1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Militer Gaddafi Masih Terlalu Kuat

21 April 2011

Pertempuran di kota Misrata sudah berlangsung berminggu-minggu. Pasukan pemberontak tidak mampu memukul mundur tentara Gaddafi yang terlatih baik.

Tentara Libya di depan plakai Gaddafi di TripoliFoto: dapd

Harian Italia Corriere della Sera menyoroti tewasnya dua jurnalis foto barat di tengah pertempuran di Misrata, Libya. Harian ini menulis:

Mereka siap menghadapi bahaya, agar bisa membuat berita. Mereka kehilangan nyawa, karena ingin melaporkan apa yang sebenarnya terjadi di garis depan dan di belakang daerah pertempuran. Perang di Libya adalah perang yang kotor. Tidak ada aturan yang berlaku, selain aturan yang ditetapkan oleh serdadu bayaran sang diktator. Mereka ingin bekerja, agar perang di Libya tidak dilupakan begitu saja dan kehilangan nilai pemberitaannya, seperti yang terjadi di Libanon, Somalia atau Afghanistan.

Menghadapi konflik di Libya yang makin rumit, beberapa negara memutuskan untuk mengirim penasehat militer untuk membantu kelompok perlawanan. Harian konservatif Perancis Le Figaro berkomentar:

Perancis, Inggris dan Italia mengirim penasehat militernya ke Libya. Mereka akan membantu koordinasi gerakan perlawanan. Memang terlihat jelas, pihak pemberontak masih sangat kurang disiplin dan pelatihan. Ini tentunya tidak merupakan pelanggaran terhadap resolusi PBB. Sebaliknya, dengan langkah itu pengiriman pasukan darat bisa dihindari. Kelompok perlawanan Libya hendaknya diberi ketrampilan agar mereka dengan kekuatan di darat bisa mendukung serangan udara koalisi internasional. Pada saat yang sama, bantuan kemanusiaan, yang makin hari makin mendesak, perlu didukung. Siapa yang menyatakan, bahwa pengiriman penasehat militer adalah keterlibatan yang terlalu jauh, yang bisa dibandingkan dengan intervensi Amerika Serikat di Vietnam, punya penilaian yang sangat keliru.

Harian Inggris Independent berpendapat lain. Pengiriman penasehat militer barat ke Libya sudah merupakan intervensi. Tapi situasi di Libya memang kritis. Harian ini menulis:

Intervensi negara-negara barat di Libya tidak bisa lagi dilihat hanya sebagai dukungan bagi suatu bangsa yang ingin menentukan nasibnya sendiri. Intervensi ini sudah merupakan dukungan untuk penggulingan kekuasaan. Di Suriah dan Bahrain, warganya juga ditindas secara brutal oleh rejim yang berkuasa. Tapi negara-negara barat tidak melakukan tekanan terhadap kedua negara ini. Sikap ini bisa menimbulkan kritik tentang standar ganda. Jika di Libya ada ancaman akan terjadi aksi pembantaian massal, sangat beralasan bagi NATO untuk mengirim pasukan darat. Tapi negara-negara barat hendaknya lebih menahan diri. Intervensi di Libya hanya bisa berhasil, jika dilakukan dengan sabar dan hati-hati, bukannya dengan nafsu untuk menyerang.

Tema lain yang masih jadi sorotan adalah perkembangan politik di Kuba. Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung menulis:

Raul Castro ternyata cukup realistis untuk melihat kerangka ekonomi yang lebih luas. Ia tidak mau membohongi diri sendiri. Ia memperingatkan, bahwa sosialisme akan gagal jika tidak mampu mengoreksi kesalahan sendiri. Ia mengritik keras kelemahan sistem di Kuba, seakan-akan ia selama lima puluh tahun tidak menjadi bagian sistem tersebut. Sistem itu terutama dibangun oleh kakaknya Fidel. Raul Castro punya kesulitan besar melakukan perubahan dalam sistem partai yang begitu kaku dan tidak fleksibel. Generasi para orang tua, yang sejak dulu menikmati hak-hak istimewa, tidak mau melihat pentingnya mengoreksi haluan politik.

Hendra Pasuhuk/afp/dpa
Editor: Setiawan