Ketegangan meningkat menyusul serangan saling balas antara Israel dan Iran. Kanselir Jerman menyatakan dukungan bagi Israel, sementara Rusia mengecam serangan ke fasilitas nuklir Iran.
Serangan Israel terus menggempur situs militer dan nuklir di Iran, serta kawasan permukimanFoto: IRCS via REUTERS
Iklan
Kanselir Jerman Friedrich Merz menyatakan penghormatannya atas serangan Israel terhadap Iran, menyebutnya sebagai bentuk "pengabdian" bagi sekutu-sekutu Barat.
"Ini adalah "tindakan berisiko" yang dilakukan Israel untuk kita semua," ujar Merz pada Selasa (17/06), di sela-sela KTT G7 di Kanada, dalam wawancara dengan penyiar Jerman ZDF.
"Kami juga merupakan korban dari rezim ini. Rezim mullah ini telah membawa kematian dan kehancuran ke seluruh dunia," lanjutnya.
"Saya hanya bisa mengatakan: penghormatan sebesar-besarnya atas keberanian tentara dan kepemimpinan Israel untuk melakukan ini."
Merz menilai serangan Israel terhadap Iran bisa mengguncang kekuasaan kepemimpinan Republik Islam tersebut.
"Saya berasumsi bahwa serangan selama beberapa hari terakhir telah melemahkan rezim mullah secara signifikan dan kecil kemungkinan mereka akan kembali sekuat sebelumnya, sehingga masa depan negara ini menjadi tidak pasti," kata Merz dalam wawancara terpisah dengan Welt TV Jerman di KTT G7.
Pejabat Iran melaporkan 224 korban tewas, sebagian besar warga sipil, akibat serangan yang oleh Israel diklaim menyasar pejabat militer dan ilmuwan nuklir.
Sementara itu, Israel menyatakan 24 warga sipil tewas akibat serangan Iran di wilayahnya.
Jerman tetap menjadi salah satu pendukung paling setia Israel, termasuk dengan turut campur membela Israel dalam kasus tuduhan genosida oleh Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ).
Kekuasaan Berdarah Ayatollah Khomeini
Ayatollah Khomeini mengobarkan revolusi 1979 buat mengakhiri kekuasaan monarki yang represif dan sarat penindasan. Ironisnya negara agama yang ia dirikan justru menggunakan cara-cara serupa untuk bisa bertahan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Reformasi Setengah Hati
Iran pada dekade 1970an mengalami perubahan besar lewat "Reformasi Putih" yang digenjot Syah Reza Pahlevi. Program yang antara lain berisikan reformasi agraria dan pendidikan itu sebenarnya diarahkan untuk mempersempit pengaruh kaum Mullah dan tuan tanah. Namun Reformasi Putih menciptakan ketegangan sosial yang justru ingin dihindari pemerintah. Seluruh negeri tiba-tiba bergejolak.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Monarki Tanpa Oposisi
Iran pada era Pahlevi membungkam oposisi lewat penculikan, pembunuhan, penyiksaan dan eksekusi mati. Pada demonstrasi massal 1963, sekitar 15.000 mahasiswa tewas terbunuh. Antara 1971 hingga Revolusi Islam 1979, sebanyak 100 tokoh oposisi melepas nyawa di tiang gantungan. Sampai 1975 pemerintah menahan hampir semua jurnalis, seniman, sastrawan, ulama dan akademisi yang bersimpati pada oposisi
Foto: picture alliance/Herbert Rowan
Arus Balik Khomeini
Ayatollah Khomeini yang awalnya mendukung kekuasaan terbatas Monarki Iran, berbalik arah memperkenalkan sistem pemerintahan Islam berbasis kekuasaan Ulama, Wilayatul Faqih. Oleh Pahlevi ia dikucilkan. Putra Khomeini, Mostafa, dibunuh oleh pasukan rahasia Syah Iran, Savak, setahun sebelum revolusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Sekulerisme Islam
Namun begitu Khomeini tidak serta merta membangun pemerintahan Mullah di tahun pertama revolusi. Sebaliknya ia mengakui peran kelas menengah dalam menjatuhkan Pahlevi dengan membentuk pemerintahan sekuler di bawah tokoh liberal dan moderat Mehdi Bazargan (gambar) sebagai perdana menteri dan kemudian Abolhassan Banisadr yang merupakan aktivis HAM Iran.
