MK: Pilkada Harus Sesuai dengan Jadwal November 2024
5 Maret 2024
Mahkamah Kontitusi (MK) menyatakan jadwal Pilkada harus dilaksanakan secara konsisten. MK sebut perubahan jadwal dapat menganggu tahapan pada Pemilu dan Pilkada 2024.
Iklan
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pilkada 2024 harus dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dalam UU Pilkada, yakni November 2024. MK mengatakan perubahan jadwal dapat mengganggu tahapan Pilkada dan Pemilu 2024.
Hal tersebut ditegaskan MK dalam putusan nomor 12/PUU-XXII/2024 sebagaimana dilihat detikcom, Selasa (5/3). MK sebenarnya menolak gugatan yang diajukan oleh pemohon bernama Ahmad Al Farizy dan Nur Fauzi Ramadhan yang pada intinya meminta agar MK menyatakan caleg terpilih harus mundur jika ikut sebagai calon kepala daerah.
Keduanya menggugat Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. MK menolak seluruh permohonan pemohon.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar MK.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
"Bahwa mengingat pentingnya tahapan penyelenggaraan Pilkada yang telah ditentukan yang ternyata membawa implikasi terhadap makna keserentakan Pilkada secara nasional, Mahkamah perlu menegaskan ihwal jadwal yang telah ditetapkan dalam Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada yang menyatakan, "Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024". Oleh karena itu, Pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai. Artinya, mengubah jadwal dimaksud akan dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan Pilkada serentak," ujar MK.
Dalam putusan ini, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyampaikan pendapat berbeda. Dia menilai harusnya permohonan pemohon dikabulkan dan pasal terkait diubah agar caleg terpilih menyatakan secara tertulis pengunduran diri jika maju dalam Pilkada. (rs)
Fakta Unik Pilkada Serentak 2018
Sebanyak 171 daerah akan mengalami pergantian pemerintahan seusai Pilkada Serentak 2018. Inilah sejumlah fakta Pilkada, termasuk koalisi PDIP-Gerindra dan kaum perempuan yang kurang terwakili meski berstatus mayoritas.
Foto: Reuters
Nusantara Bersuara
Pemilihan Kepala Daerah kali ini tergolong yang paling besar dalam sejarah Indonesia. Secara total sebanyak 171 daerah pemilihan akan diperebutkan, termasuk pemilihan gubernur di 17 provinsi. Selain itu pemilih juga akan ikut menentukan pergantian pemerintahan di 115 kabupaten dan 39 kota. KPU mencatat 520 pasangan calon bertarung dalam pilkada kali ini.
Foto: picture alliance/abaca/J. Tarigan
Koalisi Dua Musuh
Tiada lawan yang abadi. Meski berseteru di level nasional, Partai PDI-P dan Gerindra dengan capresnya Prabowo Subianto (ki.) dan Joko Widodo (ka.) saling berkoalisi di Pilkada Serentak. Tercatat kedua partai bahu membahu di lima pemilihan gubernur, 37 pemilihan bupati dan 6 pemilihan walikota. Gerindra dan PDI-P menggalang koalisi dengan PKS di setidaknya dua pilgub, antara lain di Jawa Timur.
Foto: Reuters
Dominan Suara Perempuan
Dari 152 juta pemilih yang berhak mencoblos pada Pilkada Serentak 2018, lebih dari separuhnya, yakni 76 juta adalah perempuan. Sementara pemilih laki-laki tercatat berjumlah 75,9 juta orang. Namun jumlah tersebut berbanding terbalik dengan daftar kontestan Pilkada yang hanya memuat 101 perempuan, atau 8,85% dari total 1.140 pendaftar bakal calon kepala daerah.
Foto: Reuters
Risiko Keamanan
Polisi memprediksi lima provinsi akan menjadi titik rawan keamanan selama Pilkada 2018. Provinsi itu adalah Papua, Maluku, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Kalimantan Barat. Perkiraan Polri terbukti ketika pesawat yang mengangkut logistik Pemilu dan personil pengamanan ditembak kelompok bersenjata di Papua. Tiga orang dikabarkan meninggal dunia.
Foto: Getty Images/J. Kriswanto
Banjir Polisi dan Serdadu
Untuk mengamankan jalannya Pilkada pemerintah mengerahkan hampir separuh aparat kepolisian dan militer. Tercatat Polri menurunkan 184 ribu personil, sementara TNI menyiagakan hampir 100 ribu serdadu. Pengamanan jalannya Pilkada juga akan dibantu 823 ribu anggota satuan Perlindungan Masyarakat alias Linmas. Untuk itu Polri mengajukan anggaran pengamanan sebesar 2,17 triliun Rupiah.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham
Anggaran Membengkak
Besarnya keterlibatan pemilih dalam Pilkada kali ini membuat ongkos penyelenggaraan ikut membengkak. Pemerintah secara total menganggarkan Rp. 15.09 triliun yang sebagian besarnya diserap oleh Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Kedua lembaga tercatat masing-masing mengantongi anggaran sebesar 11,9 triliun dan 2,6 triliun Rupiah.
Foto: Reuters
Ramai Calon Independen
Sebanyak 437 pasangan calon merapat ke partai politik untuk Pilkada kali ini. Namun terdapat 83 pasangan yang berusaha lewat jalur independen alias perseorangan. KPU mencatat 15 daerah memiliki kontestan independen, antara lain Herman A. Koedoeboen - Abdullah Vanath di Pilgub Maluku, Ali Bin Dachlan - Gede Sakti di Pilgub NTB dan Ichsan Yasin Limpo - Andi Mudzakkar di Sulawesi Selatan. (rzn/yf)