Pemimpin Hong Kong mengakui "kekurangan" pemerintahnya, menyusul kemenangan telak kelompok pendukung demokrasi dalam pemilu di sana. Namun Lam menolak menyerah untuk memenuhi tuntutan massa.
Iklan
Carrie Lam tetap menolak untuk menawarkan konsesi kepada para pemrotes pada hari Selasa (26/11), bahkan setelah lawannya menang dalam pemilu lokal.
Berbicara dalam konferensi pers mingguan dua hari setelah pemilu, Lam mengatakan bahwa hasil pemungutan suara mencerminkan adanya kekhawatiran atas "kekurangan dalam pemerintahan, termasuk ketidakpuasan atas rentang waktu yang dibutuhkan dalam menangani situasi yang tidak stabil saat ini dan tentu saja dalam mengakhiri kekerasan."
Lam mengatakan pemerintah "tidak akan membiarkan kekerasan di jalan-jalan." Pernyataan ini memberikan indikasi bahwa dia tidak akan menyerah pada tuntutan pengunjuk rasa.
Referendum tidak resmi
Sebanyak 2,7 juta orang memberikan suara mereka dalam pemilihan dewan distrik yang oleh masyarakat luas dianggap sebagai referendum untuk menentang pemerintah Cina.
Ada 18 dewan distrik di Hong Kong dan ini menjadi satu-satunya badan yang dipilih melalui pemilihan umum. Dari jumlah itu, 17 distrik akan dikuasai oleh kelompok pendukung demokrasi di Hong Kong berkat kemenangan dalam pemilu ini.
Keberhasilan ini ibarat kembali menyulut orang-orang untuk menuntut Lam supaya mengundurkan diri. Sedangkan Lam tetap berkeras bahwa mayoritas warga diam-diam mendukung pemerintahannya.
Dalam sebuah pernyataan, pemimpin Hong Kong ini mengatakan bahwa di satu sisi, jumlah pemilih yang tinggi menunjukkan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Namun di sisi lain, itu juga menunjukkan bahwa warga menginginkan agar kekerasan segera diakhiri.
Alih-alih menanggapi tuntutan pemrotes, yang termasuk penyelenggaraan pemilihan umum langsung dan penyelidikan kebrutalan tindakan polisi, Lam mengatakan dia akan "memperbaiki pemerintahan" dan mengatasi masalah warga dengan mendorong dialog publik.
Masih pada hari Selasa, Wakil Menteri Luar Negeri Cina, Zheng Zeguang, memanggil Duta Besar AS untuk Cina Terry Branstad guna menuntut AS agar tidak mengesahkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong. Yang Jiechi, diplomat papan atas Cina, mengatakan negaranya mengecam keras RUU itu, demikian menurut kantor media pemerintah Cina, Xinhua.
RUU itu masih menunggu tanda tangan Presiden Donald Trump sebelum dapat diberlakukan menjadi undang-undang. Bila jadi ditandatangani, ada kemungkinan dampak negatif terhadap negosiasi perdagangan antara Cina dan AS yang tengah berlangsung.
RUU itu akan memungkinkan pemerintah AS untuk melakukan tinjauan tahunan terhadap perjanjian perdagangan khusus dengan wilayah Hong Kong dan status hak asasi manusia di wilayah ini.
Kementerian Luar Negeri Cina dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa RUU itu "dengan berani mencampuri urusan dalam negeri Cina."
Kementerian juga memperingatkan bahwa AS harus "segera memperbaiki kesalahannya, mencegah RUU Hong Kong yang disebutkan di atas menjadi hukum, dan menghentikan kata-kata dan tindakan yang mengganggu urusan Hong Kong dan urusan dalam negeri Cina." Belum ada indikasi bahwa Presiden Trump akan menandatangani RUU ini.
ae/vlz (AP, AFP, Reuters)
Hari-hari Penuh Kekerasan di Hong Kong
Selama setengah tahun, para mahasiswa di Hong Kong berdemonstrasi menuntut kebebasan dan demokrasi. Protes pun semakin radikal. Terakhir, pecah bentrokan di Universitas Politeknik Hong Kong.
