Meski Ramai Dikecam, Hukum Syariah Brunei Berlaku Hari Ini
3 April 2019
Hukum syariah ini mencakup hukuman mati bagi yang menghina Nabi Muhammad, hukum potong tangan bagi pencuri dan hukum rajam bagi pelaku homoseksualitas.
Iklan
Sultan Brunei menyerukan agar ajaran Islam di negara itu lebih diperkuat sehubungan dengan mulai diberlakukannya hukuman syariah baru yang ketat, termasuk hukum rajam untuk hubungan seks sesama jenis dan tindak perzinaan, pada hari ini (03/04). Hukum pidana yang keras ini diatur untuk sepenuhnya diimplementasikan setelah ditunda beberapa tahun.
Undang-undang, yang juga mencakup hukuman amputasi tangan dan kaki bagi pencuri, akan menjadikan Brunei negara pertama di Asia Tenggara yang mengimplementasikan hukum pidana syariah di tingkat nasional, layaknya sebagian besar negara Timur Tengah.
Pelaku perkosaan dan perampokan juga dapat dijatuhi hukuman mati. Selain itu, ada beberapa hukum baru, seperti misalnya hukuman mati bagi penghina Nabi Muhammad, yang berlaku untuk non-Muslim dan juga Muslim.
Dalam pidato publiknya hari ini (03/04), Sultan Hassanal Bolkiah menyerukan ajaran Islam yang lebih kuat tetapi tidak menyebut tentang hukum pidana yang baru. "Saya ingin melihat ajaran Islam di negara ini tumbuh lebih kuat," katanya dalam pidato yang disiarkan secara nasional di sebuah pusat konvensi di dekat ibukota Bandar Seri Begawan.
"Saya ingin menekankan bahwa negara Brunei adalah ... negara yang selalu mengabdikan ibadahnya kepada Allah," tambahnya seperti dikutip dari kantor berita AFP.
Dia kemudian menambahkan bahwa dia ingin azan dikumandangkan di semua tempat umum, tidak hanya di masjid, untuk mengingatkan orang Muslim tentang kewajiban mereka.
Sultan, yang telah memegang takhta selama lebih dari lima dekade, juga bersikeras bahwa Brunei adalah negara yang "adil dan bahagia". "Siapa pun yang datang untuk mengunjungi negara ini akan memiliki pengalaman menyenangkan dan menikmati lingkungan yang aman dan harmonis," katanya.
Umat yang Terbelah: Pandangan Mayoritas Muslim Tentang Syariah dan Negara
Apakah Al-Quran dan Syariah Islam harus menjadi konstitusi di negara muslim? Inilah hasil jajak pendapat yang digelar Pew Research Centre di delapan negara sekuler berpenduduk mayoritas muslim
Foto: Ahmad Gharabli/AFP/Getty Images
Malaysia
Hasil jajak pendapat Pew Research Centre tahun 2015 silam mengungkap lebih dari separuh (52%) penduduk muslim Malaysia mendukung pandangan bahwa konstitusi negara harus mengikuti Syariah Islam secara menyeluruh. Sementara 17% mewakili pandangan yang lebih moderat, yakni ajaran Al-Quran hanya sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Sisanya (17%) menolak pengaruh agama pada konstitusi.
Foto: Getty Images/M.Vatsyayana
Pakistan
Dari semua negara berpenduduk mayoritas muslim, Pakistan adalah yang paling gigih menyuarakan penerapan Syariah Islam sebagai konstitusi negara. Sebanyak 78% kaum muslim mendukung pandangan tersebut. Hanya 2% yang mendukung sekularisme dan menolak pengaruh agama dalam penyelenggaraan negara.
Foto: Reuters/P.Rossignol
Turki
Pengaruh Kemalisme pada masyarakat Turki masih kuat, kendati politik agama yang dilancarkan partai pemerintah AKP. Hanya sebanyak 13% kaum muslim yang mendukung Syariah Islam sebagai konstitusi, sementara mayoritas (38%) mewakili pandangan moderat, yakni Al-Quran sebagai acuan tak resmi. Uniknya 36% penduduk tetap setia pada pemisahan agama dan negara.
Foto: Getty Images/C. McGrath
Libanon
Mayoritas kaum muslim Libanon (42%) yang memiliki keragaman keyakinan paling kaya di dunia menolak pengaruh agama pada konstitusi. Adapun 37% penduduk mendukung Al-Quran sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Hanya 15% yang menuntut penerapan Syariah Islam secara menyeluruh.
Foto: J.Eid/AFP/Getty Images
Indonesia
Hingga kini Indonesia masih berpedoman Pancasila. Tak heran jika 52% kaum muslim menolak penerapan menyeluruh Syariah Islam. Namun mereka mendukung pandangan bahwa prinsip Al-Quran harus tercerminkan dalam dasar negara. Sebanyak 22% penduduk menginginkan Syariah sebagai konstitusi dan 18% menolak pencampuran antara agama dan negara.
Foto: Getty Images/O. Siagian
Yordania
Penduduk muslim di Yordania tergolong yang paling konservatif di dunia. Sebanyak 54% menginginkan Syariah Islam sebagai landasan negara. Sementara 38% menolak Syariah, namun mendukung pandangan bahwa konstitusi tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran. Hanya 7% yang memihak Sekularisme sebagai prinsip dasar negara.
Foto: S. Samakie
Nigeria
Sebagian besar kaum muslim Nigeria (42%) lebih mendukung faham Sekularisme ketimbang Syariah Islam. Di negeri yang sering dilanda konflik agama itu hanya 22% yang mengingingkan Syariah Islam sebagai konstitusi. Sementara 17% mewakili pandangan moderat, dan puas pada konstitusi yang tidak melanggar hukum Islam.
Foto: DW/Stefanie Duckstein
Palestina
Tahun 2011 hanya 38% penduduk Palestina yang mendukung Syariah sebagai konstitusi, pada 2015 jumlahnya berlipatganda menjadi 65%. Sementara 23% mewakili pandangan yang lebih moderat terkait penerapan Syariah. Hanya 8% yang menolak agama mencampuri urusan negara. (rzn/hp - Pew Research Centre, Economist)
Foto: Reuters/I. A. Mustafa
8 foto1 | 8
Memicu Kecaman di seluruh Dunia
Sultan Hassanal Bolkiah, yang merupakan salah satu orang terkaya di dunia dan tinggal di sebuah istana luas berkubah emas, mengumumkan rencana untuk pemberlakuan hukum tersebut pada tahun 2013. Undang-undang baru ini membuat hubungan seksual sesama lelaki dijatuhi hukuman mati dengan dirajam. Sementara itu, bagi wanita yang didakwa melakukan hubungan seksual dengan wanita lain, hukuman maksimum adalah 40 pukulan batang tebu atau maksimum 10 tahun penjara.
Fase pertama dari undang-undang ini diperkenalkan pada tahun 2014 dan mencakup hukuman yang tidak terlalu berat, seperti denda atau hukuman penjara untuk tindakan pelanggaran seperti perilaku tidak senonoh atau melewatkan shalat Jumat.
Keputusan untuk mengimplementasikan hukuman baru ini telah memicu kekhawatiran di seluruh dunia. PBB menyebut Brunei "kejam dan tidak manusiawi." Selebritas, yang dipimpin oleh aktor George Clooney dan bintang pop Elton John, menyerukan agar hotel-hotel milik Sultan Brunei diboikot.
Seruan Clooney untuk memboikot sembilan hotel milik Brunei di Eropa dan Amerika Serikat pekan lalu langsung jadi berita utama di media internasional. Sejak itu, banyak tokoh terkenal telah bergabung untuk mengecam Brunei, termasuk mantan wakil presiden AS Joe Biden dan aktris Jamie Lee Curtis. Bintang talkshow Ellen DeGeneres turut menunjukkan dukungannya dengan mencuit seruan boikot.
Phil Robertson, wakil direktur Asia di organisasi HAM Human Rights Watch mengatakan, undang-undang itu "sangat biadab, mengimplementasikan hukuman purba untuk tindakan yang bahkan bukan tindak kejahatan," seperti dilansir dari AFP.
Pemerintah AS juga ikut bersuara. Lewat kementerian luar negeri, AS mengatakan hukuman itu bertentangan dengan "kewajiban hak asasi manusia internasional" yang harus dipenuhi Brunei. "Amerika Serikat sangat menentang kekerasan, kriminalisasi dan diskriminasi yang menargetkan kelompok-kelompok rentan," kata wakil juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Robert Palladino.
"Keputusan Brunei untuk mengimplementasikan fase dua dan tiga hukum pidana syariah dan hukum terkait bertentangan dengan kewajiban hak asasi manusia internasional terkait tindakan penyiksaan, perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan lainnya," kata Palladino seperti dilansir kantor berita Reuters.
