Kanselir Jerman Angela Merkel mengecam penggunaan surat perintah penangkapan Interpol oleh Turki untuk menangkap penulis Jerman di Spanyol. Dogan Akhanil ditangkap polisi Spanyol hari Sabtu (19/8).
Iklan
Penulis Jerman-Turki Dogan Akhanli yang sedang berlibur di Spanyol sempat ditahan polisi hari Sabtu, setelah pemerintah Turki mengeluarkan peringatan „red notice" pada jaringan Interpol, yang berarti perintah penangkapan. Sehari kemudian, dia dibebaskan lagi, namun diminta tidak meninggalkan kota Madrid.
Kanselir Jerman mengecam keras penyalahgunaan fasilitas Interpol untuk tujuan politik.
"Ini tidak benar.. dan saya sangat senang bahwa Spanyol sekarang telah melepaskannya," kata Merkel. "Kita tidak boleh menyalahgunakan organisasi internasional seperti Interpol untuk tujuan seperti itu."
Hubungan antara Turki dan Uni Eropa mengalami ketegangan sejak pemerintah Turki menahan puluhan ribu orang yang dituduh terlibat dalam kudeta militer tahun lalu yang gagal. Langkah itu dikecam Uni Eropa sebagai tindakan sewenang-wenang.
Pemerintah Jerman selama ini sebenarnya berlaku cukup lunak terhadap Erdogan dan lebih banyak diam. Namun belakangan, banyak politisi di Jerman mulai mengeritik Merkel dan menuduh dia hanya ingin menjaga hubungan dengan Erdogan karena peran Turki sebagai penyangga arus pengungsi dari perang Suriah yang tiba di Eropa. Beberapa hari terkahir, pemerintahan Merkel mulai melontarkan kritik-kritik keras.
"(Dogan Akhanli) adalah satu dari banyak kasus, sayangnya," kata Merkel dengan nada tajam ke Ankara. "Itulah sebabnya mengapa kami mengubah kebijakan Turki kami secara menyeluruh baru-baru ini ... karena sangat tidak dapat diterima bahwa Erdogan melakukan semua itu."
Sebelumnya, Erdogan jug mengeluarkan pernyataan knotroversial dengan mendesak warga Jerman keturunan Turki untuk "memberi pelajaran" pada partai-partai politik yang menurutnya "anti-Turki". Erdogan mengatakan, dalam pemilihan parlemen bulan depan, warga Turki sebaiknya tidak memilih partai CDU, SPD dan Partai Hijau.
Negara-negara Eropa seperti Jerman yang memiliki diaspora besar warga Turki semakin tidak nyaman mengamati perkembangan politik di Ankara dan upaya untuk menggunakan populasi etnis Turki mempengaruhi politik dalam negeri.
"Presiden Erdogan berusaha untuk mengendalikan komunitas etnis Turki, terutama di Jerman dan Austria," kata Menteri Luar Negeri Austria Sebastian Kurz kepada harian Jerman „Die Welt". "Dia membuat polarisasi dan membawa konflik Turki ke UE."
Hari-hari terakhir sebelum pemilihan di Belanda yang dilangsungkan beberapa waktu lalu juga dibayangi oleh demonstrasi dengan kekerasan oleh yang dimotori afiliasi lokal partai penguasa Turki. Pejabat keamanan Jerman menyatakan keprihatinan bahwa hal tersebut juga bisa terjadi dalam pemilihan umum di Jerman akhir September nanti.
Turki: Antara Kudeta Gagal dan Aksi Dukung Erdogan
Setahun setelah percobaan kudeta yang gagal di Turki, Presiden Erdogan dan pendukungnya gelar rapat akbar di Ankara demonstrasikan persatuan. Tapi tidak semua warga Turki mendukung acara tersebut.
Foto: DW/D. Cupolo
Kudeta Gagal dan Demonstrasi Kekuasaan
Kudeta gagal di Turki tahun 2016 sebabkan 250 orang tewas. Acara peringatan setahun sukses tumpas kudeta di Ankara dan Istanbul jadi demonstrasi bagi haluan masa depan negara Turki. Para pendukung presiden Erdogan berkumpul mendengarkan pidato di depan gedung Parlemen.
Foto: DW/D. Cupolo
Berbeda Pandangan
Banyak warga yang terlibat langsung melawan kudeta, untuk mendukung pemerintah yang terpilih secara demokratis, juga hadir dalam rapat akbar itu. Tapi tidak semuanya mendukung demokrasi. Seperti grup "serigala abu-abu" nama julukan partai gerakan nasionlistis ini, demonstrasikan salam partai ekstrim kanan Turki.
Foto: DW/D. Cupolo
Rela Mati demi Erdogan
Sureyya Kalayci (ki) dan putranya Sohn Ahmet (ka), menjadi aktivis yang memblokir jalanan di Ankara untuk menghentikan upaya kudeta militer setahun lalu. Saat peringatan setahun suskes tumpas kudeta, Kalayci memakai baju yang ia tulisi sendiri nyatakan kesetiaan pada Erdogan. "Cukup telefon saya, dan perintakan saya untuk mati, sayapun siap mati"
Foto: DW/Diego Cupolo
Pengawas Demokrasi
Plakat di sebuah gedung di Ankara ini bertuliskan: Kami terus memonitor demokrasi". Inilah dukungan bagi "demokrasi" pasca percobaan kudeta setahun silam. Sebagian penduklung Erdogan meyakini, bahwa pendukung imam Fetullah Gülen masih ada di dalam institusi pemerintahan, dan terus menyiapkan kudeta berikutnya.
Foto: DW/D. Cupolo
Percaya Kekuatan Nasional
Seorang demonstran mengatakan tertembak kakinya saat usaha kudeta yang gagal, dan menggeletak setahun di rumah sakit. Kini dia hadir dalam rapat akbar di Ankara, dan menyatakan siap membela negara. Ia menyebutkan, pengkhianat berusaha mempengaruhi militer lakukan kudeta. Tapi efeknya negara kini semakin kuat.
Foto: DW/D. Cupolo
Dukung Aksi Pembersihan
Demonstran yang membawa anak ini memakai ikat kepala bertuliskan "syuhada tak pernah mati. Tanah air tidak bisa dibagi". Banyak demonstran mendukung aksi pembersihan terhadap kelomopk anti Erdogan. Sejauh ini lebih 150.000 pegawai negeri dipecat dan lebih 50.000 orang ditahan di penjara. Demonstran ini menyebutkan, warga yang tidak bersalah tidak perlu takut.
Foto: DW/D. Cupolo
Demo Tandingan Pengritik Status Quo
Para pengritik situasi darurat dan represi terhadap tersangka lawan politik pemerintah gelar demo tandingan. Peserta aksi menentang kewenangan besar bagi tentara untuk melakukan tindakan apapun. Jika ada referendum, para penentang status quo akan memilih menolak dituasi darurat.
Foto: DW/D. Cupolo
Banyak Hak Sipil Dilenyapkan
Aktivis hak asasi manusia Seyma Urper menegaskan, banyak yang tidak ingin mendukung rapat akgar pendukung Erdogan. Pasca usaha kudeta, banyak pegawai negeri dipecat, dan walikota di Sirnak diganti oleh politisi pro AKP. Rakyat kehilangan banyak hak sipil. Banyak yang makin sulit menjalankan profesinya.
Foto: DW/D. Cupolo
Rindukan Kejayaan Usmaniyah
Dampak dari represi, menyebabkan Erdogan dipandang banyak pendukungnya sebagai penguasa tunggal di Turki. Ia dianggap sebagai tokoh yang bisa mengembalikan kejayaan Turki seperti di masa kekaisaran Usmaniyah yang runtuh 100 tahun lalu. Hal ini terlihat dari banner yang dibawa dengan tulisan :"Kami cucu Usmaniyah. Recep Tayyip Erdogan."
Foto: DW/D. Cupolo
Semua Mengharap Erdogan Terpilih Kembali?
Demostran pendukung Erdogan mengusung bendera bertuliskan. "Tetap kuat, rakyat mendukungmu". Tapi banyak yang diam-diam mengharapkan hal sebaliknya. Seorang sopir taksi mengatakan, jika Erdogan terpilih kembali 2019, Turki akan jadi ngara Syariah. Bagi pria ini bukan masalah, tapi bagi perempuan akan jadi masalah berat. Penulis:Diego Cupolo (as/ap)