Foto: Reuters/T. Siu
Protes di Kampus Politeknik
Inilah kampus Universitas Politeknik. Para demonstran dipukul mundur di sini dan terlibat dalam bentrokan dengan polisi selama lebih dari 24 jam. Di kampus, ratusan orang berbekal senjata alat pembakar dan senjata rakitan sendiri. Untuk menangkal polisi, mereka menyalakan api besar-besar.
Foto: Getty Images/AFP/Ye Aung Thu
Diringkus dan ditangkap
Aktivis melaporkan bahwa polisi mencoba menyerbu gedung universitas. Karena gagal, aparat pun menciduk para demonstran di sekitaran universitas. Mahasiswa yang ingin meninggalkan kampus ditangkap. Polisi mengatakan mereka menembakkan amunisi di dekat universitas pada pagi hari, tetapi tidak ada yang tertembak.
Foto: Reuters/T. Siu
Gagal melarikan diri
Di luar kampus, polisi bersiaga dengan meriam air. Asosiasi mahasiswa melaporkan bahwa sekitar 100 mahasiswa mencoba meninggalkan gedung universitas. Namun mereka terpaksa kembali ke dalam gedung kampus ketika polisi menembakkan gas air mata ke arah mereka.
Foto: Reuters/T. Peter
Lokasi strategis penting
Universitas Politeknik menjadi penting dan strategis bagi para demonstran karena terletak di pintu masuk terowongan yang menghubungkan daerah itu dengan pulau Hong Kong. Dalam beberapa hari terakhir, pengunjuk rasa telah mendirikan barikade di luar terowongan untuk memblokir pasukan polisi. Ini adalah bagian dari taktik baru untuk melumpuhkan kota dan meningkatkan tekanan pada pemerintah.
Foto: Reuters/T. Peter
Apa tuntutannya?
Protes di Wilayah Administratif Khusus ini telah berlangsung selama lebih dari lima bulan. Tuntutan para demonstran antara lain yaitu pemilihan umum yang bebas dan penyelidikan kekerasan yang dilakukan oleh polisi. Perwakilan pemerintahan Beijing di Hong Kong belum menanggapi kedua tuntutan ini.
Foto: Reuters/T. Peter
Peningkatan kekerasan
Protes yang awalnya damai kini berubah menjadi penuh kekerasan. Polisi menindak tegas dan mengancam akan menggunakan amunisi tajam. Aktivis Hong Kong berbicara tentang adanya 4.000 penangkapan sejak protes dimulai. Para demonstran sendiri melawan dengan melempari batu, melemparkan bom Molotov dan menggunakan busur serta anak panah.
Foto: Reuters/T. Siu
Busur dan anak panah untuk melawan
Seorang polisi terluka pada hari Minggu (17/11) akibat tusukan anak panah di kakinya. Aktivis terkenal Hong Kong, Joshua Wong, membenarkan kekerasan yang dilakukan para demonstran. "Dengan protes yang damai, kami tidak akan mencapai tujuan kami. Dengan kekerasan saja juga tidak mungkin, kami membutuhkan keduanya," kata Wong kepada media Jerman, Süddeutsche Zeitung.
Foto: picture-alliance/dpa/Hong Kong Police Dept.
Sembunyikan identitas
Pemerintah Hong Kong telah melarang pemakaian topeng. Banyak demonstran memakai masker gas untuk perlindungan terhadap serangan gas air mata. Yang lain mengikat kain di depan wajah mereka untuk menyembunyikan identitas. Mereka takut penangkapan dan konsekuensinya jika mereka sampai dikenali.
Foto: Reuters/T. Siu
Khawatir militer turun tangan
Eskalasi kekerasan juga makin berlanjut. Kehadiran beberapa tentara Cina pada hari Sabtu (16/11) di Hong Kong menyebabkan kekhawatiran. Para tentara ini diturunkan untuk membantu membersihkan serakan batu. Di antara para demonstran, muncul kekhawatiran besar bahwa Cina bisa saja menggunakan militernya untuk mengakhiri protes di Hong Kong. (ae/pkp)