1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Auto Verbrennungsmotor

22 Mei 2012

Mobil listrik masih merupakan utopia masa depan. Mobil bermesin konvesional masih tetap merajai pasaran otomotif, paling tidak hingga 20 tahun ke depan.

Foto: Ford

Pemerintah Jerman sekitar 4 tahun lalu mencanangkan akan menjadi pasar utama bagi mobil listrik. Sekarang, eforia mobil ramah lingkungan itu tidak terasa lagi. "Eforia itu direkayasa oleh pemerintah, dan sebagian dikendalikan lewat media", kata pakar otomotif Stefan Bratzel kepada DW.

Tapi industri otomotif menentukan haluannya sendiri, dengan terus mengembangkan motor bakar konvensional berbahan bakar bensin dan diesel yang lebih irit. Mottonya, mobil yang makin irit BBM dengan daya yang lebih besar, berarti juga mengeluarkan emisi lebih kecil.

Juga konsumen memiliki dinamika sendiri. Statistik menunjukkan, di Jerman saat ini tercatat 43 juta mobil yang memiliki izin kelaikan jalan. Sementara jumlah mobil listrik hanya sekitar 4.500 unit. Hingga tahun 2020 diramalkan kuota pasar mobil elektrik secara global hanya maksimal tiga persen.

Mundur teratur dari program mobil listrik

Tren yang kini semakin kencang adalah, semua negara mundur teratur dari program ambisius mobil listrik. Dalam pameran mobil di Beijing April lalu, semua pabrik otomotif terkemuka juga menyatakan tidak lagi memfokuskan diri pada pengembangan mobil listrik.

Mobil listrik hanya utopia masa depan.Foto: picture alliance/dpa

Pemerintah Cina yang terkenal dengan proyek ambisiusnya dalam tema mobil listrik, mengumumkan, ke depan hanya menetapkan target biasa-biasa saja. Pabrik mobil terkemuka seperti Daimler, BMW, Volkswagen dan Ford memang tidak menghapus seluruh proyek mobil listriknya. Namun dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, pabrik otomotif ini tetap bertumpu pada bisnis mobil konvensional.

"Volkswagen berpendapat, motor bakar konvensional yang tentu saja terus dikembangkan, masih tetap memiliki masa depan berkelanjutan", ujar direktur pengembangan VW, Ulrich Hackenberg. Khususnya dengan penggunaan bahan bakar biologis yang emisi CO2-nya netral, dapat dimungkinkan mobilitas yang lebih ramah lingkungan dengan motor penggerak konvensional terbaru.

Juga pakar otomotif dari Austria, Fritz Indra (72) menegaskan, eforia mobilitas elektro, merupakan dorongan bagi para insinyur untuk mengembangkan motor bakar konvensional yang lebih hemat bahan bakar sekaligus meningkatkan dayanya. Sesuai keputusan Uni Eropa, hingga 2015 semua mobil baru hanya diizinkan memproduksi emisi CO2 sebesar 130 gram per kilometer. Artinya, juga konsumsi bahan bakar harus diturunkan secara signifikan.

Mobil listrik banyak kelemahan

Sejauh ini, mobil-mobil listrik yang telah dipasarkan, menunjukkan beragam kelemahan. Terutama baterai penyimpan energi harganya sangat mahal tapi hanya mampu menempuh jarak relatif pendek. Selain itu waktu pengisian ulang baterai juga terlalu lama.

Isi ulang baterai mobil listrik terlalu lama dan daya jelajahnya relatif pendek.Foto: dapd

Produsen mobil listrik membela diri, dengan argumen, penelitian menunjukkan para pengguna mobil rata-rata hanya menempuh jarak 40 kilometer per hari. Dengan mobil listrik yang sudah dipasarkan, jarak tersebut dengan mudah dapat ditempuh. Juga pengisian ulang baterai dapat dilakukan di malam hari, ketika pengemudi tidur.

Argumen itu bukan hanya ditertawakan industri otomotif mapan. Akan tetapi juga memicu kemarahan para pelindung lingkungan. Wolfgang Lohbeck, pakar transportasi dari organisasi pelindung lingkungan Greenpeace melontarkan protes keras. "Saya ingin mobil lain, karena bukan pengguna rata-rata seperti penelitian industri mobil listrik", katanya.

"Jika saya ingin menjemput seseorang, pada tengah malam di bandara yang jaraknya lebih 40 km, mobil listrik semacam itu tidak akan mampu melakukan tugasnya", ujar Lohbeck secara retorik. "Untuk apa membeli mobil yang tiga kali lipat lebih mahal, dengan hanya sepertiga kemampuan mobil konvensional, sekaligus tidak banyak berkontribusi pada perlindungan iklim."

Apa yang dilontarkan pakar lingkungan Greepeace itu merupakan kondisi nyata saat ini. Sebab sebagian besar perusahaan pembangkit listrik masih memproduksi CO2 dalam jumlah luar biasa besar. Pasalnya, listriknya masih diproduksi dengan membakar batu bara dan minyak bumi. Dilihat dari neraca emisi CO2, pegguna mobil listrik, secara teknis lingkungan tetap tidak dapat mengalahkan pemakai motor bakar konvensional yang jauh lebih sedikit emisi CO2-nya.

Klaus Ulrich/Agus Setiawan