1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mungkinkah Mengasuransikan Risiko Bencana Iklim?

Insa Wrede
4 Juli 2024

Krisis iklim dan bencana cuaca ekstrem menambah kerugian yang kian membebani industri asuransi. Sejumlah wilayah kini sudah tidak lagi ditanggung karena rawan bencana. Bagaimana industri asuransi merespons krisis iklim?

Banjir bandang di Jerman
Kerusakan akibat banjir bandang di Wieslauf, JermanFoto: Marijan Murat/dpa/picture alliance

Maraknya bencana cuaca ekstrem akibat krisis iklim menempatkan industri asuransi dalam posisi pelik. "Pada dasarnya, seseorang harus membayar kerusakan akibat bencana," kata Ernst Rauch, pakar iklim di perusahaan reasuransi Munich Re. Entah itu perusahaan asuransi, negara atau pihak yang mengalami kerugian.

Tidak heran jika peran perusahaan reasuransi menjadi semakin penting di tengah pemanasan global, karena menanggung dan mengelola risiko bagi perusahaan asuransi. Munich Re, salah satu perusahaan reasuransi terbesar di dunia, sebabnya rajin meneliti risiko masa depan sebagai tolak ukur kebijakan.

Pasalnya, belakangan semakin banyak perusahaan asuransi yang berhenti menawarkan polis untuk bidang tertentu, atau menaikkan biaya premi karena besarnya risiko yang harus ditanggung.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Di Kalifornia, Amerika Serikat, salah satu perusahaan asuransi terbesar, State Farm, tidak lagi menjamin risiko properti, antara lain, akibat maraknya kebakaran hutan.

Jika kerugian industri asuransi di Kalifornia mencapai satu hingga tiga miliar dolar per tahun dalam beberapa dekade terakhir, jumlahnya kini diperediksi berkisar di atas sepuluh miliar dolar. Menurut Rauch, lonjakan tersebut bersifat signifikan.

Bencana iklim lambungkan kerugian

Bencana akibat cuaca ekstrem seperti banjir, badai, kekeringan dan kebakaran hutan, belakangan mewabah di penjuru dunia, termasuk di belahan Bumi utara.

"Jumlah kerugian yang diasuransikan akibat bencana alam di seluruh dunia kini berjumlah sekitar USD100 miliar per tahun,” kata pakar iklim Ernst Rauch. "Antara 80 hingga 90 persen kerusakan ini disebabkan oleh cuaca ekstrem." 

Rekayasa Kebumian Mitigasi Bencana Masa Depan

03:59

This browser does not support the video element.

Meningkatnya kerugian materi tidak cuma disebabkan bertambahnya jumlah cuaca esktrem, melainkan juga didorong faktor sosial ekonomi. Menurut Rauch, meningkatnya kemakmuran dan pertambahan jumlah penduduk mendorong ekspansi pembangunan di wilayah-wilayah rawan, seperti pesisir pantai atau di bantaran sungai. 

Asuransi tidak menanggung atau mencatat semua kerugian yang tercipta akibat bencana cuaca ekstrem. Di seluruh dunia, tidak lebih dari separuh jenis bencana iklim yang sudah diasuransikan, kata Rauch. Di Jerman, misalnya, bencana kekeringan dan banjir tahun 2021 mencatatkan kerugian sebesar 80 miliar euro, kata Kementerian Lingkungan Hidup. 

Selain kerusakan bangunan dan gagal panen, asuransi juga menghitung kerugian tidak langsung seperti anjloknya produktivitas kerja akibat bencana.

Dalam jangka panjang, pemerintah Jerman memperkirakan kerugian ekonomi akibat perubahan iklim secara keseluruhan akan meningkat drastis. Bergantung pada intensitas krisis iklim, jumlah uang yang akan menguap dari perekonomian nasional akan mencapai antara 280 dan 900 miliar euro pada tahun 2050.

Kalkulasi tersebut belum memperhitungkan dampak mortalitas, penurunan kualitas hidup, punahnya spesies hewan dan tumbuhan, atau punahnya siklus hidrologi alami.

Mitigasi mencegah kebangkrutan

Dalam membatasi pemanasan global, pencegahan kerugian merupakan faktor kunci dalam pembiayaan iklim. Peran pemerintah bersifat krusial ketika perusahaan asuransi tidak lagi mampu menanggung risiko kerugian di wilayah rawan bencana.

Pembangunan infrastruktur mitigasi seperti tanggul, misalnya, bisa membantu mengurangi risiko kerusakan akibat banjir. Selain itu, penduduk juga selayaknya berinisiatif mengamankan barang-barang berharga, atau menuntut insentif untuk memperkuat perlindungan banjir.

Di Jerman, bencana banjir di sungai-sungai besar antara 2002 dan 2013 mendorong pemerintah lokal berinvestasi besar pada infrastruktur perlindungan banjir, kata Rauch. Langkah serupa harus diambil di wilayah pesisir lain di dunia. 

Mali Adaptasi Kearifan Lokal Hadapi Bencana Iklim

06:42

This browser does not support the video element.

Pun asosiasi perusahaan asuransi Jerman menuntut "prioritas tertinggi bagi perencanaan, konstruksi dan renovasi yang mempertimbangkan bencana iklim." Wilayah rawan seperti daerah tampungan air atau bantaran sungai juga diminta agar dibebaskan dari bangunan dan dipulihkan.

Namun yang terpenting adalah kecepatan bertindak, kata Presiden Asosiasi Asuransi Jerman, GDV, Jörg Asmussen, setahun silam. "Jika kita tidak secara konsisten menerapkan pencegahan dan adaptasi terhadap dampak iklim, kami memperkirakan bahwa premi asuransi bangunan tempat tinggal di Jerman akan meningkat dua kali lipat dalam sepuluh tahun ke depan sebagai akibat dari kerusakan iklim saja,” ujarnya.

Eropa juga dinilai terlalu lambat dalam mengambil langkah pencegahan, demikian kritik Badan Lingkungan Eropa, EEA, dalam laporan pertamanya mengenai risiko iklim.

Direktur Eksekutif EEA Leena Ylä-Mononen menuntut negara-negara Eropa agar bertindak cepat, karena cuma dengan cara itu risiko iklim dapat dikurangi baik melalui pengurangan emisi secara cepat maupun melalui strategi dan tindakan adaptasi yang tepat sasaran.

(rzn/hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait