Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden bisa menjadi momentum mengenang kembali peristiwa Supersemar. Apa yang bisa kita pelajari dari situ? Simak opini Aris Santoso.
Iklan
Hampir sepanjang era reformasi, nyaris tidak pernah ada lagi peringatan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret), dengan sendirinya ingatan publik terhadap peristiwa tersebut menjadi samar-samar, bahkan sebagian besar Gen Z bisa jadi tidak paham bagaimana persisnya peristiwa tersebut.
Sebenarnya ada dua peristiwa di bulan Maret, yang sangat identik dengan Soeharto, satu peristiwa lagi adalah Serangan Umum 1 Maret (SO 1 Maret 1949), yang juga tidak pernah diperingati lagi selepas lengsernya Soeharto pada Mei 1998. Hanya "nasib” tanggal 1 Maret masih lebih baik, mengingat tanggal ini kemudian diadopsi sebagai hari jadi Kodam IV/Diponegoro. Artinya masih ada komunitas yang memperingatinya, meskipun dalam lingkup terbatas.
Kesempatan memperingati Supersemar secara rutin, kiranya kembali terbuka, setelah pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming resmi berkuasa nanti. Bukan hanya memperingati Supersemar, rezim Prabowo-Gibran adalah pintu masuk mengenang segala kebaikan Soeharto yang lain, termasuk melanjutkan proses wacana lama yang selalu tertunda, yaitu menjadikan figur Soeharto sebagai pahlawan nasional,
Segala asumsi itu dalam posisi yang wajar, karena walau bagaimanapun juga, Prabowo memiliki memori tersendiri terhadap Soeharto, baik selaku kerabat maupun kepentingan kariernya di militer. Karier militer Prabowo Subianto luar biasa moncer di penggal terakhir kekuasaan Soeharto. Sebut saja penempatan Prabowo sebagai Danjen Kopassus (1995-1998) dan Pangkostrad (1998), dua satuan militer yang tiada duanya di tanah air, dan dalam usia relatif muda, belum genap 50 tahun. Segala kemudahan ini tentu tidak terlepas dari adanya hubungan kekerabatan antara Soeharto dan Prabowo. Secara tradisional, posisi Pangkostrad adalah jabatan persiapan menuju KSAD, mungkin dulu Prabowo memang disiapkan untuk menjadi KSAD.
Kopassus Dalam Pusaran Sejarah
Dalam sejarahnya Komando Pasukan Khsusus banyak terlibat menjaga keutuhan NKRI. Tapi di balik segudang prestasi, tersimpan aib yang menyeret Kopassus dalam jerat pelanggaran HAM.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Heroisme Baret Merah
Tidak ada kekuatan tempur lain milik TNI yang memancing imajinasi heroik sekental Kopassus. Sejak didirikan pada 16 April 1952 buat menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan, satuan elit Angkatan Darat ini sudah berulangkali terlibat dalam operasi mengamankan NKRI.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Kecil dan Mematikan
Dalam strukturnya yang unik, Kopassus selalu beroperasi dalam satuan kecil dengan mengandalkan serangan cepat dan mematikan. Pasukan elit ini biasanya melakukan tugas penyusupan, pengintaian, penyerbuan, anti terorisme dan berbagai jenis perang non konvensional lain. Untuk itu setiap prajurit Kopassus dibekali kemampuan tempur yang tinggi.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mendunia Lewat Woyla
Nama Kopassus pertamakali dikenal oleh dunia internasional setelah sukses membebaskan 57 sandera dalam drama pembajakan pesawat Garuda 206 oleh kelompok ekstremis Islam, Komando Jihad, tahun 1981. Sejak saat itu Kopassus sering dilibatkan dalam operasi anti terorisme di Indonesia dan dianggap sebagai salah satu pasukan elit paling mumpuni di dunia.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Terjun Saat Bencana
Segudang prestasi Kopassus membuat prajurit elit Indonesia itu banyak dilirik negeri jiran untuk mengikuti latihan bersama, di antaranya Myanmar, Brunei dan Filipina. Tapi tidak selamanya Kopassus cuma diterjunkan dalam misi rahasia. Tidak jarang Kopassus ikut membantu penanggulangan bencana alam di Indonesia, seperti banjir, gempa bumi atau bahkan kebakaran hutan.
Foto: picture-alliance/dpa
Nila di Tanah Seroja
Namun begitu Kopassus bukan tanpa dosa. Selama gejolak di Timor Leste misalnya, pasukan elit TNI ini sering dikaitkan dengan pelanggaran HAM berat. Tahun 1975 lima wartawan Australia diduga tewas ditembak prajurit Kopassus di kota Balibo, Timor Leste. Kasus yang kemudian dikenal dengan sebutan Balibo Five itu kemudian diseret ke ranah hukum dan masih belum menemukan kejelasan hingga kini.
Foto: picture-alliance/dpa
Pengawal Tahta Penguasa
Jelang runtuhnya ejim Orde Baru, Kopassus mulai terseret arus politik dan perlahan berubah dari alat negara menjadi abdi penguasa. Pasukan elit yang saat itu dipimpin oleh Prabowo Subianto ini antara lain dituding menculik belasan mahasiswa dan menyulut kerusuhan massal pada bulan Mei 1998.
Foto: picture-alliance/dpa
Serambi Berdarah
Diperkirakan lebih dari 300 wanita dan anak di bawah umur mengalami perkosaan dan hingga 12.000 orang tewas selama operasi militer TNI di Aceh antara 1990-1998. Sebagaimana lazimnya, prajurit Kopassus berada di garda terdepan dalam perang melawan Gerakan Aceh Merdeka itu. Sayangnya hingga kini belum ada kelanjutan hukum mengenai kasus pelanggaran HAM di Aceh.
Foto: Getty Images/AFP/Stringer
Neraka di Papua
Papua adalah kasus lain yang menyeret Kopasus dalam jerat HAM. Berbagai kasus pembunuhan aktivis lokal dialamatkan pada prajurit baret merah, termasuk diantaranya pembunuhan terhadap Theys Eluay, mantan ketua Presidium Dewan Papua. Tahun 2009 silam organisasi HAM, Human Rights Watch, menerbitkan laporan yang berisikan dugaan pelanggaran HAM terhadap warga sipil oleh Kopassus.
Foto: Getty Images/AFP/A.Berry
8 foto1 | 8
Bunga Teratai
Selalu ada paralelisme dalam sejarah. Mungkinkah ini kebetulan belaka, ketika peta jalan Soeharto dan Prabowo menuju kekuasaan, harus melalui jalan yang tidak sepenuhnya terang benderang. Bila pada akhirnya, baik Soeharto maupun Prabowo, benar-benar menapaki puncak kekuasaan, mungkin itu sudah menjadi kehendak sejarah, yang dalam bahasa Belanda, biasa dikenal sebagai eenmalig, bahwa sebuah peristiwa atau kesempatan hanya terjadi sekali saja.
Perjalanan Soeharto maupun Prabowo menuju kekuasaan, bisa diibaratkan sebagai bunga teratai, bunga yang biasa mekar dan tumbuh di tengah air yang keruh. Metafora bunga teratai sepertinya paling pas untuk menggambarkan bagaimana cara keduanya meraih kekuasaan. Benar, Soeharto dan Prabowo dicitrakan berpendar dalam kekuasaan, meskipun proses pencapaiannya melalui jalan yang keruh, kalau tidak boleh disebut (sedikit) kasar.
Misteri Di Balik Supersemar
Supersemar mengubah wajah Indonesia dalam sekejap. Tidak banyak yang diketahui tentang surat sakti yang membuka jalan kekuasaan Suharto itu. Sang diktatur sendiri memilih membawa rahasianya itu hingga ke alam baka
Foto: Public Domain
Sejarah di Surat Palsu
Saat ini arsip negara menyimpan tiga versi Surat Perintah Sebelas Maret. Salah satunya berasal dari Sekretariat Negara, yang lain dari Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat dan terakhir cuma berupa salinan tanpa kop surat kenegaraan. Ketiga surat tersebut dinyatakan palsu oleh sejarahawan. Hingga kini tidak jelas di mana keberadaan salinan asli Supersemar.
Foto: Public Domain
Tiga Diutus Suharto
Misteri juga menggelayuti penandatanganan Supersemar. Awalnya Sukarno dilarikan ke Bogor setelah sidang kabinet 11 Maret 1966 di Jakarta dikepung oleh "pasukan liar" yang kemudian diketahui adalah pasukan Kostrad. Di Bogor Sukarno disantroni tiga jendral utusan Suharto. Sejarah lalu mencatat buram apa yang terjadi di Istana. Yang jelas pulang ke Jakarta ketiga jendral telah mengantongi Supersemar
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Sebuah Pistol dan Amuk Massa
Tidak jelas bagaimana Sukarno mau menandatangani surat yang praktis melucuti kekuasaannya itu. Kesaksian pengawal presiden, Sukardjo Wilardjito, menyebut Sukarno ditodong pistol oleh seorang jendral utusan Suharto. Catatan lain menyebut Sukarno terpaksa membubuhkan tandatangannya karena saat itu istana Bogor telah dikepung tank-tank TNI dan ribuan massa yang berunjuk rasa.
Foto: picture-alliance/dpa
Serah Kuasa Jendral Bintang Lima
Supersemar diyakini tidak menyebut secara eksplisit penyerahan kekuasaan kepada Suharto seperti yang dipropagandakan oleh TNI. Dalam pidato Sukarno pada 17 Agustus 1966 ia mengecam pihak yang telah menghianati perintahnya. "Jangan jegal perintah saya. Jangan saya dikentuti!" pekiknya saat itu. Sukarno kembali menekankan Supersemar bukan "transfer of authority, melainkan sekedar surat perintah"
Foto: picture-alliance/dpa
Surat Istana Berkop Militer
Sejumlah orang mengaku mengetik Supersemar, antara lain Letkol (Purn) Ali Ebram, seorang perwira Cakrabirawa. Menurutnya ia mengetik naskah Supersemar dengan didampingi langsung oleh Sukarno. Namun sejahrawan Irlandia, Benedict Anderson mencatat kesaksian perwira lain bahwa Supersemar ditulis di atas kertas berkop Markas Besar Angkatan Darat. Artinya naskah Supersemar tidak disusun oleh Sukarno
Foto: Bartlomiej Zyczynski/Fotolia.com
Gerak Cepat Suharto
Hanya 24 jam setelah terbitnya surat sakti itu Suharto membubarkan PKI, menangkapi anggota kabinet dan orang-orang tedekat Sukarno. Menurut adik Suharto, Probosutedjo, surat itu tidak secara eksplisit memerintahkan pembubaran PKI. Sebab itu pula Sukarno menerbitkan surat perintah 13 Maret buat menganulir Supersemar. Serupa Supersemar, naskah asli surat perintah itu hingga kini lenyap tanpa bekas
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Terbenamnya Sang Putra Fajar
Setelah kekuasaannya dilucuti, Sukarno diasingkan dari kancah politik di Jakarta. Ia dilarang membaca koran atau mendengar radio. Kunjungan keluarga dan layanan kesehatan dibatasi. Sementara itu Suharto mulai membangun kekuasaan dengan membentuk kabinet dan membujuk parlemen untuk mengesahkan Supersemar dalam TAP MPRS No. IX/MPRS/1966.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/A. Priyono
Membisu Hingga ke Alam Baka
Supersemar pada akhirnya digunakan oleh Suharto untuk melahirkan rejim orde baru. Hingga kematiannya sang diktatur tidak berniat membuka tabir sejarah gelap tersebut, begitu pula dengan orang-orang terdekatnya. Berbagai upaya yang dilakukan Arsip Nasional untuk menemukan naskah asli Supersemar terbentur sikap diam pejabat orba. Saat ini semua saksi kunci Supersemar telah meninggal dunia.
Foto: Public Domain
8 foto1 | 8
Kita lihat saja Soeharto, ketika mengirim tiga orang jenderal, yakni M Yusuf, Basuki Rahmat, dan Amir Mahmud, untuk menekan Bung Karno, agar segera mengeluarkan surat keputusan peralihan kekuasaan, yang di kemudian hari dikenal sebagai Supersemar, merujuk pada tanggal dikeluarkannya surat yang ditunggu-tunggu Soeharto tersebut, yakni 11 Maret (1966), di Istana Bogor. Setelah lebih dari setengah abad, kita baru paham, ini semua adalah akal-akalan Soeharto, yang sengaja mengutus tiga perwira tinggi, yang sebelumnya dikenal sangat setia pada Bung Karno. Jadi sebetulnya Bung Karno terkecoh dengan kehadiran tiga perwira tinggi tersebut, yang kini sudah "balik badan” dan sudah terafiliasi pada Soeharto, tanpa pernah disadari Bung Karno.
Demikian juga dengan proses kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, yang jejak gelapnya masih terasa sampai hari ini, saat tulisan ini disiapkan. Jalan "keruh” Prabowo-Gibran sudah dimulai sejak proses pencalonan Gibran sebagai cawapres, hingga dukungan penuh Presiden Joko Widodo, agar pasangan ini bisa menang. Harapan Presiden Jokowi, yang kebetulan adalah ayah Gibran, kini sudah tercapai. Dengan segala karut-marut dan kekacauan yang ada, kini pasangan Prabowo-Gibran tinggal menunggu hari pelantikannya.
Mungkin hanya kebetulan belaka, bila kejayaan Soeharto dan Prabowo-Gibran bersumber dari lokasi yang sama, yakni Istana Bogor. Sudah umum diketahui, di Istana Bogor, termasuk Kebun Raya Bogor, bertebaran bunga teratai, dan tentu saja semuanya tumbuh di air keruh, meskipun tumbuh dalam area Istana Bogor, karena air keruh itulah habitat bunga teratai. Apakah mungkin Presiden Jokowi memang terinspirasi bunga teratai yang bertebaran di Istana Bogor, yang menjadi abstraksi dalam menyusun skenario kekuasaan bagi Gibran, mengingat sehari-hari Jokowi memang tinggal di komplek Istana Bogor?
Bisa jadi ini hanya soal persepsi, yang sama-sama berbasis pada metafora bunga teratai. Di satu pihak ada yang menganggap Gibran menyusuri jalan yang keruh agar sampai di Istana Merdeka, sementara dalam pandangan Jokowi, apa yang terjadi selama ini (terkait Gibran), meminjam istilah kekinian, hanya sekadar "bocor alus”.
Berdasar narasi terakhir ini, pada gilirannya akan muncul pertanyaan: apakah rezim Prabowo-Gibran nanti akan menjadi jembatan (gerbong) kembalinya sistem Orde Baru? Pertanyaan sekaligus kekhawatiran ini masih harus dibuktikan pascapelantikan nanti, setidaknya pada 100 hari pertama pasangan ini memerintah. Seandainya kekhawatiran (kembalinya Orde Baru) benar-benar terjadi, kita sebagai sebagai rakyat jelata hanya bisa menerima kenyataan dengan lapang dada.
Langkah paling mungkin yang bisa dilakukan rakyat jelata dalam menyambut pemerintahan baru kelak, adalah dengan membiasakan diri memandangi foto resmi (setengah badan) Prabowo dan Gibran, yang akan terpampang di dinding kantor instansi pemerintah. Pada titik ini kita bisa mengingat kembali nilai kejawen yang biasa disampaikan Soeharto saat masih berkuasa dulu: ojo kagetan, ojo gumunan (jangan mudah terkejut dan terkagum-kagum).
