1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Minum Kopi Bersama "Salafi“

Naomi Conrad14 Januari 2013

Kepolisian Jerman memperingatkan ada kegiatan radikal dalam kelompok Salafi di Jerman. Kota Bonn termasuk salah satu pusat kegiatannya. Reporter DW Naomi Conrad menemui mereka di sebuah Cafe.

Membaca terjemahan Quran bahasa Jerman
Membaca terjemahan Quran bahasa JermanFoto: picture-alliance/ZB

Dekat sebuah stasiun pengisian bahan bakar-SPBU di sebuah lokasi di kota Bonn. Ada banyak pria muda dengan baju olahraga santai berdiri di pinggir jalan. Hujan turun rintik-rintik. Ini tempat saya berjanji bertemu dengan dua anggota Salafi yang disebut-sebut sebagai pengkhotbah radikal.

Jam lima sore lewat satu menit, seorang pria menemui saya. ”Ya, kami ini radikal”. Dia tersenyum. Usianya awal dua puluhan, bercukur rapih, setelah jeda sejenak dia menambahkan: ”Kami radikal tepat waktu.” Senyumannya melebar.

Dia tidak mengulurkan tangan untuk bersalaman. ”Anda harus mengerti tentang hal ini”. Pemahamannya yang ketat tentang Al Quran tidak mengijinkan dia bersalaman dengan seorang perempuan, demikian dia menjelaskan.

Orang muda itu lebih jauh menerangkan, pembicaraan saya dengan kedua pengkhotbah Salafi akan direkam dengan kamera. ”Ini lebih aman untuk kamu, ini lebih aman untuk kami. Tapi kamu tentu tidak wajahmu ingin ikut terekam dalam film ini, atau bagaimana?

Kedua pengkhotbah Salafi ingin penampilan mereka direkam. Mereka menunggu di sebuah Cafe di seberang pompa bensin. Kami lalu pergi ke sana. Musik Turki mengalun dari pengeras suara. Yang lebih tua, Abu Nagie mengaduk kopinya, yang lebih muda, Abu Dujana, bermain dengan iPhone putihnya. Mereka mengucapkan salam dengan ramah dan memanggil pelayan Cafe: ”Tolong bawa satu kopi lagi”.

Baca juga:

Fenomena “Kristen Salafi” Anabaptis

Seperti Kristenisasi, Islamisasi Itu Tidak Ada

Mencari Islam yang ”murni”

Juru bicara Dinas Perlindungan Konstitusi, Verfassungsschutz, dari negara bagian Nordrhein Westfalen yang saya temui sebelumnya, menyebut kedua orang itu sebagai „pengkhotbah Salafi yang berbahaya.“

Tapi seorang pakar Islam dari Universitas Osnabrück membantah. Salafi adalah kelompok yang ultraortodoks, tapi apa mereka berbahaya? ”Tidak harus demikian”, kata Elhakam Sukhni. Ia calon doktor di Institut untuk Studi Islam di Osnabrück.

Sukhni menjelaskan, Salafisme adalah aliran Islam yang sangat konservatif, yang mengacu pada masa-masa awal Islam, jadi pada masa kehidupan Nabi Muhammad dan para wali generasi awal. ”Kelompok Salafi menolak interpretasi dan ajaran yang disebarkan setelah masa-masa awal itu.”

Abu Dujana: "Anda tentu bertanya tentang Syariah."Foto: privat

”Ini Islam yang sebenarnya”, demikian disebutkan oleh anggota Salafi di Bonn, Ibrahim Abu Nagie. Ia sendiri menyebut dirinya sebagai seorang muslim biasa. Ia tidak ingin disebut sebagai Salafi. Itu adalah sebutan yang digunakan oleh media dan politik untuk memecah-belah Islam, katanya.

Anggota Salafi yang lain, Abu Dujana menerangkan, memang ada ”kampanye terencana” yang dilakukan media dan politik untuk menyerang Salafi. ”Para penesehat zionis” yang menyarankan pemerintah Jerman melakukan itu, tambah Abu Nagie sambil tersenyum. Dia berasal dari Palestina dan datang ke Jerman pada usia 18 tahun. Di Gaza, katanya, dia bermimpi tentang Jerman: tentang teknik dan disiplin.

