Meretas Tubuh dan Otak Sebagai bentuk Optimalisasi
13 Oktober 2020
Berbagai trend baru untuk meningkatkan kemampuan tubuh bermunculan. Baik dengan memasang implan atau mengkonsumsi obat-obatan. Biohacking dan brainhacking hadir sebagai solusi baru untuk mengoptimalkan tubuh.
Iklan
"Kami ingin menantang tubuh kami sehingga jadi lebih kuat.” Itulah yang diucapkan oleh Matthias Dippl, seorang Biohacker. Saat berlatih, ia menggunakan masker khusus yang membuat pernapasannya menjadi lebih berat. Hal ini bertujuan untuk melatih diafragmanya.
Itulah ide tentang biohacking, bahwa orang memasuki situasi ekstrem untuk mencari tahu di mana batas-batas kemampuan mereka dan berusaha untuk melampauinya. Di saat yang sama, mereka juga berusaha kembali ke situasi tenang untuk rileks.
Setelah latihan, tahap selanjutnya adalah regenerasi dalam sebuah laboratorium biohacking. Pemiliknya, Andreas Breitfeld mengetes alat-alat terbaru di sini. Salah satu alat terbaru tersebut adalah kaus kaki kompresi. "Tergantung bagaimana orang mengaturnya, orang bisa mendapat pijat kaki sepenuhnya atau hanya sebagian, yang juga bisa membantu tubuh bebas dari asam laktat dan semacamnya yang diproduksi otot ketika berolahraga," ujar Andreas Breitfeld.
Peralatan berikutnya adalah sebuah lampu dengan cahaya merah. Lampu ini memberi energi kepada tubuh. "Wah, enak sekali bagi sel-sel tubuh. Rasanya seperti berjemur di matahari, tapi tanpa kepanasan," komentar Matthias Dippl. Setelah melewati tahap regenerasi di laboratorium, ia pun kembali ke rumah.
Biohacking sebagai upaya mengatasi burnout
Burnout: Lelah Tak Berkesudahan dan Depresi
04:02
Enam tahun yang lalu, di ulang tahun ke-34, Matthias Dippl benar-benar mengalami burnout. Burnout sendiri merupakan stres berkepanjangan yang berpengaruh tak hanya kepada kondisi tubuh namun juga pada kondisi emosional atau psikis. Di masa ini ia kurus sekali, tidak memiliki tenaga serta daya tahan tubuh, juga tidak mampu berkonsentrasi. Biohacking telah menolongnya mengalahkan burnout.
Dalam upaya menemukan solusi bagi hidupnya, Matthias Dippl mencoba sejumlah taktik biohacking. Ia memperbaiki diet dan melakukan olahraga lebih banyak, terutama memperbaiki kesehatan pencernaan, serta juga tidur yang lebih baik.
Sebelum Matthias Dippl tidur, ia mematikan wifi dan memperhatikan bahwa ia cukup minum. Selain itu, sebuah plester khusus yang dikenakan sepanjang malam di mulutnya akan memaksa dirinya bernapas dari hidung. Hal ini akan mengoptimalkan hidupnya.
Risiko dari segi kesehatan
Dokter spesialis olah raga Thomas Niethammer berkata bahwa biohacking dalam bentuk yang ringan seperti lebih banyak berolahraga, tidur cukup dan makan makanan yang sehat, tentu nilainya positif. Tapi dalam bentuk maksimal, terutama jika mengenakan masker spesial ini, bisa jadi berbahaya. Dalam bentuk itu, harus ada penelitian dan pendamping dari segi kedokteran dan olahraga.
Mungkin biohacking bukan opsi bagi setiap orang. Tapi setidaknya bagi Matthias Dippl, biohacking adalah jalan keluar dari burnout.
Selain biohacking, bermunculan cara-cara lain untuk mengoptimalkan tubuh. Semakin banyak orang beralih ke alat bantu obat-obatan seperti Ritalin atau LSD berdosis rendah untuk meningkatkan keterampilan berpikir mereka. Beberapa bahkan melangkah lebih jauh: menggunakan implan secara teknis untuk meningkatkan kinerja otak.