Iklan
Beasiswa Supersemar
Paralelisme sejarah berikutnya adalah beasiswa Supersemar dan program makan siang gratis. Kedua program tersebut memiliki kemiripan, yaitu sama-sama menyelamatkan anak bangsa dari keterpurukan, dalam hal pendidikan tinggi dan kecukupan nutrisi. Apa yang terjadi sekarang adalah kemunduran, ketika banyak orang tua atau mahasiswa tidak sanggup membayar biaya kuliah, sementara empat dasawarsa yang lalu Pak Harto sudah meluncurkan beasiswa Supersemar, yang sangat membantu mahasiswa dari keluarga tidak mampu untuk terus melanjutkan kuliah, sampai lulus, setidaknya S-1.
Sebuah harian nasional baru-baru ini sempat menyiarkan laporan khusus, bagaimana mahasiswa-mahasiswa sampai terpaksa berutang pada pinjaman daring (pinjol) untuk membayar kuliah, yang ujung-ujungnya diteror perusaahaan jasa peminjaman, karena mahasiswa tidak sanggup mengangsur, mengingat pinjaman online alias pinjol berbunga tinggi. Ini sebuah kenyataan pahit, di tengah berlangsungnya periode bonus demografi, sebuah periode yang diharapkan akan muncul generasi muda yang kompeten dan produktif. Tanpa pendidikan yang memadai dan asupan nutrisi yang cukup, bonus demografi akan berlalu begitu saja.
Ranking Pendidikan Negara-negara ASEAN
Kualitas pendidikan Indonesia tertinggal bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara yang lebih miskin. Tapi bagaimana sistem pendidikan kita ketimbang jiran lain di ASEAN?
Foto: picture alliance/AA/A. Rudianto
1. Singapura
Dengan skor 0,768, Singapura tidak hanya memiliki salah satu sistem pendidikan berkualitas terbaik di ASEAN, tapi juga dunia. Saat ini negeri kepulauan tersebut menempati posisi sembilan dalam Indeks Pendidikan UNESCO. Tahun 2013 silam tercatat hanya 1,3% murid sekolah yang gagal menuntaskan pendidikan.
Foto: picture-alliance/dpa
2. Brunei Darussalam
Dengan nilai Indeks Pendidikan alias EDI sebesar 0,692, Brunei Darussalam menempati posisi 30 di dunia dan nomer dua di Asia Tenggara. Tidak mengherankan, pasalnya pemerintah Brunei menanggung semua biaya pendidikan, termasuk ongkos penginapan, makanan, buku dan transportasi.
Foto: REUTERS/Ahim Rani
3. Malaysia
Dengan tingkat literasi penduduk dewasa yang mencapai 94%, tidak heran jika Malaysia mampu membukukan skor 0,671 di Indeks Pendidikan UNDP. Negeri jiran itu menempati posisi 62 dalam daftar pendidikan terbaik di dunia dan ketiga di ASEAN.
Foto: Roslan Rahman/AFP/Getty Images
4. Thailand
Thailand adalah salah satu negara ASEAN yang memiliki anggaran pendidikan tertinggi, yakni 7,6% dari Produk Domestik Brutto. Saat ini negeri gajah putih itu menempati posisi 89 di dunia dengan skor EDI sebesar 0.608.
Foto: Taylor Weidman/Getty Images
5. Indonesia
Saat ini Indonesia berada di posisi 108 di dunia dengan skor 0,603. Secara umum kualitas pendidikan di tanah air berada di bawah Palestina, Samoa dan Mongolia. Hanya sebanyak 44% penduduk menuntaskan pendidikan menengah. Sementara 11% murid gagal menuntaskan pendidikan alias keluar dari sekolah.
Foto: picture alliance/AA/A. Rudianto
6. Filipina
Tingkat kegagalan murid menuntaskan sekolah di FIlipina termasuk yang tertinggi di dunia, yakni 24,2%. Tidak heran jika Filipina saat ini menempati posisi 117 di dunia dengan skor 0,610. Namun begitu sebanyak 64% penduduk setidaknya menuntaskan pendidikan menengah.
