Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) melanggar konstitusi. MUI tahun 2014 sudah mengeluarkan fatwa, bahwa aktivitas LGBT merupakan bentuk kejahatan.
Iklan
"Pendapat ini didasarkan pada aktivitas LGBT yang diharamkan Islam,"kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin pada konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta Pusat, hari Rabu (17/02).
"Aktivitas seksual LGBT juga dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya bagi kesehatan dan sumber penyakit menular seperti HIV/AIDS," kata Ma'ruf selanjutnya.
MUI sendiri telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan. Dalam fatwa ini, LGBT diharamkan karena disebut merupakan "suatu bentuk kejahatan".
Dua hari sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menerangkandi Jakarta, Senin (15/2), perilaku seksual yang menyimpang seperti LGBT adalah merupakan urusan pribadi masing-masing orang, namun hal itu tidak perlu diutarakan kepada publik, apalagi mengajak orang lain untuk ikut mendukung berbagai kegiatan terkait kelompok LGBT.
Inilah Negara Islam yang Legalkan Gay dan Lesbian
Kendati legal, kaum gay dan lesbian di negara-negara ini tidak serta merta bebas dari diskriminasi. Tapi inilah negara-negara Islam yang mengakui hak-hak kaum gay dan lesbian.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Turki
Sejak kekhalifahan Utsmaniyah melegalkan hubungan sesama jenis tahun 1858, Turki hingga kini masih mengakui hak kaum gay, lesbian atau bahkan transgender. Namun begitu praktik diskriminasi oleh masyarakat dan pemerintah masih marak terjadi lantaran minimnya perlindungan oleh konstitusi. Namun begitu partai-partai politik Turki secara umum sepakat melindungi hak kaum LGBT dari diskriminasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. O. Sandal
2. Mali
Mali termasuk segelintir negara Afrika yang melegalkan LGBT. Pasalnya konstitusi negeri di barat Afrika ini tidak secara eksplisit melarang aktivitas homoseksual, melainkan "aktivitas seks di depan umum". Namun begitu hampir 90% penduduk setempat meyakini gay dan lesbian adalah gaya hidup yang harus diperangi. Sebab itu banyak praktik diskriminasi yang dialami kaum LGBT di Mali.
Foto: Getty Images/AFP/J. Saget
3. Yordania
Konstitusi Yordania tergolong yang paling maju dalam mengakomodir hak-hak LGBT. Sejak hubungan sesama jenis dilegalkan tahun 1951, pemerintah juga telah menelurkan undang-undang yang melarang pembunuhan demi kehormatan terhadap kaum gay, lesbian atau transgender. Pemerintah misalnya mentolelir munculnya cafe dan tempat hiburan di Amman yang dikelola oleh kaum LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Rudianto
5. Albania
Kendati bermayoritaskan muslim, Albania dianggap sebagai pionir di tenggara Eropa dalam mengakui hak-hak kaum LGBT. Negeri miskin di Balkan ini juga telah memiliki sederet undang-undang yang melindungi gay dan lesbian dari praktik diskriminasi.
Foto: SWR/DW
6. Bahrain
Negara pulau di tepi Teluk Persia ini telah melegalkan hubungan sesama jenis sejak tahun 1976. Namun begitu Bahrain tetap melarang lintas busana di ruang-ruang publik. Terutama sejak 2008 pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran aturan berbusana. Bahrain juga berulangkali dilaporkan mendakwa warga asing yang menawarkan layanan seksual sesama jenis di wilayahnya.
Foto: Getty Images
7. Palestina (Tepi Barat)
Resminya praktik hubungan sesama jenis masih dilarang di Jalur Gaza. Tapi tidak demikian halnya dengan Tepi Barat Yordan sejak dilegalkan tahun 1951. Ironisnya aturan yang melarang LGBT di Jalur Gaza tidak berasal dari pemerintahan Hamas, melainkan dari Inggris sejak zaman penjajahan.
Foto: Shadi Hatem
7 foto1 | 7
Kelompok Human Rights Working Group (HRWG) menilai, selama ini komunitas LGBT di Indonesia masih menjadi pihak yang kerap mengalami diskriminasi di masyarakat. Program Manager HRWG Daniel Awigra menerangkan, Kementerian Kesehatan sebenarnya punya otoritas untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang fenomena LGBT dari perspektif kesehatan, bahwa LGBT bukan penyakit menyimpang.
"WHO sendiri sudah mengatakan bahwa itu bukan penyakit," kata Daniel Awigra di Kantor LBH Jakarta, sebagaimana diberitakan Kompas.com.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, komunitas LGBT mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan. Karena itu, dia tidak setuju jika kelompok LGBT menjadi korban kekerasan di lingkungannya.
Majelis Ulama Islam menyatakan mendukung penolakan dana asing untuk program-program LGBT dan menyerukan larangan mempromosikan dan mendanai kegiatan LGBT di Indonesia.