Merkel: Jerman Tak Bisa Berdiam Diri Atas Nasib Suriah
12 September 2018
Kanselir Jerman, Angela Merkel menyatakan Jerman tidak bisa hanya berdiam diri jika terjadi serangan kimia di Suriah.
Iklan
Pernyataan itu disampaikan Angela Merkel, dua hari setelah pemerintahannya mengadakan pembicaraan dengan koalisinya tentang kemungkinan penempatan militer di negara yang dilanda perang tersebut.
Kanselir Jerman itu mengatakan Jerman tidak bisa begitu saja menolak intervensi militer, suatu hal yang bertentangan langsung dengan mitra koalisinya SPD, yang menolak berpartisipasi dalam aksi militer melawan pemerintah Suriah.
"Mengatakan 'tidak' sedari awal, tidak peduli atas apa yang terjadi di dunia inibukanlah sikap Jerman," katanya kepada Parlemen Jerman, Bundestag.
Jerman, negera berkuatan ekonomi terbesar keempat dunia ini, berada di bawah tekanan Amerika Serikat untuk meningkatkan anggaran belanja militer dan memikul lebih banyak tanggung jawab dalam NATO.
Konflik di Suriah memasuki babak baru setelah militer Turki melancarkan serangan terhadap posisi milisi Kurdi di timur laut Suriah. Inilah faksi-faksi yang berperang di Suriah.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Perang Tiada Akhir
Suriah telah dilanda kehancuran akibat perang saudara sejak 2011 setelah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atas sebagian besar negara itu karena berbagai kelompok revolusioner. Sejak dari itu, konflik menarik berbagai kekuatan asing dan membawa kesengsaraan dan kematian bagi rakyat Suriah.
Foto: picture alliance/abaca/A. Al-Bushy
Kelompok Loyalis Assad
Militer Suriah yang resminya bernama Syrian Arab Army (SAA) alami kekalahan besar pada 2011 terhadap kelompok anti-Assad yang tergabung dalam Free Syrian Army. SAA adalah gabungan pasukan pertahanan nasional Suriah dengan dukungan milisi bersenjata pro-Assad. Pada bulan September, Turki meluncurkan invansi militer ketiga dalam tiga tahun yang menargetkan milisi Kurdi.
Foto: picture alliance/dpa/V. Sharifulin
Militer Turki
Hampir semua negara tetangga Suriah ikut terseret ke pusaran konflik. Turki yang berbatasan langsung juga terimbas amat kuat. Berlatar belakang permusuhan politik antara rezim di Ankara dan rezim di Damaskus, Turki mendukung berbagai faksi militan anti-Assad.
Foto: picture alliance/dpa/S. Suna
Tentara Rusia
Pasukan dari Moskow terbukti jadi aliansi kuat Presiden Assad. Pasukan darat Rusia resminya terlibat perang 2015, setelah bertahun-tahun menyuplai senjata ke militer Suriah. Komunitas internasional mengritik Moskow akibat banyaknya korban sipil dalam serangan udara yang didukung jet tempur Rusia.
Sebuah koalisi pimpinan Amerika Serikat yang terdiri lebih dari 50 negara, termasuk Jerman, mulai menargetkan Isis dan target teroris lainnya dengan serangan udara pada akhir 2014. Koalisi anti-Isis telah membuat kemunduran besar bagi kelompok militan. AS memiliki lebih dari seribu pasukan khusus di Suriah yang mendukung Pasukan Demokrat Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Images/US Navy/F. Williams
Pemberontak Free Syrian Army
Kelompok Free Syrian Army mengklaim diri sebagai sayap moderat, yang muncul dari aksi protes menentang rezim Assad 2011. Bersama milisi nonjihadis, kelompok pemberontak ini terus berusaha menumbangkan Presiden Assad dan meminta pemilu demokratis. Kelompok ini didukung Amerika dan Turki. Tapi kekuatan FSA melemah, akibat sejumlah milisi pendukungnya memilih bergabung dengan grup teroris.
Foto: Reuters
Pemberontak Kurdi
Perang Suriah sejatinya konflik yang amat rumit. Dalam perang besar ada perang kecil. Misalnya antara pemberontak Kurdi Suriah melawan ISIS di utara dan barat Suriah. Atau juga antara etnis Kurdi di Turki melawan pemerintah di Ankara. Etnis Kurdi di Turki, Suriah dan Irak sejak lama menghendaki berdirinya negara berdaulat Kurdi.
Foto: picture-alliance/AA/A. Deeb
Islamic State ISIS
Kelompok teroris Islamic State (Isis) yang memanfaatkan kekacauan di Suriah dan vakum kekuasaan di Irak, pada tahun 2014 berhasil merebut wilayah luas di Suriah dan Irak. Wajah baru teror ini berusaha mendirikan kekalifahan, dan namanya tercoreng akibat genosida, pembunuhan sandera serta penyiksaan brutal.