Foto: Iranian.com
Kebangkitan Islam Militan
Tapi menguatnya militansi pengikut Khomeini yang ditandai dengan penyerbuan Kedutaan Besar Amerika Serikat menyudahi peran kaum liberal. Terutama sejak perang Iran-Irak, Khomeini banyak memberangus oposisi. Antara 1981 dan 1985, pemerintah Islam Iran mengeksekusi mati 7900 simpatisan oposisi.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Pengkhianatan Ayatollah
Untuk mempertahankan idenya tentang kekuasaan Ulama, Khomeini tidak cuma mengucilkan perdana menterinya sendiri, ia juga memenjarakan ulama besar Syiah, Ayatollah Sayid Muhammad Kazim Shariatmadari (gambar) dengan tudingan makar dan calon penggantinya, Ayatollah Hossein-Ali Montazeri karena menentang tindakan represif pemerintah.
Foto: tarikhirani.ir
Dekade Berdarah
Dekade 1980-an menandai kekuasaan berdarah Khomeini. Dalam Tribunal Iran, PBB menuding rejim Islam Iran melakukan "pelanggaran berat Hak Azasi Manusia." Selama tahun 1980-an, sebanyak 20.000 tahanan politik meninggal dunia di penjara dan lusinan media diberangus paksa.
Foto: sarafsazan.com
Derita di Balik Jeruji
Pengadilan Kejahatan HAM Iran yang digelar di Den Haag tahun 2012 silam mengungkap berbagai kesaksian mantan tapol. Sebagian besar mengabarkan penyiksaan di penjara, antara lain digantung terbalik selama berhari-hari dan dipaksa melihat adegan penyiksaan terhadap rekannya, serta dikurung di sel isolasi tanpa sinar matahari selama berminggu-minggu.
Foto: iranwebgard.ir
Eksekusi Massal
Hingga kini Iran menjadi salah satu negara dengan jumlah hukuman mati tertinggi di dunia terhadap tahanan politik. Setahun menjelang kematiannya (3 Juni 1989), Khomeini menggulirkan gelombang eksekusi massal terhadap tokoh oposisi. Tidak jelas berapa jumlah tahanan politik yang tewas. Sebuah sumber menyebut jumlah tapol yang dieksekusi mati mencapai 30.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa
9 foto1 | 9
Trump klaim AS kuasai langit Iran, kirim ancaman ke Teheran
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Selasa (17/06) menyatakan, “kami memiliki kendali penuh dan total atas langit Iran,” di tengah spekulasi mengenai keterlibatan Washington dalam serangan Israel ke Iran.
“Iran punya pelacak udara dan perlengkapan pertahanan yang bagus dan banyak jumlahnya, tapi tidak sebanding dengan peralatan buatan Amerika,” tulis Trump di platform Truth Social. “Tidak ada yang lebih unggul dari Amerika Serikat tercinta.”
Trump juga terus melontarkan ancaman ke Iran, memperingatkan bahwa “kesabaran kami mulai habis.”
“Kami tahu persis di mana ‘Pemimpin Tertinggi’ (Ayatollah Ali Khamenei) bersembunyi. Ia target yang mudah, tapi aman di sana. Kami tidak akan menyingkirkannya (membunuh), setidaknya untuk saat ini,” kata Trump.
Ia menambahkan bahwa AS “tidak ingin ada misil ditembakkan ke warga sipil atau tentara Amerika.”
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Trump tetap bersikeras bahwa AS tidak terlibat dalam serangan Israel terhadap Iran, meskipun terus menyuarakan dukungan bagi Israel.
Pada masa jabatan pertamanya, Trump secara sepihak menarik AS dari perjanjian nuklir dengan Iran, yang secara efektif membuat perjanjian tersebut tak berlaku.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pembentukan satuan tugas Timur Tengah untuk membantu koordinasi dukungan bagi warga negara AS di tengah konflik.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce, mengatakan dalam konferensi pers bahwa warga AS di kawasan dapat menghubungi satuan tugas dan akan diarahkan ke kedutaan terkait.
“Kami terus memantau situasi di lapangan yang kompleks dan cepat berubah, sambil terus menilai serta memenuhi kebutuhan warga negara AS,” ujarnya.
Iklan
Rusia sebut serangan Israel ke fasilitas nuklir Iran sebagai tindakan “ilegal”
Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran sebagai tindakan “ilegal,” dan menekankan bahwa diplomasi adalah satu-satunya jalan ke depan.
Kementerian tersebut menyatakan bahwa program nuklir Iran bersifat “damai,” mengutip pernyataan resmi Teheran tentang komitmennya terhadap Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) serta kesediaannya untuk bertemu dengan perwakilan AS.
Rusia juga mengecam resolusi Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada 12 Juni, yang mengutuk “ketidakpatuhan” Iran terhadap kewajiban nuklirnya di bawah NPT.