Iklan
Menyiasati kekurangan fisik
Neil Harbisson adalah cyborg pertama yang diakui di dunia. 14 tahun lalu, ia memasang antena di kepalanya. Harbisson mengidap buta warna sejak lahir. Untuk mengimbangi cacat ini, antenanya dipasangi sensor untuk mengenali warna. Sensor mengubah sinyal menjadi frekuensi suara. Harbisson kini bisa mendengarkan warna.
Teknologi Masa Depan
Di era modern ini, kecanggihan robot tidak aneh lagi. Robot juga semakin lebih sering diperlukan dalam industri. Alat bantu lebih cerdas dan saling terkait: mesin, produk dan manusia.
Foto: DW/I. Wrede
Boleh dibelai
Kangguru menjadi percontohan dalam penggunaan energi yang efisien. Saat kangguru melompat, energi yang dihasilkan dari lompatan digunakan untuk lompatan berikutnya. Hingga kini masih berupa teori. Di masa depan, prinsip ini akan diterapkan dalam proses produksi.
Foto: DW/I. Wrede
Dari mainan jadi serius
Robot yang menyerupai belalai gajah selama bertahun-tahun hanya dianggap sebagai mainan. Kini prinsip ini menjadikan lengan robot bisa bergerak lebih fleksibel.
Foto: DW/I. Wrede
Jembatan jadi lebih cerdas
Kondisi jalanan dan jembatan kerap dikritik. Setidaknya kini deteksi kerusakan akan lebih mudah. Berkat vibrasi pada sensor, jembatan bisa mengetahui di mana lokasi kerusakan.
Foto: DW/I. Wrede
Dari robot untuk robot
Kabel dan pipa yang bisa dibengkokkan memudahkan proses produksi. Pergerakan mesin yang cepat juga tidak menyebabkan aliran energi terhambat. Presentasi metode ini ditampilan oleh robot.
Foto: DW/I. Wrede
Cermin di dinding
Di pameran Hannover, cermin juga didigitalisi. Cara mengaktifkannya cukup dengan gerakan tangan. Tapi pemanfaatnnya "di dunia nyata" belum ada.
Foto: DW/I. Wrede
Sepeda gaya lain
Kendaraan ini bernama Drymer buatan Belanda. Mirip dengan sepeda yang menggunakan mesin listrik.
Foto: DW/I. Wrede
Robot terbang
"Burung terbang" ini misalnya bisa mengusir burung-burung lain di bandar udara. Selama ini pengelola bandara harus mengeluarkan jutaan Euro untuk mencegah burung masuk ke turbin pesawat.
Foto: DW/I. Wrede
7 foto1 | 7
“Itu mengubah cara saya menyikapi kehidupan. Saya merasa lebih terkoneksi dengan alam, karena saya merasakan pancaran inframerah dan ultraviolet yang ada di alam. Saya merasa lebih terkoneksi dengan spesies lainnya, karena saya berbagi indra dengan spesies yang bisa merasakan pancaran inframerah dan ultraviolet ini. Saya merasa lebih terkoneksi dengan alam semesta, karena saya bisa merasakan warna dari luar angkasa,“ ujar Neil Harbisson.
Elon Musk, pendiri pabrik mobil listrik Tesla yang tersohor pun optimis bahwa dalam 5 tahun mendatang, kita semua akan bisa merekayasa otak kita secara teknis. Ia ingin memicu penelitian intensif untuk merekayasa otak kita agar memiliki kinerja super tinggi. Apakah ini sebuah visi atau ilusi?
Batasan moral dan kekhawatiran
Mengoptimalkan kreativitas dan kinerja otak dalam fenomena yang disebut brainhacking ini memang menarik. Walau demikian, bahaya muncul ketika kita terlalu berharap pada teknologi ini.
Miriam Meckel, seorang ilmuwan komunikasi menyampaikan kekhawatirannya terhadap fenomena ini. “Kita punya pengetahuan tentang otak walau sangat sedikit. Meskipun begitu kita sudah mulai mengoptimalkan otak sebelum kita benar-benar memahaminya. Dalam otak terdapat semua hal yang membentuk kita menjadi seorang manusia: emosi, cinta, identitas, kepribadian dan kecerdasan. Kita merekayasa teknis dan mengorek berbagai hal. Ini adalah sebuah aksi di ranah perbatasan, atau bahkan sudah melewati batasan,” ujarnya.
Walau demikian, Miriam Meckel dalam waktu bersamaan juga merasa penasaran. Di Amerika Serikat (AS) ia menguji coba sebuah teknik dengan cara menstimulasi otaknya sendiri menggunakan listrik tegangan rendah untuk meningkatkan konsentrasi.
Dampaknya sangat cepat. Setelah cukup lama distimulasi, ia tidak bisa makan dan mual-mual. Ia juga tidak bisa tidur, merasa tetap terjaga namun dalam bentuk yang tidak nyaman.
Akan tetapi, ada juga ada sisi positif dari hal ini. Dalam bidang kedokteran, diharapkan dengan intervensi pada otak, penyakit seperti Alzheimer atau depresi akan dapat disembuhkan. Para ilmuwan dalam proyek Braingate di AS sudah melangkah lebih jauh. Kini orang yang lumpuh separuh badan, bisa kembali bergerak secara otonom.
Dengan impuls listrik, obat-obatan atau implan, kita bisa meningkatkan kemampuan kognitif kita dan dengan demikian mencapai peluang terbaik.
Merekayasa kemampuan kognitif juga bisa dilakukan dengan obat-obatan yang meningkatkan kinerja otak. Sudah banyak orang yang melakukan hal ini, misalnya dengan mengkonsumsi obat Ritalin atau yang terbaru dengan LSD berdosis mikro. Optimalisasi otak memang sesuatu yang menarik, namun tetap memiliki konsekuensinya tersendiri dan tetap kontroversial.
DW Inovator
5 Abad Robot: Makin Mirip Manusia
Lima abad sejak pertama kali diciptakan, kecanggihan robot makin ‘menggila’. Tak hanya tampilannya yang makin mirip dengan manusia, perannya juga mulai menggantikan tugas penciptanya.
Foto: Plastiques Photography, courtesy of the Science Museum
Bisa baca berita
Profesi pembaca berita atau news anchor mulai tergantikan tugasnya sejak Jepang menciptakan kodomoroid. Android yang diciptakan tahun 2014 itu bisa lancar melaporkan berita dalam berbagai bahasa, tanpa tersandung-sandung. Dia bahkan diprogram dengan rasa humor. Memang, dia masih sedikit kaku - untuk jenisnya yang sekarang ini.
Foto: Plastiques Photography, courtesy of the Science Museum
AI dari Beijing
Baru tahun 2018, Cina sukses mengembangkan robot pembaca berita yang mampu bekerja hingga 24 jam. Robot yang dilingkapi kecerdasan buatan (AI) itu dikembangkan Xinhua dan perusahaan mesin pencari Cina Sohou. Pembaca berita ini dirancang meniru suara manusia, ekspresi wajah hingga gerak tubuh.
Foto: Getty Images/AFP/STR
Tangan baja
Namun jauh sebelum tokoh humanoid diciptakan, perangkat palsu sebenarnya sudah dikembangkan untuk menggantikan anggota badan yang hilang. Model awal ditemukan pada mumi Mesir antara 950-710 SM. Bagi penggemar sains fantasi, protesa baja dan kuningan era Victoria ini mungkin keren. Namun, bagi orang lain, tangan-tangan palsu ini agak menyeramkan.
Foto: Plastiques Photography, courtesy of the Science Museum
Biksu pendeta 'Frankenstein'
Robot terbaru tahun 2019, adalah robot pendeta di Kuil Kodaiji di Kyoto, Jepang. Sebagaimana biksu manusia, ia juga memberikan wejangan pada pengunjung kuil. Meski menuai kritik dari luar karena dibandingkan dengan Frankenstein, warga lokal justru beri respon positif. Robot ini diharapkan bisa merangkul generasi muda yang kurang familier dengan agama Buddha yang dianut sekitar 30% warga Jepang.
