Apakah Hizbut Tahrir (HT), termasuk HTI adalah pejuang, pembela agama Islam dan kaum Muslim yang bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai keislaman secara murni dan konsekuen? Opini Sumanto al Qurtuby ajak Anda berpikir.
Iklan
Bagi kaum Muslim yang tidak paham seluk-beluk Hizbut Tahrir (HT), termasuk cabangnya di Indonesia (Hizbut Tahrir Indonesia), mereka mungkin akan menganggap kalau HT adalah pejuang dan pembela agama Islam dan kaum Muslim yang bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai keislaman secara murni dan konsekuen di muka bumi. Bahkan fanatikus HT menganggap HT sebagai satu-satunya organisasi keislaman di jagat raya ini yang spirit dan praktik perjuangannya sesuai dengan petunjuk / isyarat dalam ayat Al-Qur'an dan Hadis Nabi.
Padahal, realitasnya tidak demikian. Pandangan dan praktik sosial-politik-keagamaan HT penuh dengan ambivalensi atau bahkan hipokrisi, serta jauh dari klaim mereka sebagai "pembela umat Islam” dan "pejuang Islam yang lurus dan murni”.
Mari kita lihat dan buktikan kenapa klaim "perjuangan dan jihad” HT (termasuk HTI) penuh dengan ambiguitas dan kemunafikan.
Pertama, HT mengklaim sebagai pejuang umat Islam sejati dengan menjadikan rujukan aksi-aksi rutin mereka yang membela Palestina dari aneksasi rezim Israel. Pertanyaannya? Betulkah pembelaan terhadap Palestina itu sama dengan pembelaan terhadap agama dan umat Islam dari serbuan non-Muslim (Yahudi)?
Bagi yang paham sejarah konflik Israel-Palestina serta peta demografi dan geo-kultural Palestina, klaim HT itu tampak ironis dan menggelikan. Hal itu disebabkan (1) kelompok yang terlibat dalam konflik dan kekerasan Isarel-Palestina itu sangat kompleks melibatkan berbagai komunitas agama, tidak semata-mata Yahudi versus Muslim. Di kubu Palestina, selain umat Islam, juga terdapat umat Kristen dari berbagai denominasi yang juga turut berjuang dan menjadi korban kekerasan. Itulah sebabnya, di Palestina, Kristen-Muslim berkoalisi melawan rezim militan Israel, dan memang banyak tokoh Kristen Palestina (seperti Abuna Elias Chacour) yang membela warga Palestina.
Sementara itu di kubu Israel, selain militan Yahudi tentunya, juga terdapat sekelompok Arab Muslim, Druze, dan Baha'i. Ada sekitar 20 persen populasi Arab di Israel. Umat Druze, Baha'i, dan Kristen juga cukup signifikan di Israel. Menariknya tidak semua umat Yahudi itu pro-aneksasi atas Palestina. Kelompok Yahudi Heredi dan Lev Tahor misalnya sangat pro-Palestina dan anti terhadap gerakan Zionisme. Demikian juga kaum kiri di Israel seperti kelompok Komunis-Marxis yang juga pro-Palestina.
Narasi Makar Hizb Tahrir
Keberadaan Hizb Tahrir sering dianggap duri dalam daging buat negara-negara demokrasi. Pasalnya organisasi bentukan Yusuf al-Nabhani itu giat merongrong ideologi sekuler demi memaksakan penerapan Syariah Islam.
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Buah Perang Arab-Israel
Adalah Yusuf al-Nabhani yang mendirikan Hizb Tahrir di Yerusalem tahun 1953 sebagai reaksi atas perang Arab-Israel 1948. Tiga tahun kemudian tokoh Islam Palestina itu mendeklarasikan Hizb Tahrir sebagai partai politik di Yordania. Namun pemerintah Amman kemudian melarang organisasi baru tersebut. Al Nabhani kemudian mengungsikan diri ke Beirut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mimpi Tentang Khalifah
Dalam bukunya Al Nabhani mengritik kekuatan sekular gagal melindungi nasionalisme Palestina. Ia terutama mengecam penguasa Arab yang berjuang demi kepentingan sendiri dan sebab itu mengimpikan kekhalifahan yang menyatukan semua umat Muslim di dunia dan berdasarkan prinsip Islam, bukan materialisme.
