Kendati ramai dan gaduh, komunitas metal Indonesia tidak pernah dianggap serius. Kini dengan kehadiran Burgerkill dan Jasad, genre yang mengawali kebangkitan di Bandung itu mulai dikenal dunia.
Iklan
Di sebuah malam di ujung Juli sekelompok pemuda Indonesia tengah bersiap diri. Raut tegang memenuhi wajah mereka. Masing-masing sebisanya mengusir gelisah. Setiap kali adegan di balik panggung itu terkesan seperti rutinitas belaka. Cuma kali ini mereka untuk pertamakalinya bakal tampil di festival metal terbesar di dunia, Wacken Open Air.
Tahun ini Burgerkill mendapat kehormatan buat menjajal Wacken. Penampilan mereka adalah "penghargaan" buat "salah satu komunitas metal paling subur di dunia," tulis panitia Wacken. Indonesia menurut penyelenggara event akbar itu adalah "medan metal terbaru dengan ratusan band bertalenta."
Penilaian Wacken Open Air boleh jadi agak sedikit berlebihan. Tapi Burgerkill tetap datang dan menggoyang. Bisa dipastikan, penampilan Eben dkk. di Eropa tidak akan menjadi yang terakhir, setidaknya untuk band metal asal Indonesia.
Bandung Bersuara
Kebangkitan metal di tanah air tidak bisa dilepaskan dari peran komunitas Ujungberung, Bandung. Sejak pertengahan dekade 1990an, kawasan ini menjadi episentrum kelahiran band-band metal. Dua jebolannya, yakni Jasad dan Burgerkill, kini malang melintang di Eropa.
Ujungberung di tahun 1990an adalah kawasan yang sedang memasuki era industrialisasi. Lahan kebun mendadak disulap menjadi pabrik-pabrik modern. Petani berganti profesi menjadi buruh dan struktur sosial yang lama ikut tergerus.
Saat itu muncul sekelompok pemuda yang menyuarakan kegelisahaan mereka. Band-band seperti Funeral dan Orthodox mulai merecoki panggung yang selama ini terbiasa memainkan musik rock atau pop. Lirik-lirik cinta berganti dengan ayat-ayat kebencian.
Ketabahan Tingkat Tinggi
Tidak banyak yang akhirnya bertahan hidup sejak era kelahiran band metal di dekade 1990an. Jasad, Trauma dan Burgerkill adalah beberapa di antaranya. Perkaranya sederhana. Serupa dengan genre lain, metal kesulitan mendatangkan sponsor.
Maka satu per satu berguguran. Kebanyakan karena bermusik saat itu masih dianggap proyek sampingan. Sebagian bertahan karena "passion dan kegilaan terhadap musik," kata Dadan, manajer Burgerkill.
Band yang berawak lima itu awalnya juga lahir demi mengusir bosan. Namun seiring dengan waktu, Eben cs. mulai serius menggeluti belantika musik dan akhirnya dilirik oleh label besar.
Ketabahan dan deteriminasi adalah dua hal yang dibutuhkan buat terjung ke panggung metal Indonesia. Serupa Burgerkill, Jasad membutuhkan waktu 25 tahun untuk bisa manggung di Eropa. "Di situlah masalahnya," kata Robin, salah satu awak Burgerkill, "kenapa band-band ini membutuhkan waktu terlalu lama. Padahal secara kualitas mereka sangat mumpuni."
rzn/hp (dari berbagai sumber)
Saat Burgerkill Goyang Eropa
Band Bandung, Burgerkill mendapat kehormatan buat menjajal Wacken, festival heavy metal terbesar sejagad. Inilah momen bersejarah, ketika Eben dkk. menjadi band pertama Indonesia yang manggung di Wacken.
Foto: DW/R. Nugraha
Yang Terhempas dan Bangkit Lagi
Burgerkill yang dibentuk tahun 1995 sempat nyaris bubar setelah vokalisnya, Ivan Scumbag meninggal dunia 2006 silam. Namun band yang beranggotakan Andris, Vicky, Eben, Ramdan dan Agung ini (ki-ka) bersikeras meneruskan kiprah Burgerkill. Sejak peristiwa muram itu mereka telah menelurkan dua album. Dan kini mendapat kehormatan dengan manggung di festival metal terbesar di dunia, Wacken Open Air.