Foto: Getty Images/AFP/C. Triballeau
Asal mula robot biksu
Istilah "robot" sebenarnya sudah tidak digunakan sampai tahun 1920, karakter mekanik telah diciptakan selama berabad-abad. Di antaranya untuk menghidupkan kembali cerita-cerita Alkitab. Karakter biksu ini misalnya, berasal dari Spanyol dan diperkirakan sudah dibuat sejak tahun 1560.
Foto: Smithsonian Institution/Jennie Hills
Bayi animatronik
Dalam pameran robot di Museum Sains London, pengunjung menyaksikan robot mirip bayi manusia. Sama seperti bayi baru lahir, gerakan robot bayi ini terbatas pada lengan dan kaki; tampak seperti bernapas dan bisa bersin. Robot seperti ini digunakan untuk produksi film. Mereka amat mirip bayi, sehingga orang merasakan emosinya ketika menyaksikan robot bayi ini.
Foto: Plastiques Photography, courtesy of the Science Museum
Gantikan tugas manusia
Semakin lama robot makin digunakan untuk menggantikan tugas manusia dalam pekerjaan industri. Mengapa orang harus melakukan tugas-tugas yang dianggap kotor atau berbahaya - ketika robot dapat melakukannya? Hanya butuh waktu beberapa menit untuk pekerja reguler untuk "mengajarkan" robot Baxter tugas baru. Robot ini dijual seharga $25.000.
Foto: Plastiques Photography, courtesy of the Science Museum
Ilmiah di balik fiksi
Pameran robot di London 2017 memutar film yang berfokus pada kecerdasan buatan, seperti film Steven Spielberg "A.I. Artificial Intelligence" (2001) dan film Alex Garland "Ex Machina" (2015). Bintang film Alicia Vikander berperan sebagai robot yang sangat canggih (gambar). Semakin menjadi bagian dari realitas kita, tema-tema film tersebut tidak lagi sekadar fiksi ilmiah yang surealis
Foto: picture-alliance/AP Photo/A24 Films
Makin canggih
Android open source Rob Knight (ROSA) adalah robot "anthropomimetic" pertama. Ia mereproduksi struktur tubuh manusia. Robot yang ditampilkan di pameran di Museum Sains di London tidak hampir sama dengan android dari serial TV "Westworld," tapi mereka terus memprovokasi refleksi tentang apa artinya menjadi manusia.
Foto: Plastiques Photography, courtesy of the Science Museum
I'll be back
Persepsi kita atas robot telah sangat dipengaruhi oleh seni. Dalam film R.U.R, robot bangkit untuk hancurkan penciptanya. Sejak itu, film juga berkontribusi dengan konsep cerita serupa. Salah satu robot yang paling ikonik dalam sejarah film diciptakan oleh James Cameron pada tahun 1984 dengan film thriller-nya, "The Terminator," dimana kata-kata “I’ll be back!” di film ini jadi legendaris.
Foto: picture-alliance/dpa/M. S. Gordon/2015 Paramount Pictures
Robot pertama di bioskop jenis kelaminnya perempuan
Fritz Lang perintis fiksi ilmiah karya "Metropolis" (1927) menampilkan salah satu robot pertama sejarah film: "Maschinenmensch" (manusia mesin). Latar belakang kisahnya tahun 2026. Dikisahkan di film ini, ilmuwan ciptakan robot untuk mereproduksi perempuan yang dicintainya, Maria.
Foto: Plastiques Photography, courtesy of the Science Museum
Mari kita sebut mereka robot
Pada tahun 1920, penulis Ceko, Karel Capek menemukan kata "robot" untuk drama fiksi ilmiahnya: "R.U.R." (Rossum's Universal Robots). Istilah robot berasal dari bahasa Ceko "robota," yang berarti buruh kerja paksa. Drama “R.U.R” diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Dalam gambar ini, "Eric" (kanan) adalah reproduksi dari salah satu robot pertama di dunia, berasal dari tahun 1928. (Ed: ap/vlz/vv)
Foto: Plastiques Photography, courtesy of the Science Museum