Foto: picture-alliance/dpa/L.Looi
Anti Demokrasi
Tidak heran jika Hizb Tahrir sejak awal bermasalah dengan Demokrasi. Pasalnya prinsip kedaulatan di tangan rakyat dinilai mewujudkan pemerintahan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sesuai hukum Allah. Menurut pasal 22 konstitusi Khilafah yang dipublikasikan Hizb Tahrir, kedaulatan bukan milik rakyat, melainkan milik Syriah (Hukum Allah).
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Kudeta Demi Negara Islam
Hizb Tahrir Indonesia pernah mendesak TNI untuk melakukan kudeta. “Wahai tentara, wahai polisi, wahai jenderal-jenderal tentara Islam, ini sudah waktunya membela Islam, ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada Hizbut Tahrir untuk mendirikan khilafah!” tegas Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib di hadapan simpatisan HTI pada 2014 silam.
Foto: Reuters/Beawiharta
Kemanusiaan Semu di Jantung Khalifah
Buat HT, asas kebebasan sipil seperti yang terkandung dalam prinsip Hak Azasi Manusia merupakan produk "ideologi Kapitalisme" yang berangkat dari prinsip "setiap manusia mewarisi sifat baik, meski pada dasarnya manusia hanya menjadi baik jika ia menaati perintah Allah."
Foto: Reuters
Tunduk Pada Pemerintahan Dzhalim
Kekhalifahan menurut HT mengandung sejumlah prinsip demokrasi, antara lain asas praduga tak bersalah, larangan penyiksaan dan anti diskriminasi. Namun masyarakat diharamkan memberontak karena "Syariah Islam mewajibkan ketaatan pada pemegang otoritas atas umat Muslim, betapapun ketidakadilan atau pelanggaran terhadap hak sipil yang ia lakukan," menurut The Ummah’s Charter.
Foto: Reuters
Diskriminasi Terhadap Perempuan
Pluralisme dalam kacamata Hizb Tahrir sangat berbahaya, lantaran "merusak Aqidah islam," kata bekas Jurubicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, 2010 silam. Perempuan juga dilarang menduduki kekuasaan tertinggi seperti gubernur atau hakim, meski diizinkan berbisnis atau meniti karir. "Pemisahan jender adalah fundamental", tulis HT dalam pasal 109 konstitusi Khilafah. (Ed: rzn/ap)
Foto: picture alliance/dpa/M.Fathi
7 foto1 | 7
Bukan kekerasan agama
Jadi, konflik Israel-Palestina itu sama sekali bukan kekerasan berbasis agama. Pondasi kekerasan Israel-Palestina adalah klaim atas warisan sejarah, aset kultural, dan hak ulayat tanah atau teritori. Untuk mewujudkan impiannya sebagai "pemilik yang sah” atas tanah, teritori, kebudayaan, dan sejarah tersebut, sebagian kelompok Islamis di Palestina memanipulasi dan mengeksploitasi teks, doktrin, dan wacana keislaman. Hal yang sama juga dilakukan oleh faksi militan Yahudi (khususnya kaum Zionis) yang memanipulasi dan mengeksploitasi teks, doktrin, dan wacana keyahudian, selain membangkitkan kembali memori dan sejarah penderitaan Yahudi, khususnya di era Holocaust Hitler dan Nazi.
Konflik Israel-Palestina paling parah terjadi pada 1948 dimana Israel berhasil menghalau koalisi sejumlah negara Arab. Pendirian HTdilatarbelakangi oleh frustasi Taqiyuddin al-Nabhani (ideolog dan pendiri HT) atas kekalahan "aliansi Arab” dalam membela Palestina dari gempuran Israel. Dari sinilah maka tidak mengherankan kenapa HT dan jaringan internasionalnya (termasuk HTI) selalu membela Palestina serta membuat propaganda anti-Israel, Yahudi, Zionis, dan sekutunya.
Tetapi kemudian menjadi lucu ketika para aktivis dan simpatisan HT mengadakan berbagai aksi pembelaan atas Palestina kemudian diembel-embeli pembelaan terhadap agama Islam dan umatnya. Lebih lucu lagi jaringan internasional HT yang juga ikut-ikutan membela Palestina meskipun tidak memiliki sangkut paut dan ikatan kesejarahan dengan Palestina.
Hizbullah di Garda Depan Konflik Sunni dan Syiah
Didirikan buat menghalau invasi Israel, Hizbullah kini menjadi ujung tombak Iran melucuti pengaruh Arab Saudi dan Mesir di kawasan Syam.
Foto: Getty Images/C. Furlong
Simalakama Invasi Israel
Hizbullah atau Partai Allah dibentuk oleh sekelompok ulama Syiah pada dekade 1980an sebagai reaksi atas invasi Israel terhadap Libanon Selatan 1982. Kelompok ini tidak hanya memiliki sayap militer bersenjata lengkap, tetapi juga ikut berkecimpung dalam politik Libanon lewat parlemen.
Foto: picture-alliance/dpa
Dukungan Lintas Ideologi
Berbekal pengalaman dalam perang saudara di Libanon, Hizbullah sukses menerapkan taktik geriliya buat mengusir tentara Israel dari Libanon Selatan pada tahun 2000. Kedua pihak kembali berhadapan satu sama lain ketika Israel membombardir selatan Libanon pada 2006. Berkat perlawanan tersebut Hizbullah mendapat dukungan lintas sektarian di masyarakat Libanon.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Zaatari
Dibesarkan Suriah dan Iran
Sejak pertamakali berdiri, organisasi pimpinan Hassan Nasrullah ini mendapat bantuan militer, finansial dan terutama politik dari Iran dan Suriah. Selama beberapa dekade kedua negara secara praktis menguasai Libanon. Kini kekuatan Hizbullah tidak hanya melampaui militer Libanon, tetapi juga menjadikan organisasi itu sebagai kekuatan paramiliter paling disegani di Timur Tengah.
Foto: Reuters/O. Sanadiki
Berpolitik dengan Nasrullah
Sejak berakhirnya perang saudara 1975-1990 di Libanon, Hizbullah menggandeng komunitas Syiah dan menjalin aliansi dengan kelompok lain seperti warga Kristen untuk berkecimpung di dunia politik. Terutama sejak kepemimpinan Hassan Nasrullah, Hizbullah dengan cepat menjadi kekuatan alternatif di panggung politik Beirut.
Foto: picture-alliance/dpa
Permusuhan di Beirut
Berbeda dengan kelompok lain yang aktif pada perang saudara, Hizbullah menolak melucuti sayap militernya. Hingga kini sejumlah kekuatan politik di Libanon, termasuk partai Tayyar Al-Mustaqbal milik Perdana Menteri Saad Hariri, ingin agar Hiizbullah meletakkan senjata. Namun Nasrullah menolak dengan alasan menguatnya ancaman jiran di selatan, Israel.
Foto: picture-alliance/AA
Pertalian Gelap dengan Damaskus
Sikap antipati sejumlah masyarakat Libanon terhadap Hizbullah antara lain berawal dari pendudukan Suriah antara 1976 hingga 2005. Pertautan keduanya berakhir ketika Suriah dituduh bertanggungjawab atas pembunuhan terhadap bekas PM Rafik Hariri yang tewas akibat bom mobil. Damaskus akhirnya terpaksa menarik mundur pasukannya dari Libanon.
Foto: picture-alliance/AP
Panji Kuning di Tangan Assad
Sejak berkecamuknya perang Suriah, Hizbullah aktif mendukung Presiden Bashar Assad dan bertempur bersama pasukan pemerintah. Assad yang sering membantu menjamin jalur suplai senjata dari Iran, membutuhkan pengalaman tempur dan kekuatan militer Hizbullah buat mematahkan perlawanan kelompok pemberontak Free Syrian Army dan sejumlah kelompok teror yang masih bercokol di Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Syrian Central Military Media
Sektarianisme Sunni dan Syiah
Sejak lama Libanon berdiri di jantung konflik kekuasaan di Timur Tengah, terutama antara Arab Saudi dan Iran. Saat ini hanya Hizbullah yang menghalangi meluasnya pengaruh Riyadh di Libanon. Arab Saudi sejak lama berusaha melucuti kekuasaan Iran dan Suriah dengan menyokong pemerintahan Saad Hariri.
Foto: dapd
Musuh Lama Bertemu Kembali?