Foto: Refanto Ramadhan
Sederhana di Penampilan Perdana
Tiba di Wacken, awak Burgerkill sengaja melewatkan makan siang buat menyaksikan penampilan band lain di dua panggung utama. Penampilan perdana Eben dkk. di Wacken tergolong sederhana. Selain panggung kecil berkapasitas 5000 penonton, Burgerkill juga mendapat jadwal paling bontot, yakni pukul 2:15 waktu setempat.
Foto: DW/R. Nugraha
Sunyi Menjelang Badai
Panggung dibuka buat anggota band sekitar satu jam menjelang penampilan. Awak Burgerkill membahas rincian terakhir setelah menyiapkan instrumen masing-masing. Mereka cuma membawa beberapa gitar dan perlengkapan panggung sekedarnya, karena panitia Wacken menyiapkan semua peralatan elektronik, termasuk amplifier.
Foto: DW/R. Nugraha
Jelang Detik Bersejarah
Burgerkill menyiapkan sembilan lagu lintas album untuk Wacken. Dadan, sang manajer bercerita, butuh waktu enam bulan buat mereka untuk mempersiapkan tur Eropa ini. Saking sibuknya, Burgerkill harus menunda pembuatan album baru. Maka setelah bulan-bulan yang menegangkan, 20 tahun berkarya, datanglah momen bersejarah ketika Burgerkill disambut oleh festival metal terbesar sejagad itu.
Foto: DW/R. Nugraha
Empat Menggoyang Wacken
Di Headbanger Stage, Burgerkill langsung tampil energetik menyambut penonton yang menunggu. Raut tegang yang sempat bersarang di wajah, tiba-tiba menghilang. Buat mereka penampilan di Wacken menjadi lebih spesial karena tahun ini Burgerkill memperingati hari jadi ke-20.
Foto: DW/R. Nugraha
Duet Maut
Agung (ki) dan Ramdan (ka) yang banyak berdiam diri menjelang konser langsung tampil lepas begitu lagu pertama dimainkan. Ramdan yang memainkan bass, baru bergabung tahun 2007 dengan Burgerkill. Sementara Agung sudah lebih senior. Pria yang juga acap memberikan kursus gitar ini bergabung sejak 2003.
Foto: DW/R. Nugraha
Begundal Eropa
Beberapa penonton yang hadir terkesan sudah mengenal Burgerkill. Ketika Vicky cs. memainkan lagu Under the Scars dari album Venomous, mereka ikut mengiringi lantunan sang vokalis. Begundal, begitu Burgerkill menyebut para penggemarnya, akhirnya tiba di benua biru.
Foto: DW/R. Nugraha
Abah Melawan Dingin
Andris dulunya diposisikan sebagai pemain bass. Ketika ajal menjemput Ivan Scumbang, band Bandung itu memutuskan merotasi personil. Abah, sebutan Andris, kemudian diplot menjadi drummer. Pria kelahiran 1976 ini juga mampu bermain gitar dan sempat membantu banyak band Bandung lain sebelum merapat ke Burgerkill. Di Wacken Andris harus melawan suhu yang berkisar di bawah 10 derajat Celcius.
Foto: DW/R. Nugraha
Energetik dan Liar
Aksi panggung Burgerkill tergolong sederhana. Terutama jika dibandingkan dengan band-band lain. Namun energi Eben dkk. selama menggeber Headbanger Stage mendapat pujian dari kru Wacken. Salah seorang diantaranya menyebut penampilan Burgerkill sebagai salah satu yang terbaik tahun ini dan mengundang mereka kembali ke Wacken tahun depan.
Foto: DW/R. Nugraha
Sampai Jumpa Lagi Wacken!
"I Love you, Germany!!" teriak Eben setelah menuntaskan lagu terakhir. Kendati tidak berlimpah, penonton yang hadir tidak kekurangan semangat. Sebagian meminta lagu tambahan, sementara yang lain meneriakkan "Burgerkill...Bugerkill..."
Foto: DW/R. Nugraha
Haru Biru
Kebahagian meledak di belakang panggung. Semua personil saling bersalaman. Vicky (ki) dan Eben (ka) tenggelam dalam haru biru. Butuh 20 tahun kerja keras sebelum Burgerkill bisa tampil di festival metal terbesar sejagad itu. Satu mimpi pun terwujud. Usai menggeber Jerman, Eben dkk. terbang ke Inggris untuk menjajal festival metal Bloodstock.