”Anda sekarang tentu akan bertanya tentang Syariah”, kata Abu Dujana. Ia mengelus janggut hitamnya, yang terlihat seperti seorang gerilyawan Kuba. Dia pintar, terdidik, dan terdaftar sebagai mahasiswa, tegas Abu Dujana. Tentu saja dia ingin Syariah diberlakukan di Jerman, tapi itu tidak mungkin. Belum mungkin. Dalam sistem Syariah, orang tidak begitu saja dipotong tangannya. Ada peraturan dan ada ahli hukumnya, jelas dia.

Baca juga:

Penggerebekan Besar-Besaran Kelompok Salafi di Jerman

Diawasi dengan cermat

Menurut perkiraan Verfassungsschutz, ada sekitar 3800 pengikut Salafisme di Jerman. Jumlahnya terus naik, Tapi dari jumlah ini, hanya sedikit yang setuju dengan aksi kekerasan. Tapi batasan dari salafisme yang berkiprah secara politis dan yang siap melakukan kekerasan tidak jelas. Anggota Verfassungschutz dari Nordrhein-Westfalen menyatakan, mereka mengawasi perkembangan ini dengan cermat dan juga dengan cemas.

Kelompok Salafi yang siap melakukan kekerasan adalah „minoritas di dalam kalangan minoritas“, jelas pengamat Islam Elhakam Sukhni. Dari tiga kelompok yang termasuk Salafi di Jerman, yang mendukung kekerasan hanya sebagian kecil saja. Masih ada kelompok lain, yaitu ultraortodoks.

”Yang perempuan memakai cadar penutup muka, yang lelaki memakai baju panjang”. Menurut Sukhni, kelompok ini jarang tampil ke publik, karena mereka hidup terisolasi seperti dalam sebuah masyarakat paralel. Lalu ada lagi kelompok seperti Abu Nagie dan Abu Dujana. ”Belakangan mereka sangat sering disorot, terutama karena kegiatan ”dakwah” yang mereka lakukan.”

Anggota Salafi membagikan terjemahan Quran bahasa JermanFoto: dapd

Abu Nagia dan Abu Dujana berkenalan di sebuah mesjid di kota Köln. Sejak delapan tahun mereka melakukan ”dakwah”. Mereka menamakannya: undangan menjadi Islam. Ibrahim Abu Nagie menyebut kegiatan itu sebagai ”marketing” atau ”mengasihi sesama manusia”.

Pada awalnya, mereka merekam khotbah-khotbah dan menyebarkannya lewat CD. Lalu mereka mengunggah rekaman itu ke internet. Kemudian mereka melakukan kegiatan membagikan Quran dan melakukan berbagai seminar. Peminatnya juga cukup banyak.

Pengamat Islam Sukhni juga mengamati kecenderungan ini. ”Untuk pertama kalinya khotbah disampaikan dalam bahasa Jerman, dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Ini tentu menarik.”

Ibrahim Abu Nagie bercerita tentang pelayanan lewat telpon. Setiap hari banyak anak muda menelpon, sekitar 200 percakapan telpon per hari. Misalnya banyak murid perempuan Muslim yang menelpon dan meminta nasehat karena mereka tidak mau ikut pelajaran renang di sekolah. Abu Nagie mengatakan, ia menasehati para murid agar memberi hadiah Quran kepada kepala sekolah dan selanjutnya bersabar.

Menarik Untuk Orang Muda

Mengapa Salafisme jadi menarik untuk anak muda? Saya mengunjungi salah satu mesjid di kota Bonn untuk mencari jawabnya. Saya menaiki tangga ke mesjid dan menemui seorang gadis anak sekolah. Dia sedang bercakap dengan temannya dan menjulurkan tangan untuk bersalaman dengan saya.

”Kamu juga sudah masuk Islam?”, dia bertanya. Dia tersenyum lembut. Lantai mesjid dipenuhi dengan sajadah yang tersebar seperti mosaik. Dari jendela yang tidak terisolasi dengan baik masuk udara dingin dan suara bising kendaraan di jalan.

”Insya Allah dia bisa mengenali Islam yang benar,” kata seorang wanita yang lebih tua dalam bahasa Arab sambil menunjuk dengan dagunya ke arah saya. Wanita yang lebih muda mengangguk dan menjawab: ”Insya Allah”. Tubuhnya ditutupi oleh kain hitam, yang membuat dia kelihatan lebih tua. Dia menceritakan bahwa dirinya sama sekali tidak terganggu bahwa banyak orang sering menatapnya dan dia punya banyak masalah di sekolah. Allah akan memberi imbalan untuk semua kesulitan yang dia hadapi, kata anak sekolah itu.

