Murid Sekolah Malaysia Galang Diskursus Kekerasan Perempuan
1 Mei 2021
Lelucon perkosaan yang dibuat seorang guru memicu perdebatan di Malaysia soal isu yang selama ini tabu: pendidikan seks dan kekerasan seksual. Uniknya, diskursus soal hak perempuan digalang murid sekolah.
Iklan
Ketika Ain Husniza Saiful Nizam pulang dari sekolah pekan lalu, dia tidak menyangka video yang baru diunggahnya di TikTok akan ramai diperbincangkan. Di dalamnya, Ain merekam seorang guru pria yang hari itu membuat lelucon tentang pemerkosaan di depan kelas.
"Ada banyak murid yang maju dan menceritakan pengalaman mereka sebagai korban kepada saya," kata Ain kepada Reuters. "Tapi banyak yang memilih mendiamkan pengalaman para murid. Dan buat saya, hal ini sangat, sangat menyedihkan."
Remaja perempuan 17 tahun itu sudah sejak lama giat menyuarakan isu-isu sosial di lingkungannya. Tapi baru kali ini dia mendapatkan reaksi "yang luar biasa." Videonya di TikTok saat ini sudah ditonton lebih dari 1,4 juta kali.
Ain membuat tagar #MakeSchoolASaferPlace untuk menyalurkan perdebatan di media sosial. Dia berharap murid-murid sekolah lain akan lebih berani mengisahkan pengalaman mereka di sekolah, termasuk isu rasisme.
"Gerakan kami fokus membuat sekolah menjadi lingkungan yang aman bagi semua murid, terlepas dari gender, perempuan atau laki-laki," kata dia.
Lantang di media sosial
Saat tagar yang dicetuskan Ain mulai ramai digunakan, kritik dan kecaman mulai berdatangan. Sejumlah murid dan guru menuduhnya hanya ingin merusak citra sekolah. Seorang murid lain mengancam akan memerkosanya. Dia juga mendapat komentar cabul terkait penampilannya di media sosial.
Iklan
Orang tua Ain yang awalnya sempat kebingungan oleh reaksi negatif terhadap aktivisme putrinya memilih mengadu ke polisi.
"Jika kita bertingkah normal, atau mendiamkan ucapan seperti itu sebagai sekadar sebuah ‘lelucon', anak perempuan saya mungkin harus mengalaminya juga dengan guru yang sama," kata ibu Ain, Norshaniza Sharifudin.
Perempuan-perempuan Yang Berani Membuat Perubahan: #BeBoldForChange
Lihat, bagaimana perempuan unjuk gigi di pekerjaan yang masih sering saja di’cap‘ sebagai "pekerjaan laki-laki". Simak apa yang mereka katakan.
Foto: Reuters/A. Cohen
"Machoisme masih berlanjut"
Hari Perempuan 2017 mengajak semua pihak untuk berani membuat perubahan dan mendorong kesetaraan di tempat kerja. Yolaina Talavera dari Managua, Nikaragua bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran. “Awalnya orang berpikir bahwa saya tidak akan bertahan lama kerja seperti ini, pelatihannya keras. Namun, saya menunjukkan bahwa saya mampu melakukan tugas yang sama dengan pria,“ ujarnya.
Foto: Reuters/O. Rivas
"Percayalah pada kemampuan Anda"
Khawla Sheikh adalah tukang ledeng di Amman, Yordania. Di ruang bawah tanahnya, ia mengajar para perempuan mereparasi pipa."Ibu rumah tangga lebih nyaman dengan tukang ledeng perempuan di rumah mereka, jika tak ada suami," kata Sheikh. "Untuk mengatasi ketidaksetaraan gender, semua sektor harus memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan di segala bidang."
Foto: Reuters/M. Hamed
"Jika ibu membesarkan anak laki-laki"
Berpose di perahu di barat Perancis, petani tiram Valerie Perron mengatakan keseteraaan gender harus ditanamkan sejak dini. "Kita harus mengajarkan anak laki-laki sedari kecil, bahwa mereka setara dengan perempuan. Mentalitas kuno harus diubah. Zaman sekarang, anak laki-laki boleh bermain dengan boneka dan gadis kecil juga boleh main mobil-mobilan."
