Pernyataan maaf PM Jepang Shinzo Abe menyangkut kekejaman dalam Perang Dunia II masih ditunggu. Terutama negara-negara tetangga Jepang masih mencari tanda penyesalan Jepang.
Iklan
Kata-kata yang digunakan Shinzo Abe untuk menandai 70 tahun berakhirnya Perang Dunia II di Asia, tanggal 14 Agustus. punya makna simbolis penting, karena menunjukkan bagaimana pemerintah negara itu memandang masa lalu Jepang. Ini juga bisa menetapkan langkah ke masa depan dengan negara-negara tetangganya, Cina dan Korea Selatan, yang masih menderita akibat laksi brutal Jepang di Asia.
Sejarah perang Jepang kembali jadi fokus setelah Shinzo Abe (60) mulai menjabat PM Jepang akhir 2012. Banyak orang berpendapat, Abe berusaha meremehkan kekejaman Jepang di masa Perang Dunia II. Abe juga mengadakan kunjungan ke makam Yasukuni tahun 2013, di mana tentara Jepang yang dianggap pahlawan negara itu dikuburkan. Kunjugannya itu kerap menyulut kemarahan negara-negara tetangganya yang masih berang. Bisa dibilang, apapun yang dikatakan Abe, jika tidak nyata sebagai permintaan maaf, akan kembali menyulut kemarahan Cina dan Korea Selatan, dan memancing kecaman diplomatis dari Washington.
Pernyataan Abe disampaikan pukul 6 sore waktu Jepang. Ini jadi kepala berita utama di Jepang. Kantor berita NHK melaporkan, Abe akan menggunakan kata-kata "maaf" serta "agresi", yang juga ditemukan dalam pernyataan Tomiichi Murayama di tahun 1995, ketika ia menjabat perdana menteri. Sementara itu, koran Yomiuri mengatakan, kata "agresi" dan "penyesalan" kemungkinan bisa dibaca dalam pernyataan Abe, juga "rasa terima kasih" karena citra Jepang yang baik di mata dunia, setelah PD II berakhir.
Namun Abe sendiri hanya mengatakan akan menyatakan penyesalan. Itu mengherankan banyak orang, karena ia sebelumnya berbicara soal pentingnya "sikap yang mengacu ke masa depan", dan berkonsentrasi pada peran positif negaranya di Asia, di masa setelah perang. Abe juga menyebabkan keberangan karena berdalih soal definisi kata "invasi", dan meremehkan sistem perbudakan seks yang dilancarkan secara sistematis oleh Jepang di masa Perang Dunia II.
Berbeda dengan Jerman yang meminta maaf
Sikap nasionalis Abe populer di kalangan politisi Jepang yang berhaluan kanan. Sementara selama beberapa dekade, banyak orang Jepang lebih melihat diri sebagai korban bom atom Amerika Serikat, dan bukan sebagai agresor yang bertanggungjawab atas konflik di Asia Pasifik.
Penjahat Perang Jepang yang Didewakan
Mereka bertanggungjawab atas kematian jutaan warga sipil dan masih mendapat tempat kehormatan di kuil Yasukuni. Betapapun besar kejahatannya, mereka dianggap sebagai pahlawan. Siapa mereka dan apa dosa-dosanya?
Foto: Keystone/Getty Images
Hideki Tojo
Hideki Tojo adalah Perdana Menteri Jepang dari 1941 hingga 1944 dan kepala staf militer. Ia didakwa bertanggungjawab atas pembantaian 4 juta penduduk Cina dan melakukan eksperimen senjata biologi kepada tawanan perang. Setelah Jepang kalah, Tojo sempat berniat bunuh diri dengan pistol. Tapi niat tersebut batal dan ia dihukum gantung tahun 1948.
Foto: Keystone/Getty Images
Kenji Doihara
Doihara mengawali karirnya tahun 1912 sebagai agen rahasia di Beijing. Pria yang fasih berbahasa Mandarin ini mendirikan "Kerajaan Manchuria," bersama kaisar terakhir Cina, Puyi. Kerajaan tersebut adalah pemerintahan boneka Jepang. Tahun 1940, Doihara terlibat dalam serangan ke Pearl Harbor dan digantung delapan tahun kemudian.
Foto: Gemeinfrei/Unbekannt
Iwane Matsui
Matsui didakwa terlibat dalam pembantaian Nanjing 1937 yang menewaskan 300.000 penduduk Cina dalam sepekan. Kini sejahrawan meyakini keputusan pembantaian itu datang dari keluarga kekaisaran. Namun tidak seperti perwira militer yang terlibat, keluarga ningrat itu tidak pernah didakwa. Matsui dieksekusi mati tahun 1948.
Foto: Gemeinfrei
Heitaro Kimura
Tahun 1939, Kimura mengobarkan perang brutal terhadap milisi bersenjata Partai Komunis Cina. Ia mendirikan kamp konsentrasi yang menampung ribuan tawanan perang. Tahun 1944 Kimura lalu dikirim ke Burma buat memimpin pasukan Jepang. Ia memaksa tawanan buat membangun jalur kereta api sepanjang 415 ke Thailand. Akibatnya 13.000 serdadu tewas. Kimura mati digantung tahun 1948.
Foto: Gemeinfrei
Koki Hirota
Hirota memimpin pemerintahan Jepang hingga Februari 1937 dan kemudian menjabat menteri luar negeri. Ia didakwa terlibat dalam pembantaian Nanjing. Hirota (tengah) adalah satu-satunya politisi sipil yang digantung tahun 1948.
Foto: Keystone/Getty Images
Seishiro Itagaki
Pada September 1931 Itagaki mengarsiteki pemboman jalur kereta api di Manchuria. Jepang memanfaatkan peristiwa itu buat mendeklarasikan perang terhadap Cina. Itagaki kemudian dikirim ke Korea Utara, Malaysia dan Indonesia sebelum menyerah tahun 1945.
Foto: Gemeinfrei
Akira Muto
Sejak perang berkecamuk, Muto bertempur di Cina dan kemudian didakwa terlibat dalam kejahatan perang, antara lain pembantaian Nanjing. Menurut majelis hakim, Muto tidak cuma membiarkan tawanan perang kelaparan, tetapi juga "menyiksa dan membunuh" mereka.
Foto: Gemeinfrei
Yosuke Matsuoka
Di bawah kepemimpinannya Jepang meninggalkan Liga Bangsa-bangsa setelah dituding memulai perang terhadap Cina. Matsuoka yang kemudian menjabat sebagai menteri luar negeri termasuk inisator perjanjian triparti antara Jepang, Nazi Jerman dan Fasis Italia. Setelah perang Matsuoka meninggal dunia sebelum dieksekusi mati.
Foto: Gemeinfrei/Japanese book Ningen Matsuoka no Zenbo
Osami Nagano
Marsekal Osami Nagano memerintahkan serangan Jepang ke pangkalan militer AS di Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Sebanyak 12 kapal perang AS menjadi korban dan lebih dari 2400 serdadu tewas. Nagano meninggal dunia akibat radang paru-paru tahun 1946 sebelum sempat diseret ke pengadilan penjahat perang di Tokyo.
Foto: Gemeinfrei
Toshio Shiratori
Toshio Shiratori adalah otak di balik propaganda Jepang. Ia pernah menjabat duta besar italia dan termasuk aktor yang aktif mendorong aliansi dengan Adolf Hitler dan Benito Mussolini. Sebagai penasehat utama Kementrian Luar Negeri, ia yang mengarsiteki ideologi fasis militer Jepang di daerah-daerah pendudukan. Toshio dihukum penjara seumur hidup dan meninggal tahun 1949.
Foto: Gemeinfrei
Yoshijiro Umezu
Antara 1939 dan 1945, Umezu mengkomandoi Milisi Guandong yang berkekuatan 700.000 serdadu. Kendati ia menentang kapitulasi Jepang, Umezu (berbaju militer di baris terdepan) diperintahkan menandatangani dokumen kapitulasi pada 2 September 1945. Umezu dihukum penjara seumur hidup dan meninggal dunia tahun 1949.
Foto: AP
11 foto1 | 11
Berbeda dengan Jerman, Jepang hampir tidak menunjukkan penyesalan dan permintaan maaf sebagai negara, bagi kesalahan pemerintahan di masa lalu. Kaisar Hirohito, yang diagungkan, meninggal 1989 tanpa memberikan pernyataan tanggungjawab atas perang yang dilancarkan atas namanya. Itu tidak dipertanyakan. Sebaliknya, Jerman sepenuhnya menyalahkan Adolf Hitler dan rezim NAZI bagi kekejaman Jerman selama Perang Dunia II.
Dalam kunjungan Maret 2015 ke Jepang, Kanselir Jerman Angela Merkel menyinggung masalah permintaan maaf atas pelanggaran yang dilakukan di masa perang dengan mengatakan, meminta maaf penting untuk memperbaiki hubungan dengan negara lain.
Pakan lalu, sebuah komisi, yang bertugas memberi nasehat bagi Abe tentang pemilihan kata, mengatakan dengan jelas, Jepang "menyebabkan kerugian besar bagi banyak negara, terurtama di Asia, akibat perang yang brutal". Menurut jajak pendapat, 44% warga Jepang mengatakan bahwa sudah cukup jika Jepang meminta maaf. 31% berpendapat permintaan maaf belum cukup, sementara 13% mengatakan Jepang sama sekali tidak perlu meminta maaf.