"Kami terus mendorong Brunei untuk meratifikasi dan mengimplementasikan Konvensi Anti Penyiksaan PBB (United Nations Convention Against Torture), yang Brunei tandatangani pada 2015, dan untuk menandatangani, meratifikasi, dan mengimplementasikan Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik," lanjut Palladino.
Hingga saat ini, hanya Arab Saudi, Iran, Mauritania, Sudan dan Yaman yang menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku homoseksualitas, meskipun dalam beberapa tahun terakhir, hukuman semacam itu tidak diimplementasikan, kata juru bicara Komisi HAM PBB Ravina Shamdasani, seperti dilansir kantor berita DPA.
na/hp (afp, dpa, rtr)
Tujuh Fakta Syariah Islam di Aceh
Sejak diterapkan lebih dari satu dekade silam Syariah Islam di Aceh banyak menuai kontroversi. Hukum agama di Serambi Mekkah itu sering dikeluhkan lebih merugikan kaum perempuan. Benarkah?
Foto: AP
Bingkisan dari Jakarta
Pintu bagi penerapan Syariah Islam di Aceh pertamakali dibuka oleh bekas Presiden Abdurrachman Wahid melalui UU No. 44 Tahun 1999. Dengan cara itu Jakarta berharap bisa mengikis keinginan merdeka penduduk lokal setelah perang saudara berkepanjangan. Parlemen Aceh yang baru berdiri tidak punya pilihan selain menerima hukum Syariah karena takut dituding anti Islam.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Kocek Tebal Pendakwah Syariah
Anggaran penerapan Syariah Islam di Aceh ditetapkan sebesar 5% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBA). Nilainya mencapai hampir 700 milyar Rupiah. Meski begitu Dinas Syariat Islam Aceh setiap tahun mengaku kekurangan uang dan meminta tambahan anggaran. DSI terutama berfungsi sebagai lembaga dakwah dan penguatan Aqidah.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Polisi Agama di Ruang Publik
Sebanyak 22 milyar Rupiah mengalir ke lembaga polisi Syariah alias Wilayatul Hisbah. Lembaga yang berwenang memaksakan qanun Islam itu kini beranggotakan 1280 orang. Tugas mereka antara lain melakukan razia di ruang-ruang publik. Tapi tidak jarang aparat WH dituding melakukan tindak kekerasan dan setidaknya dalam satu kasus bahkan pemerkosaan.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Kenakalan Berbalas Cambuk
Menurut Dinas Syariat Islam, pelanggaran terbanyak Syariah Islam adalah menyangkut Qanun No. 11 Tahun 2002 dan No. 14 Tahun 2003. Kedua qanun tersebut mengatur tata cara berbusana dan larangan perbuatan mesum. Kebanyakan pelaku adalah kaum remaja yang tertangkap sedang berpacaran atau tidak mengenakan jilbab. Untuk itu mereka bisa dikenakan hukuman cambuk, bahkan terhadap bocah di bawah umur
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Cacat Hukum Serambi
Kelompok HAM mengritik penerapan hukum Islam di Aceh tidak berimbang. Perempuan korban perkosaan misalnya harus melibatkan empat saksi laki-laki untuk mendukung dakwaannya. Ironisnya, jika gagal menghadirkan jumlah saksi yang cukup, korban malah terancam dikenakan hukuman cambuk dengan dalih perbuatan mesum. Adapun terduga pelaku diproses seusai hukum pidana Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Petaka buat Perempuan?
Perempuan termasuk kelompok masyarakat yang paling sering dibidik oleh Syariah Islam di Aceh. Temuan tersebut dikeluhkan 2013 silam oleh belasan LSM perempuan. Aturan berbusana misalnya lebih banyak menyangkut pakaian perempuan ketimbang laki-laki. Selain itu penerapan Syariat dinilai malah berkontribusi dalam sekitar 26% kasus pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di ranah publik.
Foto: picture-alliance/epa/N. Afrida
Pengadilan Jalanan
Ajakan pemerintah Aceh kepada penduduk untuk ikut melaksanakan Syariah Islam justru menjadi bumerang. Berbagai kasus mencatat tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap tersangka pelanggar Qanun. Dalam banyak kasus, korban disiram air comberan, dipukul atau diarak tanpa busana. Jumlah pelanggaran semacam itu setiap tahun mencapai puluhan, menurut catatan KontraS