Junta militer Myanmar berusaha mengendalikan arus informasi dengan menekan jurnalis, memberlakukan undang-undang sensor yang lebih ketat, dan memblokir akses internet.
Iklan
Sejak militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari lalu, rumor dan berita palsu telah menyebar cepat, terutama di media sosial. Pada saat yang sama, rasa ingin tahu publik akan informasi telah meningkat secara drastis. Dua hal ini membuat laporan berita dan analisis profesional yang dilakukan jurnalis menjadi lebih penting.
Wartawan Kyaw Myint, yang bertugas di Dewan Pers Myanmar, mengatakan kepada DW: "Banyak jurnalis marah, seperti yang terlihat di akun media sosial pribadi mereka. Di dalam negeri, berita dan liputan langsung diatur dengan sangat ketat."
Junta militer menuduh media memicu aksi protes dan mempersulit pekerjaan mereka. Menurut beberapa jurnalis yang berbicara kepada DW, tetapi enggan menyebutkan nama karena alasan keamanan, pasukan keamanan juga sering menargetkan dan menyerang jurnalis yang melaporkan aksi demonstrasi.
Kebanyakan editor dan reporter di negara tersebut saat ini menahan diri untuk tidak menyebut diri mereka sebagai anggota pers. Selain itu, militer telah menjebloskan sejumlah jurnalis di balik jeruji besi. Menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), hampir 1.800 orang telah ditangkap pada hari Senin (08/03), termasuk 34 wartawan.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
PBB kecam militer Myanmar
Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB, pada hari Rabu (10/03) mengutuk tindakan keras militer Myanmar terhadap demonstran anti-kudeta. Tekanan internasional meningkat sejak tentara menggulingkan dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada bulan lalu, hingga memicu protes yang terjadi setiap hari di seluruh negeri.
Para diplomat mengatakan kepada AFP bahwa Dewan Keamanan PBB "mengutuk tindakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai".
"Saya berharap dengan pernyataan ini, akan ada kesadaran yang meningkat bagi militer di Myanmar bahwa sangat penting untuk membebaskan semua tahanan," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mengacu pada pernyataan Dewan Keamanan.
Amerika Serikat (AS) juga telah menerapkan tekanan baru dengan sanksi terhadap Aung Pyae Sone dan Khin Thiri Thet Mon, anak dari pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing. Sone dan Mon memiliki berbagai bisnis yang secara langsung diuntungkan lantaran "posisi dan pengaruh buruk ayah mereka," kata pernyataan Departemen Keuangan AS.
Kedutaan besar AS dan Inggris di Yangon menerima laporan tentang pelajar dan warga sipil yang dikepung oleh pasukan keamanan di Okkalapa Utara. "Kami menyerukan kepada pasukan keamanan untuk mundur dari daerah itu, membebaskan mereka yang ditahan, dan mengizinkan orang untuk pergi dengan selamat," bunyi pernyataan Kedutaan AS melalui akun Twitternya.
Iklan
Amnesty Internasional pantau kasus pembunuhan di Myanmar
"Banyak pembunuhan yang didokumentasikan, sama dengan eksekusi di luar hukum," kata Amnesty International pada hari Kamis (11/03).
"Rekaman dengan jelas menunjukkan bahwa pasukan militer Myanmar - juga dikenal sebagai Tatmadaw - dilengkapi semakin banyak dengan senjata yang hanya sesuai untuk medan perang, bukan untuk tindakan kepolisian," kata Amnesty.
Mereka menembak tanpa pandang bulu dengan peluru tajam di daerah perkotaan. "Taktik militer Myanmar ini jauh dari baru, tetapi aksi pembunuhan mereka belum pernah disiarkan langsung, agar dunia bisa melihatnya," kata Joanne Mariner, Direktur Tanggapan Krisis Amnesty International.
