Dominasi Mercedes di Formula 1 belum tuntas. Lewis Hamilton dan Nico Rosberg kembali finish di urutan satu dan dua pada GP China. Ketika Ferrari membaik, Red Bull justru kembali tergelincir.
Iklan
Akan ada terlalu banyak faktor yang terlibat untuk tidak menjagokan Lewis Hamilton musim ini. Pembalap Inggris itu lagi-lagi memandu balapan dari posisi terdepan di sirkuit Shanghai International. Dari start hingga garis finish, Hamilton yang tidak diragukan membesut jet tercepat musim ini, tidak tergoyahkan.
Sebaliknya buat rekan setimnya, Nico Rosberg, GP China menjadi pertarungan tanpa henti. Mengawali balapan dari posisi tengah, pembalap Jerman itu merangkak ke depan. Namun sebelum finish di urutan kedua, ia harus bertarung menghadapi Nico Hülkenberg, Sebastian Vettel. Daniel Ricciardo dan Fernando Alonso.
"Saya mengalami beberapa masalah," tutur Rosberg. "Tempat kedua adalah target minimal. Tapi pada balapan selanjutnya kemenangan harus di tangan" Kendati Hamilton mencetak tiga kemenangan berturut-turut, Rosberg masih memimpin klasemen pembalap dengan perbedaan empat angka. "Saya masih memimpin dan ingin terus berada di atas."
Ferrari Membaik, Red Bull Tergelincir
Kejutan terbesar adalah Ferrari yang bersama Fernando Alonso finish di urutan ketiga. Alonso terutama diuntungkan dengan strategi pit stop. Berkat arahan manajer baru, Marco Matiacci, tim kuda jingkrak itu sukses mengelabui Red Bull yang terpaksa melorot satu posisi lantaran telat mengganti ban.
Red Bull sendiri terkesan masih berkutat menuntaskan segudang masalah yang menghinggapi mesin Renault. Terlepas dari itu pun juara bertahan Sebastian Vettel belum menemukan setelan mobil yang pas untuk gaya membalapnya. Sebab itu pula ia harus merelakan rekan setimnya, Daniel Ricciardo, mengambil posisi depan.
"Kami berharap bakal mendapat bahan bakar yang lebih baik," kata konsultan Red Bull, Dr. Helmut Marco. Mungkin pada Grand Prix Spanyol tiga pekan mendatang. Ketertinggalan terhadap Mercedes kini "menyusut pada setiap balapan," tuturnya.
Mercedes vs Renault
Masalah terbesar buat Red Bull adalah lemahnya perpindahan tenaga pada mesin Renault. Manajer tim, Christian Horner meyakini, pembalapnya kehilangan 20km/jam pada jalur lurus atau sekitar 100 meter dari Mercedes. Kini Red Bull tidak punya pilihan selain "bekerja keras dengan Renault untuk menutup celah tersebut."
Hingga empat balapan mesin Mercedes masih merajai ajang Formula 1. Hal itu terlihat pada klasemen konstruktor. Dari lima tim yang berada di posisi teratas, tiga di antaranya menggunakan mesin asal Stuttgart tersebut.
"Mungkin tim-tim lain akan mengambil langkah besar," kata bekas Direktur Teknik Mercedes, Norbert Haug. "Tapi Mercedes juga tidak akan berdiam diri dan cuma melihat bagaimana Red Bull, Ferrari dan yang lain melaju lebih cepat," ujarnya.
Pembalap Terbaik dalam Sejarah Formula 1
Sebastian Vettel masuk dalam daftar pembalap-pembalap terbaik dalam sejarah Formula 1. Senna, Schumacher, Fangio dan lauda adalah sederet nama yang menghiasi galeri Hall of Fame Formula 1.
Foto: Reuters
Juara dunia termuda
Dengan usia 23 tahun dan 134 hari, Sebastian Vettel adalah juara dunia termuda sepanjang sejarah. Sejak 2010 pria kelahiran Heppenheim, Jerman, itu mendominasi ajang balap mobil terbesar sejagad. Vettel sudah 30 kali berdiri di puncak podium selama karirnya yang singkat.
Foto: Reuters
Pewaris Schumacher
Kerusakan mesin musim ini adalah hal langka buat Vettel. Jika tidak ada aral melintang, pembalap yang kini berusia 26 tahun itu bisa dipastikan akan kembali mencium cincin juara dunia untuk yang ke-empat kalinya. Menurut jajak pendapat di Jerman, Vettel bahkan lebih disukai ketimbang pendahulunya, juara dunia tujuh kali Michael Schumacher.