Foto: Reuters/R. Duvignau
"Saya lebih baik dari laki-laki!"
Filipina Ocol, operator ekskavator atau mesin pengeruk tinggal di Tubay, Filipina selatan. Ibu tiga anak ini percaya diri atas kemampuannya: "Ada pekerja perempuan yang kemudikan truk besar dan ekskavator. Jika pria bisa melakukannya, mengapa perempuan tidak? Saya bahkan bisa melakukannya lebih baik daripada laki-laki. Mereka cuma bisa mengendarai salah satunya, saya bisa keduanya.”
Foto: Reuters/E. De Castro
"Ketidaksetaraan jender terjadi"
Deng Qiyan adalah dekorator bangunan di Beijing, Cina. Dia berbagi pengalaman: "Terkadang ketidaksetaraan jender terjadi, tapi kita tidak bisa melakukan apa-apa tentang itu. Setelah semua terjadi, Anda harus mencerna semua hal emnyedihkan itu dan melanjutkan hidup," ujar ibu tiga anak ini.
Foto: Reuters/J. Lee
"Ketimpangan dimulai sejak dalam pikiran"
Di Istanbul, Turki, Serpil Cigdem bekerja sebagai sopir kereta. Dia berkisah: "Ketika saya melamar pekerjaan ini 23 tahun yang lalu, saya diberitahu bahwa itu adalah profesi untuk pria. Ada dalam ujian tulis, hasil ujian saya setara dengan pria, maka calon yang pria yang dipilih. Itu sebabnya saya kerja keras untuk lulus ujian dengan hasil yang lebih baik daripada calon laki-laki."
Foto: Reuters/O. Orsal
"Masyarakat telah berubah"
Ekaterine Kvlividze, seorang kapten militer, berdiri di depan helikopter Angkatan Udara Georgia UH-1H di Tbilisi, Georgia. Dia bergabung dengan militer Georgia tahun 2007. "Awalnya, ada beberapa kesulitan, berupa ironi dan sinisme. Saya merasa mereka tidak menghargai saya. Tapi, selama 10 tahun terakhir masyarakat telah berubah dan saat ini seorang pilot perempuan adalah hal biasa."
Foto: Reuters/D. Mdzinarishvili
"Pencapaian besar"
Trio ‘hijaber‘ Brunei ini mendaratkan pesawat ke Arab Saudi, negara dimana perempuan pun bahkan dilarang mengemudikan kendaraan. Penerbangan dipimpin kapten Sharifah Czarena, didampingi Sariana Nordin dan Dk Nadiah Pg Khashiem. Sharifah berujar: "Pilot adalah profesi yang didominasi pria. Tapi sebagai perempuan Brunei, ini pencapaian besar."
Foto: bento
"Perempuan diuji setiap hari"
Paloma Granero mengapung di terowongan angin di arena skydiving dalam ruang Windobona, di Madrid, Spanyol. Granero adalah instruktur skydiving. "Pria tidak harus membuktikan diri seperti kita. Pekerjaan instruksi sebagian besar diambil laki-laki, sedangkan pekerjaan administrasi sebagian besar diberikan kepada perempuan." Ed: Nadine Berghausen (ap/hp)
Foto: Reuters/S. Vera
9 foto1 | 9
Polisi urung bertindak setelah keluarga murid yang melayangkan ancaman pemerkosaan menyambangi keluarga Ain untuk meminta maaf. Kepolisian sebaliknya mengarahkan penyelidikan kepada pihak sekolah.
Perdebatan di media sosial menggerakkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan mengeluarkan imbauan agar semua instansi mengambil langkah tegas terhadap lelucon perkosaan atau ucapan seksis di lingkungannya. Pada Rabu (28/04), Kementerian Pendidikan mengumumkan akan melakukan penyelidikan.
Cheryl Fernando dari kelompok advokasi, Pemimpin GSL, mengatakan murid seperti Ain mewakili generasi baru yang tidak takut menggunakan media sosial untuk menyuarakan pendapatnya.
"Adalah penting bagi guru dan para pemimpin untuk tahu cara menghadapi murid-murid ini," kata dia. "Mereka adalah generasi yang punya akses luas terhadap teknologi dan platform media sosial yang mencapai seluruh dunia."