Presiden Mesir Al-Sisi serukan revolusi religius dalam Islam untuk berantas radikalisme. Paham radikalisme memicu pembunuhan dan perusakan serta jadi ancaman bahaya di seluruh Dunia.
Iklan
Dalam sebuah pidatonya di Universitas Al Azhar awal tahun ini, Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi menegaskan, perang melawan haluan radikal dan ekstrimis "Islam" tidak bisa hanya dilancarkan dengan pesawat pembom atau serdadu. Para ulama-lah yang bisa lebih efektif memberantas paham radikalisme lewat ajarannya di ruang kelas.
Al-Sisi menyerukan dilancarkannya apa yang ia sebut sebagai revolusi religius dalam Islam untuk memberantas radikalisme yang memicu pembunuhan dan perusakan di seluruh dunia."Para ulama dan imam bertanggung jawab kepada Allah. Seluruh dunia menantikan jawaban para ulama," ujar presiden Mesir itu.
Langkah Presiden Al-Sisi itu merupakan bagian dari proyek politik yang lebih besar. Bukan hanya sekedar ingin mendepak rival politiknya "Ikhwanul Muslim". Melainkan sebuah program pemberantasan gerakan Islamis radikal yang kini melanda seluruh Mesir.
Pemerintah di bawah presiden mantan jenderal itu memang getol melancarkan programnya lewat gebrakan hukum maupun aksi kekerasan. Dan kini, Al Sisi mulai merangkul para ulama untuk ikut serta dalam programnya. Banyak pihak kini memuji langkah Mesir untuk melibatkan para ulama dan cendikia Islam, untuk menciptakan Islam yang lebih moderat dan tidak banyak terbias politik itu.
Potret Islamis di Jerman
Mereka muda, fanatis dan mencari jalur pintas menuju surga. Otoritas keamanan memeperkirakan terdapat 500 Islamis di Jerman yang siap mengangkat senjata atau mengorbankan diri.
Foto: twitter.com
Komunitas Garis Keras
Ratusan warga Muslim di Jerman tercatat atau dicurigai sebagai militan. Sebagian adalah Muallaf. Sementara sisanya kaum muda berlatarbelakang imigran yang sedang mencari arah hidup, kewalahan menghadapi integrasi dan akhirnya mendarat di komunitas Islam garis keras, kata Hans Georg Maasen, Direktur Dinas Intelijen Dalam Negeri Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Serangan 9/11
Serangan teror pada 11 September 2001 terhadap menara kembar New York direncanakan di Hamburg. Tiga dari empat pelaku serangan 9/11 dan enam kolaborator adalah warga Jerman. Termasuk di antaranya Mohammed Atta dan Moui Mounir el-Motassadeq yang dihukum 15 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/lno
Bom Koper di Köln
Pada 31 Juli 2006, dua mahasiswa Libanon, Jihad Hamad dan Yussuf El Hadjib, berencana meledakan dua bom koper di dua kereta berpenumpang penuh yang berangkat dari stasiun di Köln. Beruntung kedua bom mengalami malfungsi. Hamad kini menjalani 12 tahun penjara di Beirut. Sementara El Hajdib dikurung seumur hidup di Jerman.
Foto: AP
Sel Teror Sauerland
Pada malam tanggal 4 September 2007, satuan anti teror GSG 9 menyerbu sebuah rumah di Sauerland, negara bagian Nord Rhein Westfallen. Mereka menangkap tiga orang, Adem Yilmaz (ki.), Daniel Schneider (tengah) dan Fritz Gelowicz (ka,). Kelompok teroris ini merencanakan serangan bom terhadap aset militer Jerman dan AS. Ketiganya divonis 12 tahun penjara.
Isteri pemimpin sel teror Sauerland, Fliz Gelowicz, juga didakwa di pengadilan. Duduk di belakang kaca pengaman di sebuah pengadilan di Berlin, perempuan berusia 29 tahun itu mengakui dirinya terlibat mencari dana buat mendukung aktivitas jihad suaminya. Ia divonis bersalah turut membantu tindakan terorisme dan dikurung selama dua setengah tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Schwarz
Tumpah Darah di Bandar Udara Frankfurt
Pada 2 Maret 2011, Arid Uka, melancarkan pertumpahan darah di Banda Udara Frankfurt. Ia menembak mati dua serdadu AS dan mencederai dua lainnya. Hingga kini serangan Uka adalah satu-satunya serangan teror di Jerman yang menelan korban jiwa. Uka dilahirkan sebagai Muslim di Kosovo dan tumbuh besar di Jerman. Keluarganya tidak tergolong fanatik.
Foto: picture alliance / dpa
Al Qaeda di Düsseldorf
Al Qaeda di jantung Eropa. Halil S. (tengah) tampil di pengadilan federal Karlsruhe pada Desember 2011 silam. Ia dituduh menjadi anggota sel teror Al-Qaida di Düsseldorf. Salah seorang anggotanya tercatat pernah menjadi pasukan penjaga Osama bin Laden. Jaringan teror itu merencanakan aksi teror besar di Jerman. Ke-empat anggota sel Düsseldorf kini mendekam seumur hidup di penjara.
Foto: dapd
Jejak Salafisme
Jumlah pemeluk Salafisme di Jerman berkembang pesat. Beberapa memperkirakan komunitas ini kini beranggotakan 7000 orang. Sejak Oktober 2011 mereka membagi-bagikan 25 juta eksemplar terjemahan literal Al-Quran dalam Bahasa Jerman secara gratis. Sekitar 500 anggota Salafisme Jerman pernah berpelesir ke daerah perang Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/dpa/Britta Pedersen
Serangan di Bonn
Bonn sejatinya menjadi demonstrasi kekuatan kelompok radikal. Pada Desember 2012 silam sebuah bom bersarungkan tas olahraga diletakkan di stasiun kereta utama. Cuma Malfungsi pada rakitan bom saja yang menggagalkan serangan teror dan menyelamatkan puluhan nyawa penumpang. Marco G. yang besar di Oldenburg dan memeluk agama Islam berada di balik serangan tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
Polisi Syariah
Awal September 2014 lalu, Jerman dikejutkan dengan keberadaan "polisi Syariah" yang berpatroli di kota Wuppertal. Mengenakan rompi oranye, para lelaki ini menghentikan pemuda Muslim dan mengingatkan mereka agar selalu beribadah dan tidak meminum alkohol atau mendengarkan musik. Aiman Mazyek, Direktur Dewan Pusat Muslim Jerman, menyebut aksi kelompok tersebut "penyalahgunaan agama."
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Veteran Perang Suriah
Pada Juli 2013 silam Kreshnik B. pergi ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teror Islamic State. Ketika kembali ke Jerman, ia ditangkap di Frankfurt dan didakwa terlibat dalam terorisme dan pembunuhan. Jika mengaku bersalah, ia minimal akan mendekam di balik jeruji selama empat tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/Boris Roessler
Dari Rapper menjadi Jihadis
Denis Cuspert, berayahkan seorang Jerman dan ibu berdarah Ghana, dilahirkan 1975 silam. Penyanyi rap yang terkenal dengan nama Deso Dog itu memutuskan berjihad bersam Islamic State di Suriah sejak 2012. Belakangan sosoknya diidentifikasi dalam video pemenggalan kepala sandera yang disebarkan oleh IS.
Foto: twitter.com
12 foto1 | 12
Meragukan sukses
Walau demikian, sejumlah negara Barat masih mempertanyakan dan meragukan rencana presiden Mesir itu. Para analis menyebut, ada gagasan besar yang cukup bagus. Akan tetapi visi Presiden Al-Sisi tidak jelas dan juga tidak ditegaskan bagaimana implementasi gagasan tersebut. Selain itu para analis Barat juga mengecam tindakan keras pemerintah di Kairo terhadap para aktivis hak asasi dan pro-demokrasi.
Juga sejumlah mahasiswa dan pimpinan Al-Azhar mempermasalahkan cara kekerasan yang dijalankan pemerintahan Al-Sisi untuk memberantas radikalisme. "Taktik tangan besi yang diterapkan Kairo selama ini adalah kontra-produktif. Aksi ini malahan akan membuat rakyat semakin radikal. Padahal mereka sebetulnya amat terbuka bagi gagasan sebuah Islam moderat," ujar seorang pimpinan gerakan mahasiswa Al Azhar kepada Kantor Berita Reuters.
Gagasan meraih para ulama dan imam terkemuka di Universitas Al Azhar juga memicu pro dan kontra. Pendukung gagasan ini menunjuk kegagalan reformasi di Tunisia, Suriah, Aljazair atau Irak yang tidak melibatkan kaum ulama. Sementara penentangnya menyebut, selama ini Al Azhar dinilai hanya sebuah institusi yang membela kepentingan pemerintah.
Walau muncul kritik dan suara menentang, Presiden Abdel Fattah Al-Sisi disebutkan akan tetap konsisten dengan programnya memberantas pemikiran radikal dan militan dengan melibatkan institusi pendidikan sekelas Al Azhar. Dalam pidatonya baru-baru ini, Al Sisi menyebutkan, Al Azhar dapat berbuat lebih banyak untuk mempromosikan bentuk Islam yang lebih moderat. "KIta perlu bergerak lebih cepat dan lebih efisien," tegas presiden Mesir itu.