Foto: picture-alliance/dpa/D. M. Sabagan
7. Vietnam
Vietnam yang berada di posisi 121 memiliki kualitas pendidikan yang lebih rendah ketimbang Irak dan Suriah. Saat ini Vietnam mencatat skor EDI 0,513 dan tingkat literasi penduduk dewasa sebesar 93,5%.
Foto: Hoang Dinh Nam/AFP/Getty Images
8. Kamboja
Meski banyak mencatat perbaikan dalam satu dekade terakhir, Kamboja tetap bertengger di peringkat 136 di dunia dengan skor 0,495. Wajah pendidikan negeri jrian itu termasuk yang paling muram, dengan tingkat kegagalan murid sebesar 35,8% dan hanya 15,5% penduduk yang mengenyam pendidikan tingkat menengah.
Foto: picture alliance/Robert Harding World Imagery
9. Laos
Tingkat literasi penduduk dewasa di Laos tergolong yang paling rendah, yakni 72,7%. Setidaknya 40% penduduk belum pernah mengecap pendidikan formal dan 139.
Foto: DW/E. Felden
10. Myanmar
Berpuluh tahun terkekang dalam cengkraman kekuasaan junta Militer, Myanmar sedang membangun kembali pendidikannya yang tertinggal. Saat ini Myanmar berada di urutan 150 di dunia dengan skor EDI 0.371. Tercatat hanya 19% penduduk Myanmar yang pernah mengecap pendidikan tingkat menengah.
Foto: DW/S. Hofmann
10 foto1 | 10
Program makan siang gratis sebenarnya adalah kelanjutan dari pembawaan Prabowo sejak masih aktif di pasukan dulu, yang dikenal royal kepada anak buah. Menjadi sebuah epik tersendiri, ketika Prabowo diangkat sebagai Komandan Yonif 328 Kostrad di akhir tahun 1980-an, dia rela mengeluarkan dana pribadi untuk keperluan pasukan, agar performa satuan ini tidak kalah dengan Kopassus dalam operasi tempur.
Secara singkat bisa dikatakan, Prabowo memiliki kecenderungan filantropi sejak lama. Pembawaaan kedermawanan Prabowo, kemudian bertemu dengan aspirasi Gibran (selaku pecinta sepak bola), yang terinspirasi oleh Marcus Rashford (bintang klub Manchester United), yang pernah mendonasikan sebagian penghasilannya untuk program makan siang gratis di Inggris, ketika pandemi beberapa tahun lalu.
Untuk menghidari kekacauan pengelolaan, mengingat program ini melibatkan dana jumbo, untuk masa-masa awal, setidaknya pada setahun pertama, ada baiknya dipercayakan kepada satuan logistik TNI AD, yakni personel kecabangan perbekalan dan angkutan (CBA), yang memiliki kompetensi suplai ransum pasukan skala besar. Anggap saja ini sebagai simulasi, sebelum diberikan secara penuh kepada pemda masing-masing, beserta jasa katering yang ditunjuk. Bila tanpa simulasi, dan langsung diberikan kepada pemda setempat, dikhawatirkan akan terjadi kekacauan pengelolaan dana, dan munculnya usaha katering dadakan, relasi dari walikota atau bupati.
Prabowo sebagai mantan komandan pasukan, tentu paham dengan kompetensi satuan logistik TNI. Idealnya Prabowo sendiri yang menjadi penyelia program makan siang gratis ini, selain karena menyangkut dana (besar), juga bagian dari penyiapan generasi berkualitas menjelang Tahun Emas 2045. Kelak Prabowo akan dikenang sebagai presiden yang sangat memperhatikan pendidikan dan nutrisi generasi baru, selaras dengan bonus demografi yang tengah berlangsung.
Aris Santoso, sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD. Kini bekerja sebagai editor buku paruh waktu.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
*Luangkan menulis pendapat Anda atas opini di atas di kolom komentar di media sosial Terima kasih.