1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mobilitas Otonom Nir Emisi: Masa Depan Mobilitas?

Ina Rotter
2 Februari 2022

Ingin melakukan hal lain sambil menyetir? Mungkin itu sudah segera akan bisa dilakukan. Setidaknya di Jerman visi ini mungkin sudah akan menjadi kenyataan tahun ini.

Foto ilustrasi kendaraan otonom
Foto ilustrasi kendaraan otonomFoto: Federico Gambarini/dpa/picture alliance

Di Jerman mulai tahun 2022, mungkin orang akan bisa berkendara tanpa perlu mengemudikan. Skenario ini awalnya hanya akan dibatasi bagi taksi dan bus "shuttle" di rute tertentu, dan tidak akan menggunakan kendaraan tanpa pengemudi.

Otonomi kendaraan diklasifikasikan dalam enam level. "Nol" artinya tanpa otomatisasi sama sekali, dan "lima" artinya seratus persen otonom.

Kendaraan penumpang zaman sekarang biasanya ada di level ke dua, yaitu separuh otomatis.

Dalam hal ini, kendaraan mengatur pengarahan, akselerasi dan rem. Tapi hanya untuk waktu dan dalam situasi tertentu, misalnya saat memarkir, atau meluncur di jalan bebas hambatan. Pengemudi harus memonitor sistem sepanjang waktu.

Mobilitas Otonom Niremisi Dominasi Masa Depan

03:59

This browser does not support the video element.

Mobil mengemudikan diri sepenuhnya

Tesla punya modus yang disebut Full Self Driving, atau mengemudikan diri sepenuhnya. Namun itu tetap level 2, walaupun sistem pernah menempuh perjalanan dari San Francisco ke Los Angeles. 

Zoox yang dimiliki Amazon, sekarang sedang melewati tes, dan dirancang untuk level 4. 

Waymo milik Google, sudah menawarkan percobaan naik mobil tanpa seorangpun di belakang setir. Namun demikian ada orang yang mengawasi pergerakan kendaraan dari jauh. 

Di Jerman, MobilEye berencana meluncurkan taksi tanpa pengemudi. Perusahaan ini jadi salah satu pelopor di bidang sistem piranti lunak asisten pengemudi. Ini adalah faktor menentukan dalam situasi teknis yang sangat kompleks.

Untuk membuat keputusan tepat di jalanan, sistem harus bisa menangkap situasi di sekelilingnya. Jadi teknologi otonom mencakup kamera, radar, LIDAR, yaitu teknologi pemindai jarak jauh yang mengukur properti cahaya yang tersebar, dan juga sensor suara ultra. Teknologi ini memberikan informasi ke mobil, di mana letaknya, juga siapa atau apa yang ada di dekatnya. 

Adrian Zlocki dari badan penelitian kendaraan bermotor FKA menjelaskan, di balik logo ada sistem radar yang tidak bisa dilihat. Di bawah ada pemindai laser. Sensor LIDAR mendeteksi sekitar dengan pemindai 180 derajat di bagian depan kendaraan. 

Sensor radar lainnya memonitor situasi hingga 200 meter di depan kendaraan. Sensor jarak dekat tersembunyi di sini. Dan terakhir: Sistem kamera yang mendeteksi marka di jalanan, pejalan kaki atau pengguna jalan lainnya. 

Sensor canggih dengan kelemahan

Tapi sensor-sensor ini punya kelemahan. Komponen hanya berfungsi sepenuhnya jika kondisi cuaca bagus. "Sistem kamera dan sensor LIDAR adalah sistem optik. Jika hujan lebat, sensor LIDAR bisa direfleksikan oleh tetesan air yang besar." Demikian dikatakan Zlocki. 

"Seperti halnya mata manusia, kamera juga bisa terpengaruh bila kabut tebal. Jadi kita perlu paduan sensor, kamera, radar dan LIDAR."
 
Mobil-mobil juga dilengkapi peta digital yang sangat tepat. Data navigasi, marka jalanan dan lampu lalu lintas tercatat di berbagai level, demikian halnya dengan bangunan dan pohon. Terus mengaktualisasi peta-peta ini agar tetap akurat sangat menentukan.

Selain itu, data yang berjumlah sangat besar harus diproses dengan kecepatan tinggi. Kapasitas pengolah data komputer seperti itu perlu banyak energi. Dan lebih penting lagi: Jaringan telefon seluler yang cepat.

Tapi sokongan negara bagi kendaraan otonom, baik di Jerman maupun di negara lain, punya tujuan lain. Armada kendaraan ulang-alik otonom, akan membuat mobil konvensional tak dibutuhkan lagi, dan dalam waktu bersamaan memperbaiki mobilitas di daerah pedesaan sekaligus membuka lebih banyak ruang di perkotaan. (ml)