Foto: Getty Images
Manusia rekor
Kendati gagal menghiasi kepulangannya ke Formula 1 dengan gelar juara, Michael Schumacher masih memegang lusinan rekor-rekor terpenting: Tujuh kali juara dunia, 91 kali juara pertama, 155 kali berdiri di podium. Selama bertahun-tahun Schumi mendikte persaingan di Formula 1. Sebelum Vettel, kedigdayaan Schumacher lah yang membuat ajang balap ini terkesan membosankan.
Foto: picture-alliance/dpa
Cuaca Schumi
Schumacher (kiri) sampai saat ini masih dianggap pembalap hujan terbaik sepanjang sejarah. Di atas lintasan yang licin ia justru terlihat semakin giat melibas para pesaingnya. Kemampuan uniknya itu pernah dirasakan oleh Damon Hill (kanan) pada musim balap 2014. Pada tahun itulah Schumacher merebut gelar juara dunia pertama dalam karirnya.
Foto: Getty Images
Juara dunia di atas panah perak
Apa yang gagal dilakukan Schumacher dengan kepulangannya kembali pasca pensiun, justru menjadi salah satu keberhasilan terbesar Juan Manuel Fangio. Pada dekade 1950-an, pembalap Argentina itu menjadi juara dunia dua kali bersama kendaraan besutannya, Mercedes-Silberpfeil alias panah perak. Secara keseluruhan Fangio mencatat lima gelar juara dunia, antara 1954 dan '57 empat kali berturut-turut.
Foto: picture-alliance/dpa
Brabham dan Brabham
Pembalap Australia, Sir Jack Brabham mampu mencatat tiga gelar juara dunia. Pria yang pendengarannya terganggu lantaran suara mesin itu memiliki kisah unik, 1966 ia menjadi juara dunia dengan kendaraan buatannya sendiri. Catatan tersebut hingga saat ini dan mungkin tidak akan pernah tersaingi oleh pembalap manapun.
Foto: picture-alliance/ASA
Berakhir setelah 99 Grand Prix
Tiga gelar juara dunia juga diraih oleh Sir John Young Stewart yang lazim dipanggil Jackie. Pembalap Inggris itu pensiun tahun 1973 sebagai juara bertahan. Jackie Stewart batal membalap pada Grand Prix USA yang seharusnya menjadi balapan ke-100 buatnya, menyusul kematian rekan setimnya François Cevert yang tewas pada sesi latihan di Watkins Glen.
Foto: picture-alliance/ASA
Terbakar di neraka hijau
Salah satu figur terbesar dalam sejarah Formula 1 adalah Niki Lauda yang meraih gelar pertamanya tahun 1975. Setahun kemudian Lauda mengalami kecelakan fatal di sirkuit Nürburgring yang membuat kendaraannya terbakar. Lauda mengalami luka bakar di wajah. Asap beracun merusak paru-parunya. Lauda yang tampil dominan, terpaksa menyerahkan gelar juara dunia ke pesaing terdekatnya, James Hunt.
Foto: picture-alliance/ASA
Empat untuk Prost
Lauda (kiri) kembali dan menjuarai Formula 1 tahun 1977. 1984 ia mencatat gelar ketiga usai mengalahkan pesaing sekaligus rekan setimnya, Alain Prost (kanan). Usai kegagalan tersebut, pembalap Perancis itu kemudian mampu mendominasi Formula 1 dan mengukir empat kali juara dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Sang provokator
Nelson Piquet bukan pembalap yang disukai di antara rekan-rekan sejawatnya. Pembalap Brazil itu sering melontarkan komentar nakal soal pembalap lain di depan publik. Tapi di atas sirkuir, Piquet termasuk pembalap terbaik dekade 1980-an. Tiga gelar juara dunia adalah buktinya.
Foto: AP
Tercepat sepanjang masa
Kiprah Piquet sebagai pahlawan Formula 1 Brazil diikuti oleh Ayrton Senna (kiri). Dalam waktu empat tahun Senna menjuarai empat musim Formula 1. Hingga saat ini Senna masih dianggap salah satu pembalap terbaik oleh Schumacher, Mikka Häkkinen, Fernando Alonso dan Jacques Villeneuve. Menurut ke-empat pembalap tersebut, kemampuannya membaca tikungan tidak tertandingi sampai saat ini.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir yang tragis
Tidak ada yang menyangka karir Senna akan berakhir tragis. Tiga kali juara dunia itu berusia 34 tahun saat kecelakaan di sirkuit Imola pada Grand Prix San Marino merengut nyawanya.