”Terutama remaja antara 15 sampai 20 tahun yang tertarik pada Salafisme”, papar pengamat islam Elhakam Sukhni. Mereka akan bersikeras telah menemukan kebenaran yang absolut. Tentu saja ada kemungkinan, bahwa sebagian kecil dari antara mereka mendukung aksi kekerasan.

”Radikalisasi sendiri lewat internet”, demikian kata Sukhni. Maksudnya adalah anak-anak muda yang mengikuti dengan bersemangat pesan-pesan ekstrimis lewat Youtube, misalnya dari Al Qaida. Abu Nagie dan Abu Dujana mengatakan, mereka tidak menyerukan aksi kekerasan. Orang mungkin hanya bisa menuduh mereka tidak mengambil posisi yang tegas tentang kekerasan.

Bentrokan antara Pro NRW dan Salafi di Bonn, 5 Mei 2012Foto: picture-alliance/dpa

Masalah Kekerasan

Kedua pengkhotbah Salafi dari Bonn yang bertemu dengan saya di Cafe ini memang tidak memberi pandangan tegas tentang kekerasan. Kalau ada remaja yang tertarik dengan tema kekerasan, mereka tentu akan membahas hal itu dengan para remaja, kata Abu Dujana. ”Ini bukan tema yang tabu”. Tapi seringnya, anak muda yang memang mau melakukan aksi kekerasan tidak akan datang kepada mereka.

Bulan Mei 2012 lalu ada kelompok ekstrim kanan yang menamakan diri Pro NRW melakukan aksi di Bonn. Mereka sengaja melakukan provokasi dengan menunjukkan foto karikatur Nabi Muhammad.

Abu Nagie dan Abu Dujana menceritakan, ketika itu mereka berdua berkeliling dari mesjid ke mesjid. ”Saya mengatakan pada orang-orang, jangan pergi keluar. Jangan biarkan kalian diprovokasi.”

Tapi tetap saja banyak anggota Salafi yang kemudian melakukan aksi demonstrasi tandingan di Bonn. Akhirnya terjadi bentrokan dengan polisi. Seorang polisi terluka ditusuk oleh seorang demonstran dan harus dirawat di rumah sakit.

”Tentu saja ada beberaoa pelaku kekerasan”, kata Abu Dujana. Suaranya terdengar kesal. Ia menuturkan, setiap minggu dalam pertandingan sepakbola atau demonstrasi kelompok kiri terjadi juga kekerasan. Tapi kalau menyangkut kelompok Salafi, semua orang langsung mengeritik.

Dia menyatakan tidak mengerti, mengapa politisi tidak mencoba mengajak kelompok Salafi duduk di satu meja, ”berbicara dengan kami”. Tapi Ibrahim Abu Nagie segera menggeleng kepala. Tidak, dia tidak mau bertemu dengan politisi, juga tidak dengan kanselir Angela Merkel. ”Hanya kalau dia masuk Islam.” Orang lain yang ada di Cafe tertawa.

Abu Dujana meletakkan sebuah Quran untuk saya di atas meja. ”Ini untuk Anda, khusus dilaminasi”. Abu Nagie tersenyum: ”Bahwa saya bisa menyampaikan pesan Allah kepada Anda, ini adalah kebahagian terbesar bagi saya”.

Dia lalu menunjuk pada iPhone putihnya: "Dinas pelindung konstitusi - Verfassungsschutz selalu ikut mendengar", kata dia. Tapi ini tidak mengganggunya. Malah sebaliknya: „Ini betul-betul menyenangkan!“ Dia sering berbicara dengan telpon genggamnya tentang kasih Allah, kata dia. Yang dia maksud tentu para pegawai Verfassungsschutz yang menyadap percakapan telponnya. Dia yakin, beberapa pekerja Verfassungsschutz sudah ada yang masuk Islam.

Abu Nagie bertanya, apa saya tidak mau membawa beberapa kitab Quran dan membagikannya di redaksi saya. Dia masih punya beberapa eksemplar di mobil, yang bisa saya bawa.