1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

MK Tegaskan Presiden 2 Periode Tidak Bisa Jadi Cawapres

18 Juli 2023

Tidak adanya pembatasan masa jabatan telah membuka peluang bagi rezim Orde Baru sehingga Soeharto bisa berkuasa lebih dari 32 tahun, kata Mahkamah Konstitusi dalam argumentasinya.

Foto ilustrasi hukum
Foto ilustrasi hukumFoto: PantherMedia/picture alliance

Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan presiden 2 periode tidak bisa menjadi calon wakil presiden (cawapres). Penegasan itu dituangkan dalam putusan yang dimohonkan Partai Berkarya di bawah pimpinan Muchdi Pr.

Pasal yang diuji adalah Pasal 169 huruf n yang berbunyi: Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

Hasilnya MK menolak gugatan itu. "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan MK yang disiarkan lewat channel YouTube, Selasa (17/7/2023).

Sebelumnya, Muchdi Pr juga pernah menguji pasal tersebut tapi ditolak pada Januari 2023. Berikut pertimbangan MK mengapa menolak permohonan presiden bisa nyawapres, di antaranya:

Sebagaimana diketahui, sebelum perubahan, Pasal 7 UUD 1945 menyatakan, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali". Secara normatif, Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan tersebut tidak mengatur untuk berapa kali periode seseorang dapat menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Bahkan, dengan adanya frasa "sesudahnya dapat dipilih kembali", membuka atau memberi kesempatan bagi seseorang untuk menjadi Presiden atau Wakil Presiden tanpa pembatasan periode secara jelas.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, rumusan fleksibel Pasal 7 UUD 1945 inilah yang digunakan sebagai basis atau dasar argumentasi untuk mengangkat Presiden tanpa batasan periode pada zaman Orde Lama dan Orde Baru. Setelah perubahan, norma Pasal 7 UUD 1945 menjadi, "Presiden dan Wakil Presiden memegang masa jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk sekali masa jabatan".

Karena Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan dinilai telah membuka celah (loop hole) bagi rezim Orde Baru merekayasa begitu rupa sehingga Soeharto menjadi Presiden lebih dari 32 tahun, Sidang Istimewa MPR 1998, sepakat untuk membatasi periodesasi masa jabatan Presiden dalam produk hukum bernama Ketetapan MPR, yaitu: Tap MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Konsiderans "menimbang" huruf c Tap MPR Nomor XIII/MPR/1998 menyatakan, "dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, tidak adanya pembatasan berapa kali Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih kembali untuk memegang jabatannya telah menimbulkan berbagai penafsiran yang merugikan kedaulatan rakyat/kehidupan demokrasi".

Oleh karena itu, anggota MPR bersepakat untuk mengubah substansi Pasal 7 UUD 1945 tanpa menunggu perubahan UUD 1945 sesuai Pasal 37 UUD 1945 menjadi: "Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memegang jabatan selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan" [vide Pasal 1 Tap MPR No XIII/MPR/1998].

Selama pembahasan perubahan Pasal 7 UUD 1945 ditemukan beberapa original intent yang terkait langsung dengan pembatasan dimaksud, misalnya, ihwal dua kali masa jabatan tersebut apakah secara berturut-turut atau tidak berturut-turut.

Berkenaan dengan hal tersebut, para pengubah UUD 1945 bersepakat, substansi norma Pasal 7 UUD 1945 dimaksudkan baik secara berturut- turut maupun tidak berturut-turut [vide Naskah Komprehensif UUD 1945 Buku IV, Jilid 1, hlm. 477]. Bahkan, apabila diletakkan dalam konteks demokrasi presidensial, batasan dua kali berturut-turut dimaksudkan merupakan batasan maksimal seseorang untuk dapat menjadi Presiden atau Wakil Presiden.

Baca artikel Detik News

Selengkapnya "MK Kembali Tegaskan Presiden 2 Periode Tidak Bisa Jadi Cawapres!". (hp)