya keputusan tersebut memalukan," tulis Stojberg di laman Facebooknya. "Sejujurnya, kita harus bangga akan kartun Muhammad tersebut."
Isu yang berulang
Stojberg dikenal gencar mengeluarkan berbagai aturan ketat untuk mengontrol imigran di Denmark. Ia menginisiasi kebijakan untuk menyita harta kekayaan milik para pencari suaka. Alasannya, harta sitaan akan digunakan sebagai dana untuk membiayai para imigran selama tinggal di Denmark. Ia juga mendesak agar pelanggan di restoran pizza segera menghubungi pihak berwenang jika menemukan adanya indikasi pelayan restoran tidak mengantongi izin tinggal di Denmark. Awal tahun ini, Stojberg "memposting" gambar kue untuk merayakan kebehasilannya menerapkan 50 aturan pembatasan baru terkait imigrasi.
Dengan negara tetangganya di bagian selatan, Denmark juga pernah mengundang perselisihan. Mereka menerapkan pengecekan ulang di perbatasan dengan Jerman, kebijakan yang bertentangan dengan pakta Schengen.
Peringkat Kebebasan Pers Negara Muslim
Benarkah radikalisme agama ikut mengancam kebebasan pers? Berikut peringkat negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar dalam Indeks Kebebasan Pers Internasional versi Reporters Sans Frontières.
Foto: picture-alliance/dpa
Kekuasaan Musuh Kebebasan
Kekhawatiran bahwa gerakan radikal Islam membatasi kebebasan pers hampir sulit dibuktikan. Kebanyakan penindasan yang terjadi terhadap awak media di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dilakukan oleh pemerintah, bukan ormas atau masyarakat, kecuali di kawasan konflik seperti Irak, Suriah atau Libya. Berikut peringkat kebebasan pers sejumlah negara muslim terbesar.
Foto: picture-alliance/ZB/J. Büttner
#120 Afghanistan
Wartawan di Afghanistan memiliki banyak musuh, selain Taliban yang gemar membidik awak media sebagai sasaran serangan, pemerintah daerah dan aparat keamanan juga sering dilaporkan menggunakan tindak kekerasan terhadap jurnalis, tulis RSF. Namun begitu posisi Afghanistan tetap lebih baik ketimbang banyak negara berpenduduk mayoritas muslim lain.
Foto: Getty Images/AFP/M. Hossaini
#124 Indonesia
Intimidasi dan tindak kekerasan terhadap wartawan dilaporkan terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta. Terutama kelompok radikal seperti FPI dan GNPF-MUI tercatat terlibat dalam aksi pemukulan atau penangkapan terhadap awak media. Namun begitu kaum radikal bukan dianggap ancaman terbesar kebebasan pers di Indonesia, melainkan militer dan polisi yang aktif mengawasi pemberitaan di Papua.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kurniawan
#139 Pakistan
Wartawan di Pakistan termasuk yang paling bebas di Asia, tapi kerap menjadi sasaran serangan kelompok radikal, organisasi Islam dan dinas intelijen, tulis Reporters sans frontières. Sejak 1990 sudah sebanyak 2,297 awak media yang tewas. April silam, Mashal Khan, seorang wartawan mahasiswa tewas dianiaya rekan sekampus lantaran dianggap menistakan agama.
Foto: Getty Images/AFP/F. Naeem
#144 Malaysia
Undang-undang Percetakan dan Penerbitan Malaysia memaksa media mengajukan perpanjangan izin terbit setiap tahun kepada pemerintah. Regulasi tersebut digunakan oleh pemerintahan Najib Razak untuk membungkam media yang kritis terhadap pemerintah dan aktif melaporkan kasus dugaan korupsi yang menjerat dirinya. Selain itu UU Anti Penghasutan juga dianggap ancaman karena sering disalahgunakan.
Foto: Getty Images/R. Roslan
#155 Turki
Perang melawan media independen yang dilancarkan Presiden Recep Tayyip Erdogan pasca kudeta yang gagal 2016 silam menempatkan 231 wartawan di balik jeruji besi. Sejak itu sebanyak 16 stasiun televisi, 23 stasiun radio, 45 koran, 15 majalah dan 29 penerbit dipaksa tutup.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Baumgarten
#161 Mesir
Enam tahun setelah Revolusi Januari, situasi kebebasan pers di Mesir memasuki masa-masa paling gelap. Setidaknya sepuluh jurnalis terbunuh sejak 2011 tanpa penyelidikan profesional oleh kepolisian. Saat ini paling sedikit 26 wartawan dan awak media ditahan di penjara. Jendral Sisi terutama memburu wartawan yang dicurigai mendukung atau bersimpati terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin.
Foto: Reuters/A.A.Dalsh
#165 Iran
Adalah hal ironis bahwa kebebasan pers menjadi salah satu tuntutan revolusi yang menanggalkan kekuasaan Shah Iran pada 1979. Namun janji itu hingga kini tidak ditepati. Iran masih menjadi kuburan dan penjara terbesar bagi awak media, tulis Reporters Sans Frontières. Saat ini tercatat 29 wartawan dipenjara dan belasan media independen diberangus oleh pemerintah.
Foto: MEHR
#168 Arab Saudi
Berada di peringkat 168 dari 180 negara, Arab Saudi nyaris tidak mengenal pers bebas. Internet adalah satu-satunya ranah media yang masih menikmati sejumput kebebasan. Namun ancaman pidana tetap mengintai blogger yang nekat menyuarakan kritiknya, seperti kasus yang menimpa Raif Badawi. Ia dihukum 10 tahun penjara dan 10.000 pecutan lantaran dianggap melecehkan Islam. (rzn/yf - sumber: RSF)