Moskow menilai resolusi yang “bias dan anti-Iran” tersebut membuka jalan bagi serangan Israel.
Selama lebih dari tiga tahun perang di Ukraina, Rusia sendiri dituduh melakukan serangan berulang ke Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia dan telah dikutuk oleh IAEA karena bahaya yang ditimbulkan oleh serangan semacam itu.
Lika-Liku Kesepakatan Nuklir Iran
Donald Trump telah secara resmi menarik AS dari perjanjian nuklir internasional dengan Iran. Pemerintah AS terdahulu telah dengan susah payah menegosiasikannya selama bertahun-tahun dengan lima mitra internasional.
Foto: picture-alliance/epa/D. Calma
Yang menjadi masalah
Fasilitas nuklir Iran Bushehr adalah salah satu dari lima fasilitas yang dikenal oleh pengamat internasional. Israel, Amerika Serikat dan negara-negara sekutu telah sepakat bahwa usaha Iran memperkaya uranium - untuk keperluan energi domestik, menurut para pejabat di Teheran - dapat menjadi ancaman bagi kawasan jika hal itu berujung pada pengembangan senjata nuklir.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir dari masalah
Pada 2006, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Cina, Rusia, Prancis, Inggris) dan Jerman (P5+1) memulai proses negosiasi yang melelahkan dengan Iran yang akhirnya mencapai kesepakatan pada 14 Juli 2015. Negara-negara tersebut sepakat memberikan kelonggaran sanksi pada Iran. Sebagai gantinya, pengayaan uranium Iran harus terus dipantau.
Foto: picture alliance / landov
Rakyat Iran setuju
Di Teheran dan kota-kota lain di Iran, warga merayakan apa yang mereka yakini sebagai akhir dari isolasi ekonomi bertahun-tahun yang memberi efek serius pada kesehatan dan gizi masyarakat karena kurangnya akses ke pasokan medis dan makanan untuk warga biasa. Banyak juga yang melihat perjanjian itu sebagai bukti bahwa Presiden Hassan Rouhani berusaha untuk membuka Iran ke dunia dengan cara lain.
Foto: picture alliance/AA/F. Bahrami
Peran IAEA
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ditugaskan untuk memantau kepatuhan Iran kepada kesepakatan itu. Direktur Jenderal IAEA Yukiya Amano (kiri) pergi ke Teheran untuk bertemu dengan Rouhani pada bulan Desember 2016, hampir satu setengah tahun setelah kesepakatan itu ditandatangani. Dalam laporan yang disampaikan setiap tiga bulan, IAEA berulang kali menyertifikasi kepatuhan Iran.
Foto: picture alliance/AA/Iranian Presidency
Sang oponen
Setelah delapan tahun dengan Barack Obama, PM Israel Benjamin Netanyahu menemukan sosok presiden AS yang ia inginkan dalam Donald Trump. Meski Trump tidak memiliki pengalaman dalam diplomasi dan ilmu nuklir, ia menyebut perjanjian internasional tersebut sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan." Hal ini juga menjadi pokok kampanye pemilunya di 2016.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Siapa yang masih ada?
Meskipun ada sertifikasi IAEA dan protes dari Kemlu AS, Trump tetap menarik AS dari perjanjian pada 8 Mei. Pihak-pihak lain telah berjanji untuk tetap berada dalam kesepakatan. Diplomat top Uni Eropa, Federica Mogherini (kiri), sudah melakukan pembicaraan dengan para menteri luar negeri dari (ki-ka) Iran, Prancis, Jerman dan Inggris.
Foto: picture-alliance/Photoshot
6 foto1 | 6
Iran serukan warga di kota-kota besar Israel untuk mengungsi
Angkatan bersenjata Iran pada Selasa (17/06) menyerukan agar warga kota-kota besar di Israel segera mengungsi, di tengah peringatan akan serangan “hukuman” yang akan segera dilancarkan.
“Operasi hukuman akan segera dilakukan,” ujar Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Abdolrahim Mousavi, sambil mendesak warga Tel Aviv dan Haifa untuk meninggalkan kota demi keselamatan mereka.
Sebelumnya, Israel dan Presiden AS Donald Trump juga pernah menyerukan agar warga sipil Iran mengungsi dari ibu kota Teheran.
Media melaporkan ledakan keras, terus-menerus, dan intens terdengar di seluruh ibu kota Iran pada Selasa (17/06).
Wartawan kantor berita Prancis AFP mengatakan ledakan terdengar di wilayah utara, barat, dan pusat Teheran. Belum dapat dipastikan apakah ledakan tersebut disebabkan oleh serangan Israel atau tembakan sistem pertahanan udara Iran.
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris