1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Dunia DigitalBrasil

Miliarder AS Elon Musk Tantang Mahkamah Konstitusi Brasil

9 April 2024

Musk mengecam seorang hakim Mahkamah Konstitusi Brasil, setelah diperintahkan untuk memblokir akun penyebar disinformasi. Alhasil, dia diselidiki atas dugaan menghalangi perintah pengadilan dan menghasut tindak kriminal.

Elon Musk dan Alexandre de Moraes
Elon Musk (ki.) dan Alexandre de Moraes (ka.)Foto: Slaven Vlasic/Getty Images/La Nacion/Ton Molina/picture alliance/dpa

Serangan verbal miliarder Amerika Serikat, Elon Musk, terutama diarahkan kepada Alexandre de Moraes, satu dari sepuluh anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi Brasil, STF.

"Kenapa Anda menuntut sensor sebanyak ini di Brasil?" tanyanya dalam sebuah unggahan di patform X, yang dulu bernama Twitter. Dia menuduh sang hakim telah "mengkhianati konstitusi" karena membungkam kebebasan berpendapat. "Moraes harus mengundurkan diri atau dipecat dari jabatannya," lanjut Musk.

Perundungan oleh Musk bereskalasi pada akhir pekan silam, setelah vonis Mahkamah Konstitusi yang menuntut X memblokir sejumlah akun milik seorang blogger dan dua anggota Kongres Brasil karena menyebarkan hasutan kebencian. 

Moraes sejak lama dikenal gigih memerangi gelombang disinformasi online oleh "milisi digital" yang dibentuk pendukung bekas Presiden Jair Bolsanoro demi menghasut penolakan terhadap hasil pemilu. Namun upaya tersebut dimentahkan oleh miliarder yang mengklaim sebagai pendekar kebebasan absolut dalam hak berekspresi.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Mahkamah Brasil ancam pemilik X

Musk menyebut, akan melawan perintah mahkamah di Brasil dan akan memulihkan kembali akun-akun yang diblokir. "Kami cabut semua pembatasan," tulisnya. "Hakim mengganjar denda yang tinggi. Dia mengancam bakal menangkapi pegawai kami dan memblokir sepenuhnya X di Brasil," tulisnya lagi.

Reaksi Moraes datang seketika. Hari Minggu (7/4), Moraes mengancam akan menjatuhkan denda sebesar USD 20.000 setiap kali X memulihkan akun terlarang.

Dia juga memerintahkan kepolisian federal untuk menyelidiki Musk atas dugaan menghalangi perintah pengadilan dan menghasut tindak kriminal di Brasil. Selain itu, Moraes juga menjadikan Musk sebagai terduga pelaku pidana dalam penyelidikan terhadap milisi digital antidemokrasi dan sumber pendanaannya.

Mitos kebebasan?

Pertikaian antara Musk dan Moraes memicu polarisasi di Brasil. Ketika harian AS New York Times menuliskan sang hakim sebagai "Pelindung Demokrasi" sebagai judul berita, Bolsanoro menyebut Musk berusaha mewujudkan "mitos tentang kebebasan kita."

Dia berusaha memanfaatkan kasus X untuk memobilisasi pendukung sendiri. Dia menyerukan agar penduduk "turun ke jalan demi kebebasan," di Pantai Copacabana di Rio de Janeiro pada 21 April mendatang. Tokoh populis kanan Brasil itu rajin menggunakan X untuk menghasut kebencian terhadap rival politik atau mengritik sistem pemilihan umum.

Putranya, Eduardo, yang kini duduk di parlemen Brasil, sudah mengumumkan bakal menggelar rapat dengar pendapat di Komisi Luar Negeri tentang "kasus Twitter dan sensor di Brasil."

Polemik libertarianisme

"Kasus Twitter" mengacu kepada publikasi dokumen internal X yang disebar di platform milik Musk itu antara bulan Desember 2022 dan Maret 2023. Dokumen tersebut diserahkan Musk kepada sejumlah wartawan pilihan, termasuk penulis AS Michael Shellenberger.

Dia mengklaim diri sebagai penyangkal aksi iklim dan "aktivis libertarianisme," yang gemar mengambil sikap antagonis. Shellenberger sudah berulangkali menjadi bulan-bulanan netizen karena memberikan tafsir keliru atau menyebar data palsu soal krisis iklim.

Dalam sebuah unggahan di X, dia misalnya menyimpulkan betapa Brasil berdiri "di tepi jurang kediktaturan." Menurutnya, "Mahkamah Konstitusi setiap saat bisa memblokir akses ke Twitter," tulis Shellenberger belum lama ini.

"Adalah tidak berlebihan untuk menyimpulkan bahwa Brasil berada di tepi jurang kediktaturan, dijalankan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi yang totaliter dan terpusat pada diri Alexandre de Moraes."

Does Elon Musk want to make X the new TikTok?

12:36

This browser does not support the video element.

"Sensor sepihak"

Shellenberger menuduh mahkamah tertinggi Brasil itu sendirinya telah melanggar konstitusi. Dakwaan itu berangkat dari asumsi bahwa Moraes digerakkan dendam pribadi, ketika memerintahkan aksi hukum terhadap netizen karena memublikasikan tagar "yang tidak disukainya."

Dia juga dituduh menuntut akses kepada data internal X, yang melanggar asas kerahasiaan perusahaan, dan menjalankan "sensor sepihak" terhadap anggota parlemen, serta ingin memaksa platform media sosial itu untuk ikut memerangi akun pendukung Bolsonaro.

Bagi Fernando Boscardin, guru besar di Sekolah Hukum University of Miami, AS, Shellenberger bukan bermaksud melindungi kebebasan berpendapat. "Aslinya, dia ingin mencegah regulasi media sosial ala Uni Eropa," kata dia.

Legislasi anti-disinformasi

Kongres Brasil saat ini sedang menggodok Rancangan Undang-undang anti-Disinformasi yang diniatkan untuk meredam hasutan online. RUU ini pertama kali diajukan pada tahun 2020. Namun naskahnya berulangkali direvisi setelah diprotes perusahaan digital dan partai-partai populis kanan.

Akibat keterlambatan tersebut, Mahkamah Pemilihan Umum, TSE, harus menerbitkan peringatan jelang pemilu komunal, 6 Oktober mendatang. Maklumat tersebut menjamin bahwa mahkamah pemilu "memiliki instrumen yang efisien untuk memerangi manipulasi dalam kampanye partai, ujaran kebencian, unggahan antidemokratis atau pelanggaran dalam penggunaan aplikasi kecerdasan buatan."

Kepada media Brasil, O Globo, sejumlah pakar disinformasi menilai ucapan Elon Musk sudah melampaui batas. "Jika memang ada pelanggaran konstitusi, maka Musk harus membuktikannya di depan pengadilan," kata Yasmin Curzi, Guru Besar Hukum di Universidade Fundação Getulio Vargas di Rio de Janeiro.

Dia menambahkan, "pengumuman untuk menolak perintah pengadilan oleh Musk bisa digolongkan sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan nasional Brasil."

rzn/as

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait