1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Denda Besar Bisa Jadi Sanksi Efektif bagi Pelanggar PSBB

Rizki Akbar Putra
10 April 2020

Hari pertama pemberlakuan PSBB di Jakarta, ruas jalan di ibu kota tampak lengang. MHKI imbau kepolisian agar dapat melakukan langkah-langkah yang mendorong orang untuk taat peraturan.

Indonesien Jakarta - Anies Baswedan
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Raharjo

Jumat (10/04) jadi hari pertama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB di seluruh Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui kebijakan ini cukup berat untuk dijalankan. Tetapi kebijakan ini dibuat demi menyelamatkan nyawa dan memutus rantai penyebaran COVID-19.

"Ini adalah tantangan bagi kita masyarakat Jakarta. Kita menghadapi tantangan bukan pertama kali. Berkali-kali bangsa kita diuji, dan setiap kita menghadapi ujian Alhamdulillah bangsa kita selalu bisa lolos," ujar Anies di Balai Kota, Kamis (09/04).

"Saya percaya keuletan kita, ketangguhan kita, akan bisa melewati masa tantangan yang ada di depan kita ini. Setelah kita bisa melewati ini semua 14 hari, mudah-mudahan nantinya akan segera lewat," kata Anies Baswedan.

Menurut pantauan DW Indonesia, sejumlah ruas jalan protokol di ibu kota tampak lengang di hari pertama pemberlakuan PSBB, salah satunya di Jl. Gatot Soebroto. Namun perlu diketahui bahwa hari Jumat, 10 April 2020, adalah hari libur nasional memperingati wafatnya Isa Almasih.

Tergantung disiplin masyarakat

Kepada DW Indonesia, Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr. Mahesa Pranadipa M.H., mengatakan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat berjalan efektif jika didukung oleh kedisiplinan masyarakat.

"Kalau masyarakatnya disiplin seperti Korea Selatan, PSBB sangat, sangat efektif. Walapun tidak ada karantina wilayah di Korea selatan. Misalnya pemakaian asker, menjaga jarak dengan baik, kemudian kebersihan dijaga, mencuci tangan terus dilakukan, stamina tubuh terus dijaga, maka ada jaminan angka penularan bisa ditekan,” ungkap Mahesa.

Ia menyayangkan bahwa tingkat kedisplinan masyarakat Indonesia dalam merespon pandemi virus corona, misalnya dalam penggunaan masker, masih rendah dan masih banyak orang yang beraktivitas di luar. "Coba lihat di jalan, yang pakai masker berapa persen? Dan masih ramai di jalan,” paparnya.

Berdasarkan pantauan DW Indonesia, di wilayah Kramat Jati, Jakarta Timur, masih banyak warga Jakarta yang beraktivitas di luar tanpa menggunakan masker. Selain itu, masih sering dijumpai pengendara motor yang berboncengan dan mobil yang diisi lebih dari setengah kapasitasnya.

Menurut Mahesa, PSBB harus disikapi serius oleh semua pihak. Musababnya, angka kaus positif COVID-19 masih terus meningkat, khususnya di wilayah DKI Jakarta.

"Dalam teori epidemiologi, itu kan ada ada yang diaporkan dan ada data yang belum dilaporkan. Kami khawatir, data yang belum dilaporkan justru lebih banyak. Ini yang harusnya benar-benar dipahami semua orang. Ini harus serius, pemerintah mengeluarkan PSBB untuk menekan angka,” katanya.

Seorang wanita di Tangerang sedang menjemur masker kain setelah dicuci untuk kemudian dibagikan kepada wargaFoto: Reuters/W. Kurniawan

Kebijakan hukum yang kontraproduktif?

Mahesa yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Etik dan Hukum RS Haji Jakarta berpendapat, sanksi hukum yang tercantum dalam undang-undang karantina kesehatan dalam upaya mata rantai penyebaran virus corona berbanding terbalik dengan penerapan kebijakan lain.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan disebutkan bagi pelanggar penerapan PSBB dapat disanksi satu tahun penjara dan denda sebesar-besarnya Rp 100 juta. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang menyebut bahwa sanksi pelanggaran disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Kalau kita menindak dengan kebijakan yang sekarang berjalan di Kementerian Hukum dan HAM, akan kontraproduktif. Ribuan narapidana dilakukan asimilasi, dibebaskan, malah sekarang kok masukin orang lagi ke penjara,” tegas Mahesa.

Lebih lanjut ia menyerukan agar aparat hukum dapat melakukan "langkah-langkah yang mendorong orang untuk taat terhadap peraturan.” Mahesa menilai, denda dengan jumlah besar bisa menjadi salah satu bentuk sanksi efektif untuk memberikan efek jera kepada masyarakat.

"Kalau pun sanksi hukum, sanksinya jangan penjara, karena di dalam undang-undang ada sanksi denda. Kasih denda saja sebesar-besarnya, untuk memberikan shock therapy. Itu boleh, saya setuju,” ujarnya.

Menanggapi pemberlakuan PSBB, salah satu warga Jakarta, Iqbal Ramadhan (31) berpendapat, denda di tempat bisa menjadi salah satu sanksi ampuh untuk memberikan efek jera kepada para pelanggar. "Sanksi bagi para pelanggar PSBB dapat diterapkan dengan cara denda di tempat, agar tidak ada lagi orang yang keluar rumah tanpa alasan mendesak, seperti keperluan medis atau belanja bahan-bahan pokok,” tuturnya kepada DW Indonesia.

Para tahanan yang hampir selesai menjalani masa tahanan dibebaskan dari penjara yang terlalu penuh di Depok karena kekhawatiran penyebaran Covid-19Foto: Reuters/A. Foto

Yang perlu diketahui selama PSBB 

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020, Pembatasan Sosial Bersakala Besar mengatur semua kegiatan di ibu kota baik kegiatan perekonomian, sosial, budaya, dan pendidikan.

Dalam peraturan tersebut diatur bahwa ojek diperbolehkan untuk mengantar barang, tapi tidak untuk mengantar orang. Selain itu, pengendara motor dilarang untuk berboncengan, kecuali bagi mereka yang tinggal satu rumah. Pengguna kendaraan roda empat, hanya dibolejkan membawa penumpang sampai 50 persen dari kapasitas kendaraan, baik untuk transportasi umum maupun kendaraan pribadi. 

Masyarakat juga dilarang makan di restoran atau warung makan. Restoran atau warung makan masih diperbolehkan berjualan, tetapi tidak diizinkan  menyantap makanan di lokasi. Semua makanan harus dibawa, atau dipesan dengan menggunakan jasa antar makanan.

Hotel diwajibkan menerima tamu yang ingin melakukan isolasi mandiri, namun mereka hanya dapat beraktivitas dalam kamar dengan memanfaatkan layanan kamar (room service). Penanggungjawab hotel juga diwajibkan menutup fasilitas layanan hotel yang dapat menciptakan kerumunan orang dalam area hotel.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai efektif berlaku mulai 10 April 2020 hingga 14 hari ke depan, yakni 23 April 2020, dengan opsi perpanjangan. Jakarta adalah kota pertama di Indonesia yang menerapkan PSBB setelah UU soal itu disahkan. (rap/hp)