1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Misi Inggris di Aghanistan Tekan Pemerintahan Brown

12 Juli 2009

Delapan serdadu Inggris tewas di Afghanistan dalam kurun waktu 24 jam. Berita duka dari Afghanistan Jumat 10/07 itu berarti, secara keseluruhan lebih banyak tentara Inggris yang tewas di Afghanistan ketimbang di Irak.

Wootton Bassett, Inggris (10/07). Tentara Inggris yang berduka saat pemulangan lima jenazah rekannya yang tewas di HelmandFoto: AP

Menyusul serangan teror 11 September 2001 di New York, pasukan Inggris ditempatkan di Afghanistan untuk menumpas kelompok radikal Taliban. Pemberitaan pertempuran di negara itu cukup lama terdesak oleh laporan-laporan dari perang Irak. Tapi kini, setelah Inggris menarik pasukannya dari Irak, seluruh perhatian negara itu dipusatkan pada wilayah konflik "yang terlupakan", dan Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown semakin gencar mendapat kritikan. Perlengkapan pasukan buruk dan kurang personel, demikian bunyi tuduhan yang terdengar. Kubu liberal demokrat mendesak agar pertempuran melawan Taliban dilaksanakan secara optimal atau tidak sama sekali.

Secara keseluruhan sudah 184 tentara yang tewas di Afghanistan, sementara di Irak dalam tenggat waktu enam tahun 179 serdadu yang gugur. Semakin banyak politisi dan warga Inggris mempertanyakan kegunaan dari operasi militer itu, karena jumlah tentara yang gugur akan terus bertambah dan tidak diketahui kapan ini akan berakhir. Apalagi mengingat bahwa sekitar 9. 000 serdadu Inggris ditempatkan di propinsi Helmand, Afghanistan Selatan, wilayah yang rawan dan berbahaya.

Wootton Bassett. Mobil iring-iringan jenazah lima tentara Inggris yang tewas di HelmandFoto: AP

Brown: "Kewajiban Patriotik"

Perdana Menteri, Gordon Brown menyatakan, memang pemerintah tetap mempertahankan operasi yang sulit itu karena merupakan "kewajiban patriotik". Jika tidak, teror akan kembali melancarkan aksinya di jalan-jalan di Inggris. Namun dukungan masyarakat Inggris terhadap operasi militer yang lebih banyak menuntut pengorbanan daripada di Irak, semakin menurun. Upaya Presiden Amerika Serikat Barack Obama untuk mendukung Brown juga tidak membantu menghapuskan rasa sangsi masyarakat. Para penentang perang telah menyatakan akan melakukan aksi unjuk rasa di London hari Senin 13/07. Mereka melihat pertempuran itu sebagai "mimpi buruk" bagi Inggris dan menuntut penarikan pasukan.

Ketua Partai Liberal Demokrat Menzies Campbell memperingatkan, tingginya jumlah tentara yang tewas dapat menjadi titik balik sikap masyarakat umum. Selanjutnya ia mengatakan, tentara juga harus mengetahui bahwa mereka mendapat dukungan penuh.

Kurang perlengkapan dan dukungan

Pasukan Inggris memang perlu perlengkapan yang memadai. Tapi justru di sinilah terletak kelemahannya. Para komandan pasukan dan tentara sejak lama mengeluh, tidak memiliki peralatan yang cukup. Media Inggris mengkritik pemerintah dengan menuding telah kalah di medan pertempuran di kandang sendiri, yaitu tidak berhasil menjelaskan kepada rakyat Inggris tentang misi di Afghanistan dan tidak memberikan dukungan keuangan yang diperlukan oleh pasukan.

Tentara pasukan Inggris J company 42 Commando Royal Marines dalam sebuah pertempuran di provinsi Helmand, AfghanistanFoto: picture-alliance/ dpa

Sejak pasukan Inggris keluar dari Irak baru-baru ini, jumlah tentara di Afghanistan diduga akan ditingkatkan lagi. Diperkirakan bahwa Brown akan menambah pasukannya hingga 2. 000 serdadu. Inggris untuk sementara waktu ini telah meningkatkan jumlah tentaranya beberapa ratus personel untuk mengamankan pemilu mendatang di Afghanistan.

Terbatasnya kapasitas militer

Pemerintah di London kini terperangkap dalam sebuah dilema: Di satu sisi pihak militer menuntut penambahan tentara, namun di sisi lainnya, keterlibatan itu sudah melebihi kapasitas angkatan bersenjata Inggris. Jeremy Greenstock, mantan duta besar Inggris di PBB mengutarakan: "Kami tidak punya cukup pasukan untuk menjalan operasi semacam ini."

Sementara politisi mendiskusikan jumlah serdadu yang tewas, para serdadu dan keluarganya diselubungi kekhawatiran dan kedukaan yang besar. "Di balik setiap nomor terselubung sebuah nama dan cerita kehidupan", kata seorang bekas tentara, Dough Beattie. Ia melanjutkan: "Tak seorang tentara pun di Afghanistan yang akan mengatakan, ini adalah serdadu ke-179 yang gugur. Mereka akan mengatakan, ini sahabat saya, ini teman sekamar saya, ini komandan saya."

cs/an/DPA/AFP/BBC