Namun berbeda dengan Arab Saudi, Iran dan Hizbullah berhasil memperkuat pengaruhnya lewat Perang Suriah. Sebaliknya Israel yang menilai perkembangan politik di kawasan sebagai ancaman, berulangkali melancarkan serangan udara terhadap militer Suriah dan Hizbullah. Israel berjanji tidak akan membiarkan Iran dan Hizbullah bercokol secara permanen di Suriah.
Kedua, ironi dan ambivalensi HT berikutnya adalah mereka bersikeras memperjuangkan "nasionalisme” Bangsa Palestina tetapi tak pernah peduli dengan nasib bangsa-bangsa Muslim lain yang berjuang untuk memperoleh kedaulatan negara (misalnya Darfur, Kurdi, atau Rohingya).
Lucunya, kelompok HT internasional mengharamkan aksi dan gerakan nasionalisme di negara masing-masing karena dianggap tidak ada dalilnya tetapi getol membela perjuangan nasionalisme Bangsa Palestina.
Selanjutnya, ketiga, aktivis HT mengklaim membela dan pro-umat Islam tapi pada saat yang sama mereka antipati terhadap pemerintah dan negara-negara mayoritas Muslim karena dianggap tidak Islami lantaran tidak menerapkan "sistem khilafah” sebagai sistem politik-pemerintahan mereka. Bukan hanya itu saja, para fanatikus HT juga mengritik para ulama dan ormas-ormas keislaman yang menolak ide sistem khilafah.
Penolakan HT atas semua sistem politik-pemerintahan yang diterapkan oleh negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim itulah yang menyebabkan kenapa orpol ini ditolak dan diharamkan di berbagai negara mayoritas berpenduduk Muslim, termasuk negara-negara di Timur Tengah. Alasan lain karena berbagai rezim politik-pemerintahan di Timur Tengah menganggap ataupun mencurigai Taqiyuddin al-Nabhani menyimpan agenda tersembunyi untuk membangkitkan Dinasti Nabhan, yang didirikan oleh leluhur Taqiyuddin, yang dulu pernah berkuasa di Oman.
Kelompok Salafis di Jerman
Mayoritas masyarakat Islam di Jerman berpandangan moderat. Ada beberapa kelompok kecil yang bersikap radikal dan bersuara cukup lantang. Tapi kelompok kecil ini tidak mewakili suara Islam di Jerman.
Foto: Reuters/Wolfgang Rattay
Makin Banyak
Menurut laporan, semakin banyak pengikut salafi di Jerman yang menyatakan siap berangkat ke Suriah atau Irak untuk ikut "perang suci". Tahun 2013 tercatat hanya 2.000 anggota salafi yang berniat berjihad, tahun ini mencapai 7.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa/Melanie Dittmer
Pelaku Terorisme
Menurut Badan Perlindungan Konstitusi Jerman, Verfassungsschutz, mayoritas pendukung Salafi di Jerman tidak terkait dengan aksi terorisme. Namun ”hampir semua pelaku dan jaringan teror Islamis yang beraksi di Jerman punya latar belakang Salafi”. Foto: Enea B. anggota Salafi, tersangka pelaku upaya pemboman di Bonn 2012 lalu.
Foto: Reuters
Lebih Disorot
Seiring dengan pernyataan dukungan kepada Islamic State, kelompok Salafi semakin mendapat sorotan tajam di Jerman. Kelompok Salafi mengartikan ungkapan-ungkapan seperti ”Syariah” dan ”Jihad” secara radikal dan hanya berdasarkan pemahamannya sendiri. Pandangan Salafi tidak bisa dianggap sebagai pandangan warga muslim di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/ W.Steinberg
Islam Moderat
Kebanyakan komunitas mesjid di Jerman dan para imamnya berpandangan moderat. Dan warga Muslim Jerman pun mengutuk kebiadaban teror yang mengatasnamakan Islam. September lalu, dengan motto: Melawan Kebencian dan Ketidakadilan, organisasi-organisasi muslim di Jerman menggelar aksi menentang penyalahgunaan nama Islam. Mereka menolak khotbah kebencian, ekstrimisme dan fanatisme.
Foto: DW/A. Almakhlafi
Memancing di Air Keruh
Ada kelompok populis dari kalangan ekstrim kanan di Jerman yang sengaja memanfaatkan situasi saat ini untuk menyulut kebencian terhadap Islam. Sejak 20 tahun terakhir ada perubahan menarik yang terjadi di kalangan ekstrim kanan. Kalau dulu mereka fokus pada propaganda anti Israel, sekarang mereka makin fokus pada propaganda anti Islam.
Foto: DW/F. Sabanovic
Radikalisme Baru
Fenomena radikalisme baru di Jerman dengan alasan anti Islamis dicemaskan banyak pihak. Disadari, tren yang digalang kelompok Neo Nazi ini merupakan kebalikan dari fenomena makin banyaknya generasi muda Jerman bergabung dengan milisi Islamic State di Suriah.
Foto: Reuters/Wolfgang Rattay
6 foto1 | 6
Bagaimana sikapnya terhadap dunia barat?
Keempat, HT juga ambivalen dalam hal sikapnya terhadap demokrasi dan Barat. Sejak era HT awal di zaman Taqiyuddin di 1950an hingga kini, HT secara konsisten menolak dan mengkritik demokrasi (juga Barat) karena dianggap tidak Islami atau tidak kompatibel dengan doktrin dan sistem politik-pemerintahan Islam seraya menganjurkan hanya sistem Khilafah-lah yang selaras dengan Islam. Tetapi pada saat yang bersamaan, HT sangat menikmati "buah” demokrasi sehingga mereka bisa bebas dan leluasa mengekspresikan ide, sikap, pendapat, pandangan, atau bahkan aksi-aksi sosial-politik-budaya yang tidak mungkin mereka lakukan di sebuah negara yang menganut sistem politik-pemerintahan yang tidak demokratis. Pula, hanya di negara-negara yang menganut sistem demokrasi saja, anggota HT bisa berkembang biak. Itulah sebabnya markas besar HT ada di London bukan di Baghdad, Amman, Yerusalem, Doha, atau Riyadh.
Mudah-mudahan publik Indonesia sadar bahwa HT itu adalah organisasi politik yang sangat politis, dilatari oleh faktor politik tertentu dan bertujuan akhir untuk mewujudkan sistem politik tertentu, sama sekali bukan untuk mewujudkan "sistem politik Islam” dan nilai-nilai keislaman seperti klaim mereka selama ini. Mereka hanya menjadikan Islam semata-mata sebagai alat dan sarana belaka untuk mewujudkan ambisi dan cita-cita politik Taqiyuddin yang frustasi menyaksikan kegagalan dan kekalahan "koalasi Arab” dalam membela negerinya, Palestina, atas agresi dan aneksasi Israel. Semoga bermanfaat.
Penulis Sumanto Al Qurtuby adalah anggota dewan pendiri Nusantara Kita Foundation dan Presiden Nusantara Institute. Ia juga Dosen Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Arab Saudi. Ia pernah menjadi fellow dan senior scholar di berbagai universitas seperti National University of Singapore, Kyoto University, University of Notre Dame, dan University of Oxdord. Ia memperoleh gelar doktor (PhD) dari Boston University, Amerika Serikat, di bidang Antropologi Budaya, khususnya Antropologi Politik dan Agama. Ia telah menulis lebih dari 20 buku, ratusan artikel ilmiah, dan ribuan esai popular, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia yang terbit di berbagai media di dalam dan luar negeri. Bukunya yang berjudul Religious Violence and Conciliation in Indonesia diterbitkan oleh Routledge (London & New York) pada 2016. Manuskrip bukunya yang lain, berjudul Saudi Arabia and Indonesian Networks: Migration, Education and Islam, akan diterbitkan oleh I.B. Tauris (London & New York) bekerja sama dengan Muhammad Alagil Arabia-Asia Chair, Asia Research Institute, National University of Singapore.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
*Tulis komentar Anda di kolom di bawah ini.
Siapa Yang Berperang di Konflik Suriah?
Konflik di Suriah memasuki babak baru setelah militer Turki melancarkan serangan terhadap posisi milisi Kurdi di timur laut Suriah. Inilah faksi-faksi yang berperang di Suriah.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Perang Tiada Akhir
Suriah telah dilanda kehancuran akibat perang saudara sejak 2011 setelah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atas sebagian besar negara itu karena berbagai kelompok revolusioner. Sejak dari itu, konflik menarik berbagai kekuatan asing dan membawa kesengsaraan dan kematian bagi rakyat Suriah.