Myanmar: Aksi Protes Perahu Menentang Kudeta Militer
Warga etnis Intha di negara bagian Shan, Myanmar, melakukan protes unik terhadap junta militer dengan aksi protes perahu di Danau Inle, salah satu tujuan wisata populer di negara itu.
Foto: Robert Bociaga
Protes meluas di Myanmar
Protes terhadap kudeta militer di Myanmar 1 Februari lalu meluas ke luar kota Yangon. Pada 18 Februari, penduduk di sekitar Danau Inle, salah satu tujuan wisata populer di negara bagian Shan selatan, berdemonstrasi menentang junta militer dan menuntut pemulihan demokrasi.
Foto: Robert Bociaga
Protes dari atas perahu
Warga dari semua lapisan masyarakat berpartisipasi dalam aksi protes perahu. Mereka terlihat membawa megafon dan plakat-plakat, sambil melantunkan lagu-lagu revolusi.
Foto: Robert Bociaga/DW
Kudeta militer
Pihak militer awal Februari mengkudeta pemerintahan sipil dengan mengklaim terjadi penipuan yang luas dalam pemilihan umum November lalu, yang dimenangkan secara telak oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dari Aung San Suu Kyi, sekalipun militer ketika itu membuat partai politik untuk menang pemilu. Sejak kudeta, banyak anggota NLD dan pemerintahan sipil yang ditahan, termasuk Suu Kyi.
Foto: AP Photo/picture alliance
Pembangkangan sipil
Sejak kudeta, puluhan ribu orang melakukan protes dan kampanye pembangkangan sipil. Pihak militer menanggapi dengan keras dengan gelombang penangkapan ancaman sanksi berat.
Foto: REUTERS
Aksi protes perahu dukung sanksi Barat terhadap pelaku kudeta
Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi kepada para pemimpin kudeta dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan para tahanan politik lain. Pengunjuk rasa di Danau Inle menyambut baik sanksi tersebut dan mengatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk mengakhiri dominasi militer selamanya. Namun, mereka tidak mendukung rekonsiliasi dengan para jenderal, kebijakan yang diambil Suu Kyi selama ini.
Foto: Robert Bociaga
Sistem demokrasi satu-satunya jalan melindungi minoritas
Negara bagian Shan dihuni oleh warga etnis Intha, yang juga dikenal sebagai "orang danau". "Satu-satunya cara untuk melindungi tradisi minoritas adalah melalui sistem demokratis dan desentralisasi. Itulah mengapa kami membutuhkan demokrasi federal di Myanmar," kata Ko Su, seorang aktivis etnis Intha, kepada DW.
Foto: Robert Bociaga
Sektor turisme di bawah pengawasan militer
Suku Intha mengatakan, mereka belum dapat sepenuhnya memanfaatkan pariwisata karena sebagian besar hotel dan bisnis di daerah tersebut dimiliki oleh orang-orang yang memiliki koneksi dengan militer. Namun sebelum kudeta, penduduk setempat setidaknya bisa mendapatkan keuntungan dari industri pariwisata yang berkembang pesat. (hp/vlz)
Foto: Robert Bociaga
7 foto1 | 7
Cina: "Saatnya deeskalasi"
Duta Besar Cina untuk PBB, Zhang Jun pada hari Rabu (10/03) menyerukan "penurunan ketegangan" dalam krisis di Myanmar, di mana militer telah melakukan tindakan keras terhadap demonstran anti-kudeta.
"Sekarang saatnya deeskalasi. Saatnya diplomasi. Saatnya dialog," kata Zhang Jun, setelah Dewan Keamanan PBB mengutuk militer Myanmar atas tindakan kejamnya. Zhang mengatakan bahwa "Cina telah berpartisipasi dalam (pernyataan) negosiasi secara konstruktif."
"Kebijakan persahabatan Cina terhadap Myanmar adalah untuk semua rakyat Myanmar. Cina siap untuk terlibat dan berkomunikasi dengan pihak terkait dan memainkan peran konstruktif dalam meredakan situasi saat ini."