1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Soal Pengungsi, Eropa Harus Bahu-Membahu

ap/as /rtr/ap/afp/dpa/ard)29 Februari 2016

Kanselir Jerman, Angela Merkel tak mau Yunani terjun bebas ke kekacauan akibat kewalahan mengurusi pengungsi. Sementara para pengungsi terdampar di perbatasan utara Yunani ke Macedonia.

Angela Merkel bei Anne Will
Foto: picture-alliance/dpa/R. Jensen

Para migran yang terdampar berbaring dengan anak-anak mereka di atas rel kereta di perbatasan utara Yunani, hari Minggu (28/02) menuntut agar diizinkan melanjutkan perjalanan melewati Macedonia. Sementara kanselir Jerman, Angela Merkel memperingatkan bahwa Eropa tidak bisa membiarkan Yunani sendirian mengurus pengungsi.

Kanselir Merkel mengatakan, jumlah imigran yang terperangkap di Yunani bisa meningkat tiga kali lipat setelah negara-negara Balkan mengumumkan sistem buka tutup perbatasan dan dengan ketat menetapkan batasan tertinggi harian jumlah migran yang boleh masuk.

Ketegangan antara negara-negara Eropa yang paling parah terkena dampak krisis migran meruncing, ketika Kanselir Austria, Werner Faymann menuduh Yunani "berperilaku seperti agen perjalanan" bagi para migran yang berharap untuk memulai hidup baru di tempat lain di Eropa.

"Kami memperkirakan bahwa jumlah imigran yang akan masuk ke negara kami sekitar 50.000-70.000 orang untuk bulan depan," kata Menteri urusan migrasi Yunani, Yiannis Mouzalas dalam sebuah wawancara di televisi. Itu artinya, jumlah pengungsi diprediksi akan mengalami kenaikan, dari sebelumnya sekitar 22.000 orang pada bulan ini.

Jangan Biarkan Yunani Kacau

Angela Merkel mengatakan Eropa tidak bisa membiarkan Yunani -- negara yang pernah lumpuh akibat krisis utang—itu terjerumus ke dalam kekacauan dan menutup perbatasan untuk para pengungsi. "Apakah Anda percaya bahwa semua negara Euro yang tahun lalu berjuang dengan segala cara untuk menjaga Yunani tetap berada di zona euro, setahun setelah pemerintah di Athena menerima dana talangan membiarkannya terjun ke dalam kekacauan…", tanya Merkel retorik dalam sebuah wawancara dengan tekevisi penyiaran publik Jerman, ARD.

Ratusan pengungsi berdemonstrasi dan berusaha dobrak perbatasan Yunani-MacedoniaFoto: Reuters/A. Avramidis

Sekitar 6.500 migran terjebak di sebuah kamp di Idomeni di perbatasan Yunani dengan Macedonia: mereka tidak bisa bergerak setelah dua negara Balkan Macedonia dan Serbia, serta anggota Uni Eropa di Balkan Slovenia dan Kroasia, memberlakukan batas harian jumlah migran yang masuk.

Beberapa ratus migran menggelar aksi protes di perbatasan pada hari Minggu (28/02), duduk dan berbaring dengan anak-anak mereka di tepi rel kereta api. Beberapa di antaranya mengangkat poster tulisan tangan bertuliskan "Buka perbatasan, tidak ada makanan" dan "Kita adalah manusia, bukan binatang". "Saya sudah 17 hari terlunta di jalan dengan keluarga saya dan dua anak saya. Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan," kata seorang pria Suriah kepada Athena News Agency.

Kamp pengungsian Idomeni, yang dapat menampung hingga 1.500 orang, mendapat sorotan pekan lalu setelah Macedonia mulai menolak pengungsi Afghanistan dan mengenakan kontrol ketat atas pengungsi Suriah dan Irak.

Kanselir Jerman Angela Merkel tetap membela kebijakan pintu terbuka bagi para migran, menolak batas apapun pada jumlah pengungsi yang diizinkan masuk ke negaranya, meskipun hal itu bisa menyebabkan perpecahan dalam pemerintahannya.

Tak Ada Rencana B

Merkel mengatakan tidak ada 'Rencana B' untuk mengurangi arus migran melalui kerjasama dengan Turki. Kepada TV ARD dia mengatakan: "Kadang-kadang, saya juga putus asa. Beberapa hal yang terlalu terlambat, banyak konflik kepentingan di Eropa," namun ditambahkannya: "Tapi itu adalah tugas saya untuk melakukan semuanya yang saya bisa lakukan, sehingga Eropa dapat menemukan cara kolektif."

Dari hasil survei TV ARD, Merkel, yang dulu sangat populer, peringkatnya terus merosot akibat kebijakannya dalam penanganan masalah pengungsi. Merkel saat inin sedang berjuang untuk mengamankan rencana untuk menangani migran dengan menaruh harapannya pada pembicaraan antara para pemimpin Uni Eropa dan Turki pada 7 Maret dan KTT Migran pada tanggal 18 -19 Maret mendatang.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait