1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAsia

AU Jepang-Jerman Berlatih Bersama, Cina Ungkit Poros Fasis

Martin Fritz
1 Oktober 2022

Menurut Inspektur Angkatan Udara Jerman, latihan itu membuktikan bahwa Jerman dapat mengamankan wilayah udara NATO dan dengan cepat memindahkan pesawat ke Asia.

Jenderal Shunji Izutsu (kiri) dan Letnan Jenderal Ingo Gerhartz (kanan) di Jepang.
Jenderal Shunji Izutsu (kiri) dan Letnan Jenderal Ingo Gerhartz (kanan) saat kedatangan Eurofighter Typhoon di Pangkalan Angkatan Udara Hyakuri, JepangFoto: Kento Nara/Geisler-Fotopress/picture alliance

Kali terakhir tiga pesawat tempur Jerman terbang di wilayah udara Jepang adalah pada Perang Dunia II saat kedua negara ini bersekutu atas kesamaan kekuatan poros fasis. Meski demikian, keduanya tidak pernah melakukan manuver udara bersama.

Namun kali ini ada yang berbeda. Pada hari Rabu (28(09), Inspektur Angkatan Udara Jerman Ingo Gerhartz dengan pesawat Eurofighter dan Kepala Staf Angkatan Pertahanan Udara Jepang, Shunji Izutsu, dengan pesawat Mitsubishi F-2 terbang di dekat Gunung Fuji dan berlatih formasi bersama total enam pesawat tempur.

Hadirnya kedua perwira tinggi itu memberikan arti khusus pada pertemuan ini. Sedikitnya 60 tentara Jerman telah mendarat di pangkalan angkatan udara Hyakuri di timur laut Tokyo. Keesokan harinya, kedua perwira tersebut mengumumkan akan terus bekerja sama pada manuver Talisman Saber 2023 dan Pitch Black 2024 di Australia.

"Kami telah menunjukkan bahwa kami dapat mengamankan wilayah udara NATO dan memindahkan pesawat kami ke Asia dalam waktu cepat," ujar Inspektur Angkatan Udara Ingo Gerhartz.

Selanjutnya, Jerman juga akan belajar dari Jepang tentang cara mengoperasikan pesawat pengebom siluman F-35 ultra-modern. Saat ini Jerman masih melakukan pengadaan, sementara Jepang sudah menggunakan pesawat itu, kata Gerhartz.

"Keamanan di Eropa dan Indo-Pasifik berhubungan erat," kata Shunji Izutsu dari Jepang.

Aktivitas militer di Indo-Pasifik lebih sibuk

Relokasi jet tempur Jerman dari Singapura ke Jepang merupakan bagian dari latihan militer "Rapid Pacific 2022". Enam Eurofighter Jerman dan empat pesawat angkut dan tanker telah diterbangkan ke Singapura pada pertengahan Agustus. Mesin-mesin ini kemudian mengambil bagian dalam manuver internasional oleh 16 negara di Australia.

Penerbangan formasi di langit Gunung Fuji tersebut merupakan pengerahan kedua militer Jerman di Jepang setelah kunjungan kapal laut milik Jerman yakni Bayern ke Yokohama pada November 2021. Jerman telah memiliki pedoman bagi kebijakan Indo-Pasifiknya sendiri di bawah pemerintahan Kanselir Angela Merkel. 

Kapal laut Jerman, Bayern, tiba di Tokyo pada 5 November 2021. Ini adalah kapal militer pertama Jerman yang melakukan kunjungan pelabuhan di Jepang dalam hampir 20 tahun.Foto: Kyodo/picture alliance

Menteri Pertahanan Christine Lambrecht menekankan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Japan Times bahwa dalam jangka panjang Jerman ingin lebih terlibat di kawasan Indo-Pasifik.

"Peningkatan (kehadiran) militer di kawasan ini semakin cepat, ketegangan geopolitik telah memperburuk konflik teritorial dan meningkatkan risiko eskalasi," ujar Lambrecht dikutip dari surat kaber tersebut. "Kami sadar bahwa keamanan di kawasan Euro-Atlantik dan keamanan Indo-Pasifik saling terkait."

Namun, sepertinya Jerman dan Jepang mengartikan langkah ini secara berbeda. Pihak Jepang melihat ini sebagai reaksi terhadap upaya Cina untuk melakukan hegemoni di kawasan. "Latihan tersebut telah menunjukkan bahwa Jerman mampu mengerahkan angkatan udara yang dapat mencapai tujuan dengan lebih cepat daripada kapal apabila terjadi krisis," Michito Tsuruoka, profesor di Universitas Keio Tokyo, mengatakan kepada surat kabar Nikkei.

"Ini adalah pesan strategis yang kuat berkaitan dengan Cina." Di Beijing tampaknya juga ada persepsi serupa. Ada kekhawatiran bahwa kekuatan poros lama kembali berlatih bersama, tulis media Global Times yang menjadi corong Partai Komunis Cina pada minggu lalu.

Namun Jerman tidak sependapat. "Misi kami di Jepang bukanlah sinyal terhadap siapa pun," tegas Inspektur Angkatan Udara Gerhartz. "Kami terbang tanpa senjata di rute internasional dan tidak memprovokasi siapa pun."

Beberapa analis merasa skeptis dengan pernyataan ini. "Strategi Indo-Pasifik Jerman menjadi semakin termiliterisasi dan tidak banyak membantu meredakan risiko eskalasi di kawasan itu," kata pakar keamanan Sebastian Maslow dari Shirayuri Women's University di Sendai, Jepang. 

Diejek "nafsu besar tenaga kurang"

Saat ini Jerman dan Jepang berada di bawah tekanan yang sama untuk bertindak. Kedua negara pun menyelaraskan kembali kebijakan keamanan dan pertahanan mereka. Bagi Jerman alasannya adalah karena invasi Rusia ke Ukraina, dan bagi Jepang adalah karena meningkatnya provokasi Cina ke Taiwan. Baik Berlin dan Tokyo berencana untuk secara drastis meningkatkan anggaran pertahanan mereka. Pada saat yang sama, mereka ingin lebih terlibat di skala internasional.

"Semua ini akan menjadi bagian dari strategi keamanan nasional baru yang akan diperkenalkan Berlin dan Tokyo pada akhir tahun ini," komentar Maslow. "Kita akan melihat bagaimana kerja sama baru di bidang keamanan antara Jerman-Jepang dapat membantu menghubungkan kepentingan Eropa, Amerika, dan Jepang di Indo-Pasifik. Baru setelah itu akan jadi jelas apakah ini lebih dari sekadar politik simbolis."

Bagaimanapun, pengerahan pesawat tempur Jerman ke Timur Jauh tampaknya agak terbatas. Pada rute jarak yang sangat jauh antara Jerman, Singapura dan Jepang, pilot tampaknya harus memakai popok karena jarangnya toilet di dalam pesawat. "Nafsu besar tapi tenaga kurang," gurau pakar militer asal Cina, Zhang Xuefeng, di media Global Times.

ae/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait