Mesir Terus Memanas
29 Januari 2011Tokoh reformis dan peraih Nobel Perdamaian Mohammad el Baradei yang sengaja pulang ke Mesir, dikenai tahanan rumah. Sebelumnya, Baradei yang bertahun-tahun hidup di Wina, Austria, sengaja pulang dan menyatakan siap memimpin aksi demonstrasi untuk mendesak Presiden Mobarak, agar turun dari kekuasaan.
El Baradei mengatakan, "Hak untuk berdemonstrasi adalah hak setiap orang. Sebetulnya saya berharap, kita tidak perlu turun ke jalan untuk menuntut reformasi dari rejim yang berkuasa. Kami sudah berusaha lewat pengumpulan tanda tangan, juga dengan memboikot pemilu. Semuanya tanpa hasil. Tuntutan kami tidak didengar."
Dukungan Oposisi
Sebelumnya, El Baradei menyatakan siap memimpin pemerintahan transisi, jika Presiden Hosni Mubarak bersedia turun dari jabatan. Baradei juga menegaskan, dirinya tidak mendukung aksi kekerasan.
Sementara itu, kelompok oposisi terbesar, yaitu Moslem Brotherhood atau Persaudaraan Muslim, menyatakan solidaritas dengan aksi demonstrasi rakyat Mesir. Juru bicaranya, Essam Al Arian mengatakan, "Kami memperkirakan, jika pemerintah tetap menutup pintu bagi rakyat, memanipulasi pemilu dan tidak mengijinkan, bahkan mahasiswa, untuk mendirikan organisasi, jika semua itu terus menumpuk, pasti akhirnya akan terjadi ledakan."
Seruan Amerika Serikat
Pemerintah Amerika Serikat, melalui Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton menyerukan agar pemerintah Mesir Mesir segera memulai dialog dengan demonstran. Clinton juga menekankan pentingnya reformasi ekonomi, politik dan sosial di Mesir. Dia menekankan bahwa kekerasan yang dilancarkan pemerintah terhadap demonstran, tidak akan dapat menyelesaikan masalah.
"Kami sangat khawatir dengan kekerasan yang dilancarkan polisi Mesir dan aparat keamanan terhadap demonstran. Kami menyerukan pemerintah Mesir untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menahan aparat keamanan," demikian Clinton. Selama ini, Mesir dikenal sebagai salah satu sekutu terdekat Amerika di dunia Arab.
Kantor Berita Mesir, MENA menyebut, lebih dari satu juta orang turun ke jalan. Polisi mencoba membubarkan massa dengan menggunakan gas air mata, meriam air dan peluru karet. Presiden Hosni Mobarak sebelumnya juga memerintahkan pemutusan jaringan telepon dan internet, untuk membendung arus informasi mengenai gelombang protes di negara itu.
Marjory Linardy/afp/rtr
Editor: Andy Budiman