1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Selamatkan Orangutan Lewat Pariwisata

Maria Bakkalapulo
17 Agustus 2018

Negara bagian Serawak, Malaysia, punya cara untuk melindungi orangutan yang tersisa dengan melibatkan masyarakat setempat serta sektor pariwisata. 

Ritchie, ein Alpha-Männchen im Semenggoh Wildlife Center
Foto: Niall Macaulay

Di Pusat Penangkaran Semenggoh di Sarawak, para pengunjung bisa melihat rutinitas kehidupan orangutan dari dekat secara alami.

Program ini diharapkan bisa menyentuh lebih banyak pihak untuk turut melindungi kera besar yang keberadaannya terancam ini.

Didirikan tahun 1975, Pusat Penangkaran Semenggoh merawat hewan-hewan yatim piatu, ditemukan terluka di hutan atau hewan sitaan yang dipelihara secara ilegal.

Setelah bertahun-tahun beroperasi, banyak orangutan berhasil direhabilitasi dan dilepaskan ke area konservasi seluas 653 hektar. Hewan 'lulusan' penangkaran ini dan keturunannya kini tersebar di Semenggoh.

Penangkaran ini terletak di salah satu cagar hutan tertua di Sarawak dan adalah yang terbesar di Malaysia. Tempat ini juga mendidik masyarakat setempat tentang pentingnya orangutan, serta memikat wisatawan yang tertarik dengan orangutan. 

Libatkan wisatawan

Para orangutan di sini menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan kesukaan.

Pada waktu pemberian makan, petugas memperingatkan turis yang berjumlah 100 orang supaya tidak berisik karena bisa membuat orangutan stresFoto: Niall Macaulay

Kebanyakan dari mereka takut kepada manusia, tapi ada juga beberapa yang kembali ke tempat pemberian makan di penangkaran untuk mengambil makanan tambahan.

"Kalau publik bisa melihat orangutan hidup di habitat asli mereka, saya percaya kita bisa menyentuh hati mereka," kata Nor Emel Binti Jaddil salah satu petugas di penangkaran itu. 

Diproyeksikan populasi orangutan akan turun ke hanya sejumlah 47.000 ekor pada 2025, dari sebelumnya 290.000 ekor di tahun 1950. Di penangkaran Semenggoh sendiri kini hidup sekitar 30 orangutan.

Untuk memperluas area perlindungan, mereka berrencana menghubungkan tempat penangkaran dengan hutan lindung terdekat dengan luas 8000 hektar.

Namun langkah dinilai tidak cukup, kata Oswald Braken Tisen manajer umum dari Sarawak Forestry Corporation, yang didirikan oleh pemerintah Malaysia untuk pengelolaan hutan lestari.

"Kami memiliki skema konektivitas yang lebih besar di Sarawak atau di Borneo yang disebut inisiatif Heart of Borneo," Tisen menjelaskan.

Orangutan betina di Semenggoh datang mengambil makanan tambahanFoto: Niall Macaulay

Proyek konservasi ambisius

Heart of Borneo adalah program konservasi yang digagas oleh organisasi nonpemerintah WWF untuk melindungi hutan hujan tropis yang masih tersisa di Asia Tenggara, meliputi area hutan seluas 220.000 kilometer persegi di wilayah Kalimantan.

Upaya konservasi ini didukung pemerintah negara bagian Sarawak dan mencakup negara-negara seperti Brunei, Indonesia dan Malaysia.

Daerah ini akan memberi ruang yang lebih luas agar hewan dapat menjelajah, berkembang biak, serta mencari makanan musiman.

Bahkan beberapa area yang sebelumnya dialokasikan untuk penebangan kayu, kini menjadi bagian kawasan konservasi. Ini tentu saja berita yang baik untuk kelangsungan hidup orangutan.

Namun ia mengakui bahwa banyak tantangan bagi orangutan dan manusia untuk dapat hidup damai berdampingan. 

"Satu-satunya cara agar kita dapat membiarkan hewan-hewan seperti orangutan melintasi area milik masyarakat adalah melalui program kesadaran di mana orang bisa lebih menghargai mereka."

Lebih lanjut ia mengatakan kalau sektor pariwisata telah meningkatkan ekonomi lokal, dan merupakan motivator besar untuk melakukan konservasi. 

"Saya percaya orangutan adalah spesies yang jauh lebih menarik, dan karena itu masyarakat dengan sendirinya jadi lebih terdorong untuk melindungi orangutan," kata Tisen. 

ae