Mundurnya Blatter: Sebuah Hari Baik Bagi Sepak Bola
Joscha Weber3 Juni 2015
Perubahan sikap Blatter secara tiba-tiba memicu banyak pertanyaan. Tapi yang terpenting, setelah ia mundur FIFA kini punya peluang untuk melakukan reformasi menyeluruh. Perspektif Joscha Weber.
Iklan
Duduk, bungkam dan hanya tertawa. Begitulah selama ini ketua FIFA Joseph S. Blatter menyikapi krisis. Sekali waktu ia bahkan bertanya retorik: Krisis apa? Sebuah sikap yang lebih banyak tidak peduli ketimbang retorik, melihat banyaknya krisis kepercayaan dalam federasi sepak bola dunia itu. Kasarnya, kita bisa mengatakan, Blatter tidak peduli pada kritik. Hingga Selasa 2 Juni.
Tokoh yang selama 40 tahun mempengaruhi FIFA dari segala aspek, menyatakan mundur. Kita sekarang bisa bernafas lega. Ini sebuah hari baik bagi sepakbola. Ada tiga alasan untuk merasa optimis.
Pertama, karena Blatter bertanggung jawab atas budaya kotor yang nyaris menjadi sistem korupsi yang mengakar di dalam tubuh perhimpunan sepak bola dunia itu. Memang sejauh ini, belum ada bukti bahwa dia terlibat skandal penyogokan. Tapi kejaksaan menduga ia tahu kasus penyuapan senilai 142 juta Swiss Franc dan membiarkannya.
Blatter tidak melakukan tindakan memerangi korupsi dalam organisasi yang dia pimpin. Sejauh ini puluhan pejabat tinggi FIFA yang terkenal sebagai orang-orang kepercayaan sudah ditahan terkait dugaan korupsi. Sikap membiarkan dari Blatter bisa ditafsir sebagai mendukung dan komplotan para koruptor.
Yang kedua, minimal FIFA bisa meraih kembali sedikit kepercayaan. Juga ada harapan, ini akan jadi akhir dari politik "lip service" FIFA. Banyak dibicarakan tentang transparansi, tapi semua masalah tetap berada dalam kegelapan. Contoh paling gampang, berapa gaji Blatter tidak ada yang tahu dan ibaratnya ini adalah rahasia negara yang dijaga ketat. Bagaimana dengan skandal amplop berisi uang yang dibagikan saat pemilihan 1998 yang mengangkat Blatter ke kursi presiden FIFA? Atau bagaimana tanggung jawab skandak korupsi terbaru?
Skandal FIFA di Era Blatter
Joseph Blatter jadi pemimpin Federasi Sepak Bola Internasional FIFA sejak 17 tahun terakhir. Penangkapan tujuh fungsionernya hanya satu dari banyak skandal FIFA sejak dipimpin Blatter. Lihat Skandal lainnya di sini!
Foto: Getty Images
1997: Havelange Presiden, Blatter Sekjen
Sebelum masa pimpinannya dimulai, Blatter sudah terlibat skandal yang diawali oleh pendahulunya, Joao Havelange dan mantan menantunya Ricardo Teixeira. Dua pria itu mengantungi jutaan Dolar sogokan dari pemasaran Piala Dunia. Blatter yang waktu itu jadi sekjen lolos dari tuntutan, walaupun kirim kembali 1,5 juta Swiss Franc ke Havelange dan jelas tahu masalah sogokan. Foto: Joao Havelange.
Foto: picture-alliance/dpa
1998:Blatter Jadi Presiden FIFA
Tahun 1998 menjelang Piala Dunia di Perancis, Blatter terpilih jadi presiden FIFA, dan mengalahkan saingannya, ketua UEFA Lennart Johansson. Sampai sekarang, tuduhan bahwa tiap anggota delegasi Afrika dapat sogokan 50.000 Dolar masih terdengar. Namun Blatter selalu menampik tuduhan. Foto: Timnas Perancis, juara Piala Dunia 1998.
Foto: AP
2006: "Komisi" bagi Wapres Jack Warner
Wapres FIFA Jack Warner ambil alih pemasaran tiket Piala Dunia di negara asalnya Trinidad dan Tobago. Bisnis keluarganya mengantungi komisi 900.000 Dolar. Tapi penyelidik FIFA hanya temukan bukti yang beratkan putra Warner. Ketika itu Warner anggota komite eksekutif FIFA. Ia lolos dan hanya dapat peringatan. Foto: Jack Warner
Foto: Getty Images/AFP/L. Acosta
2010: Keputusan Piala Dunia 2018 dan 2022
Keputusan Piala Dunia 2018 di Rusia dan 2022 di Qatar jadi kepala berita. Sebelum pengumuman, dua anggota komisi eksekutif diberhentikan karena korupsi. FIFA juga selidiki tuduhan terhadap Rusia dan Qatar. Kecurigaan masih ada hingga kini, walaupun penyidik tidak temukan bukti. Foto: Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani (kiri), Wakil PM Rusia Igor Shuvalov pegang Piala Dunia (02/12/2010).
Foto: AFP/Getty Images/F. Coffrini
2011: Mohammad bin Hammam Saingi Blatter
Mohammad bin Hammam dari Qatar maju saingi Blatter untuk jadi presiden FIFA. Menjelang pemilihan, Hammam dihadapkan dengan tuduhan korupsi dari Karibia. 35 suara dari Konfederasi Asosiasi Sepak Bola Amerika Utara, Tengah dan Karibia (CONCACAF) pengaruhnya besar. Blatter janji berikan sumbangan $1 juta bagi asosiai itu. Bin Hammam berusaha berikan $40,000. Rencananya terungkap. Foto: Hammam.
Foto: Saeed Khan/AFP/Getty Images
2014: Skandal Tiket Piala Dunia
Tahun 2014, sejumlah laporan dari Brazil mengungkap penyebaran ilegal tiket pertandingan turnamen Piala Dunia yang jadi wewenang presiden perhimpunan Sepak Bola Argentina, Julio Grondona. Sejak 2011 berlangsung penyidikan terhadap Grondona yang dituduh korupsi, tetapi vonis tidak pernah dijatuhkan. Grondona meninggal 30 Juli 2014. Foto: Julio Grondona.
Foto: Juan Mabromata/AFP/Getty Images
6 foto1 | 6
Yang ketiga, kini awal baru FIFA sudah terbuka. FIFA bisa mereformasi diri, mendepak semua aturan main lama dan memecat semua fungsioner yang korup. Juga Eropa yang dalam pemilihan ketua terlihat tak berwibawa serta memalukan, kini bisa menghimpun barisan. UEFA harus mengambil alih tanggung jawab, dan menunjukkan bagaimana tampilan FIFA zang lebih baik. FIFA harus jadi perusahaan yang berorientasi laba, bukan lagi sebuah lembaga nirlaba kecil di bawah hukum Swiss.
Harus diakui, semua ini harapan muluk. Apakah lengsernya Blatter dalam realitanya akan jadi sebuah awal baru dan revolusi dalam FIFA, masih harus ditunggu buktinya. Tapi peluangnya sudah terbuka. Masalahnya, diperlukan tokoh yang mampu memanfaatkan momentum ini.