Foto: picture alliance/abaca/A. Al-Bushy
Kelompok Loyalis Assad
Militer Suriah yang resminya bernama Syrian Arab Army (SAA) alami kekalahan besar pada 2011 terhadap kelompok anti-Assad yang tergabung dalam Free Syrian Army. SAA adalah gabungan pasukan pertahanan nasional Suriah dengan dukungan milisi bersenjata pro-Assad. Pada bulan September, Turki meluncurkan invansi militer ketiga dalam tiga tahun yang menargetkan milisi Kurdi.
Foto: picture alliance/dpa/V. Sharifulin
Militer Turki
Hampir semua negara tetangga Suriah ikut terseret ke pusaran konflik. Turki yang berbatasan langsung juga terimbas amat kuat. Berlatar belakang permusuhan politik antara rezim di Ankara dan rezim di Damaskus, Turki mendukung berbagai faksi militan anti-Assad.
Foto: picture alliance/dpa/S. Suna
Tentara Rusia
Pasukan dari Moskow terbukti jadi aliansi kuat Presiden Assad. Pasukan darat Rusia resminya terlibat perang 2015, setelah bertahun-tahun menyuplai senjata ke militer Suriah. Komunitas internasional mengritik Moskow akibat banyaknya korban sipil dalam serangan udara yang didukung jet tempur Rusia.
Sebuah koalisi pimpinan Amerika Serikat yang terdiri lebih dari 50 negara, termasuk Jerman, mulai menargetkan Isis dan target teroris lainnya dengan serangan udara pada akhir 2014. Koalisi anti-Isis telah membuat kemunduran besar bagi kelompok militan. AS memiliki lebih dari seribu pasukan khusus di Suriah yang mendukung Pasukan Demokrat Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Images/US Navy/F. Williams
Pemberontak Free Syrian Army
Kelompok Free Syrian Army mengklaim diri sebagai sayap moderat, yang muncul dari aksi protes menentang rezim Assad 2011. Bersama milisi nonjihadis, kelompok pemberontak ini terus berusaha menumbangkan Presiden Assad dan meminta pemilu demokratis. Kelompok ini didukung Amerika dan Turki. Tapi kekuatan FSA melemah, akibat sejumlah milisi pendukungnya memilih bergabung dengan grup teroris.
Foto: Reuters
Pemberontak Kurdi
Perang Suriah sejatinya konflik yang amat rumit. Dalam perang besar ada perang kecil. Misalnya antara pemberontak Kurdi Suriah melawan ISIS di utara dan barat Suriah. Atau juga antara etnis Kurdi di Turki melawan pemerintah di Ankara. Etnis Kurdi di Turki, Suriah dan Irak sejak lama menghendaki berdirinya negara berdaulat Kurdi.
Foto: picture-alliance/AA/A. Deeb
Islamic State ISIS
Kelompok teroris Islamic State (Isis) yang memanfaatkan kekacauan di Suriah dan vakum kekuasaan di Irak, pada tahun 2014 berhasil merebut wilayah luas di Suriah dan Irak. Wajah baru teror ini berusaha mendirikan kekalifahan, dan namanya tercoreng akibat genosida, pembunuhan sandera serta penyiksaan brutal.
Foto: picture-alliance/dpa
Afiliasi Al Qaeda
Milisi teroris Front al-Nusra yang berafiliasi ke Al Qaeda merupakan kelompok jihadis kawakan di Suriah. Kelompok ini tidak hanya memerangi rezim Assad tapi juga terlibat perang dengan pemberontak yang disebut moderat. Setelah merger dengan sejumlah grup milisi lainnya, Januari 2017 namanya diubah jadi Tahrir al-Sham.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Nusra Front on Twitter
Pasukan Iran
Iran terlibat pusaran konflik dengan mendukung rezim Assad. Konflik ini juga jadi perang proxy antara Iran dan Rusia di satu sisi, melawan Turki dan AS di sisi lainnya. Teheran berusaha menjaga perimbangan kekuatan di kawasan, dan mendukung Damaskus dengan asistensi startegis, pelatihan militer dan bahkan mengirim pasukan darat.