Foto: picture-alliance/dpa
Afiliasi Al Qaeda
Milisi teroris Front al-Nusra yang berafiliasi ke Al Qaeda merupakan kelompok jihadis kawakan di Suriah. Kelompok ini tidak hanya memerangi rezim Assad tapi juga terlibat perang dengan pemberontak yang disebut moderat. Setelah merger dengan sejumlah grup milisi lainnya, Januari 2017 namanya diubah jadi Tahrir al-Sham.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Nusra Front on Twitter
Pasukan Iran
Iran terlibat pusaran konflik dengan mendukung rezim Assad. Konflik ini juga jadi perang proxy antara Iran dan Rusia di satu sisi, melawan Turki dan AS di sisi lainnya. Teheran berusaha menjaga perimbangan kekuatan di kawasan, dan mendukung Damaskus dengan asistensi startegis, pelatihan militer dan bahkan mengirim pasukan darat.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Hadapi tekanan koalisi dan publik
Merkel dan kubunya harus mendapatkan persetujuan SPD, mitra koalisi dalam pengambilan putusan koalisi, dan mengatasi sikap penolakan publik secara besar-besaran terhadap partisipasi Jerman dalam misi tempur militer.
Pemimpin SPD, Andrea Nahles pada hari Rabu (12/09) mengatakan kepada anggota parlemennya bahwa pihaknya tidak akan setuju dengan intervensi militer Jerman di Suriah kecuali Perserikatan Bangsa Bangsa mengesahkan tindakan tersebut.
Jajak pendapat: Warga tidak setuju intervensi
Misi tempur tetap menjadi topik sensitif di Jerman, karena sejarah masa lalu Nazi. Partisipasi dalam setiap serangan udara di Suriah akan juga menempatkan Jerman pada jalur yang bersebrangan dengan Rusia, yang terutama merupakan pendukung Presiden Bashar al-Assad.
Tujuh puluh empat persen orang Jerman menentang partisipasi dalam intervensi militer Jerman jika ada serangan senjata kimia yang dilakukan oleh pemerintah Suriah, demikian menurut jajak pendapat baru yang dilakukan oleh surat kabar Die Welt dan diterbitkan hari Rabu (12/09).
Pemeran Utama bagi Solusi Krisis Pengungsi
Krisis pengungsi di Eropa kini capai titik tergawat. Jerman dengan politik Pintu Terbuka dipuji sekaligus dikritik picu arus migran tak terkendali. Inilah aktor utama yang bisa jadi solusi krisis pengungsi Eropa.
Foto: DW/D. Cupolo
Angela Merkel, Jerman
Kanselir Jerman, Angela Merkel dipuji sekaligus dikritik tajam dalam krisis pengungsi. Kini arus pengungsi ke Jerman memang turun. Tapi itu bukan hasil politik Merkel, melainkan karena 10 negara lain sudah menutup pintu perbatasannya. Politik pintu terbuka Merkel dinilai bisa runtuhkan Uni Eropa, jika dalam waktu dekat tidak bisa tercapai kesepakatan politik bersama Eropa.
Foto: Reuters/F. Lenoir
Jean-Claude Jüncker, Uni Eropa
Presiden Komisi Eropa yang juga PM Luxemburg, Jean-Claude Jüncker menjadi sasaran kritik anggota Uni Eropa, karena ragu dan tidak tegas menangani krisis pengungsi. Informasi gelombang pengungsi yang siap masuk Eropa sudah diberikan dinas rahasia awal tahun silam. Tapi Uni Eropa tidak bertindak tepat dan biarkan krisis berlarut. Kini Jüncker harus mainkan peran kunci dalam KTT pengungsi.
Foto: Reuters/V. Kessler
Werner Faynmann, Austria
Kanselir Austria Werner Faymann adalah tokoh utama yang mengritik tajam kebijakan pintu terbuka Jerman yang sebelummya tidak dikonsultasikan matang dengan negara tetangga. Austria kewalahan terima serbuan pengungsi yang ingin masuk Jerman. Faynmann menggelar konferensi dengan 10 negara Balkan dan negara lain di rute pengungsi serta memaksa untuk penetapan batasan maksimal kuota pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Punz
Alexis Tsipras, Yunani
Realita bahwa Yunani jadi korban utama kebijakan Jerman tak bisa ditutupi. Jutaan pengungsi dari Suriah, Irak, Afghanistan dan negara lainnya terus mengalir ke Yunani via Laut Tengah. PM Yunani Tsipras mengeluh, negaranya yang masih dirundung krisis berat, tanggung beban tak adil dalam krisis ini dan makin kewalahan tangani pengungsi. Yunani kini kirim balik sebagian pengungsi ke Turki.
Foto: Reuters/A.Konstantinidis
Ahmet Davutoglu, Turki
PM Turki Ahmet Davutoglu adalah tokoh utama lainnya dalam solusi krisis pengungsi. Uni Eropa sudah tegaskan, kerjasama dengan Turki adalah tema sentral. Tapi taruhannya amat tinggi. Turki dnjanjikan kompensasi 3 milyar Euro. Presiden Turki, Erdogan yang lebih berkuasa dibanding Davutoglu lecehkan janji bantuan Uni Eropa terlalu kecil. Ia juga ancam kirim gelombang tsunami pengungsi ke Eropa.