Berkunjung ke Museum Emigrasi BallinStadt di Hamburg
16 Agustus 2019Bagi saya, tempat penting yang harus ada dalam daftar perjalanan ketika mengunjungi sebuah kota, adalah museum. Rasanya seperti memasuki mesin waktu, melakukan perjalanan ke masa lalu. Beberapa kesan yang saya dapatkan ketika bertemu dengan beberapa pengunjung museum -saat itu saya sedang dalam kegiatan magang di sebuah museum di Indonesia- bahwa museum adalah bangunan tua membosankan dan, maaf, angker. Saya tertawa sedikit mengiyakan karena itu bukanlah berita baru yang mengagetkan.
Di kota Hamburg, tempat saya tinggal dan studi sekarang, ada cukup banyak museum yang menarik. Saya harus mencari kesempatan diskon atau acara spesial untuk masuk museum gratis karena harga tiket museum-museum itu tidaklah murah. Salah satu museum yang terkenal di Hamburg adalah museum emigrasi Ballin Stadt.
Museum Ballin Stadt terkenal dengan sejarah emigrasi Hamburg, pendirian museum emigrasi ini adalah sebuah dokumen yang menulis sejarah kehidupan imigran di area seluas 2.500 meter persegi dengan bangunan bergaya Swiss Chalet Style (yang melanda arsitektur Jerman, Austria-Hungaria, dan Skandinvia menjelang perang dunia pertama).
Bagaimana museum dibangun untuk mewakili sejarah? Untuk siapa pameran dibuat? Dan mengapa harus ada museum emigrasi? Museum Ballin Stadt adalah museum yang dalam proses pembuatannya melalui banyak tahapan -apalagi melewati masa perang, sempat ditutup oleh Nazi- tampaknya bertujuan untuk mengabadikan kenangan perjalanan dari emigrasi Eropa ke Amerika, khususnya Hamburg, Jerman.
Bukan hanya sejarah emigrasi Hamburg, museum ini juga menjadi bagian sejarah imigrasi Amerika. Cara narasi memamerkan apa yang dimiliki museum melalui sejarah diakui sebagai historiografi dan memori. Saya rasa ini adalah cara yang cocok untuk memahami sesuatu seperti ingatan kehidupan, seseorang harus mulai menelusuri sejarahnya dengan mengunjungi museum. Lalu kemudian, apakah semua orang ingin mengetahui sejarah hidupnya, di mana ada banyak peristiwa yang bisa menjadi pelajaran, kenangan terburuk, atau akhirnya mimpi menjadi kenyataan?
Museum Ballin Stadt memiliki banyak kisah menyentuh yang menjadi kekuatan dari perjalanan emigrasi dan menjadi narasi yang kuat ketika diwakili di pameran atau dalam museum itu sendiri. Kekuatan museum adalah ketika pengunjung tampaknya mengambil langkah melalui jalan setapak dengan kecemasan para migran menunggu keberuntungan, mereka harus melalui tes medis apakah mereka dapat diterima atau ditolak untuk mulai memasuki gerbang Amerika.
Port of Dreams
Gedung museum dibangun sekitar 120 tahun yang lalu saat gelombang migrasi Eropa ke Amerika meningkat (1850-1930), sekitar lima juta orang tertampung dalam penantian. Mulai dibuka pada 2007 dengan menggunakan nama dari seorang jendral direktur sebuah perusahaan shipping terbesar Jerman-Hamburg American Line, Albert Ballin (1857–1918).
Museum ini memiliki tiga bangunan utama yang disajikan secara tematik sebagai pameran permanen. Apa yang menyambut pengunjung ketika mereka pertama kali memasuki bangunan adalah tumpukan koper tua yang terbuat dari kayu di atas gerobak beroda empat, di sebelahnya langsung menghadap sebuah instalasi kapal yang memesona.
Menurut pendapat saya, pemasangan ruang pertama membentuk gambaran bahwa awal perjalanan baru dimulai dengan harapan besar, tulisan di lantai "Raum der Reise" (Jerman) atau "ruang perjalanan” mungkin tidak sengaja terinjak ketika melangkah masuk, tetapi tampak seperti sambutan untuk awal suatu langkah baru. Kamar-kamar setelah itu adalah pemasangan sebuah gambaran proses mobility, mulai dari menggantung sepeda, telepon, surat, kereta bayi, lukisan, dan mobil tua. Sedikit tidak beraturan di dalam ruangan meskipun benda-benda yang ditampilkan memiliki cerita sejarahnya sendiri.
Ruang sebelahnya masih dihiasi dengan tumpukan koper kayu tua tetapi tertata cukup rapi, perasaan penantian yang panjang sangat terasa di ruangan ini, terdapat beberapa instalasi patung kayu sedang menunggu sesuatu. Ini adalah ruang tunggu, tentu saja, diwakili oleh seperangkat meja dan kursi yang diletakkan menggantung di dinding yang sangat miring dengan karpet kelabu bergaya Eropa tengah.
Gambaran positif sebuah perjalanan emigrasi
Melewati jembatan dan bersiap memasuki kapal adalah bagian dari perjalanan yang paling ditunggu. Di dalam kapal, video dokumenter diputar dan di ruangan yang tidak terlalu besar terdapat sebuah kereta kayu dan kuda yang cukup memakan tempat. Pengunjung akan terlihat berkumpul di dinding gelap yang memutar film-film dokumenter perjalanan bermigrasi.
Kapal ini seperti kendaraan untuk menyeberang dalam waktu singkat, keluar dari kapal ini langsung disambut oleh patung kebebasan berwarna merah muda terang seperti lambang kebahagiaan, "Raum of Arrival" seperti yang tertulis di lantai pintu masuk, ini adalah representasi kebebasan dari jalan yang panjang dan berliku sampai memutuskan untuk menemukan tanah baru dan menetap untuk waktu yang lama.
Patung Pink Liberty dan pemasangan foto-foto kota New York yang begitu memeriahkan perasaan kesepian, perjalanan untuk mencapai mimpi itu tidaklah senyap seperti yang dibayangkan. Ada portal merah dengan simbol resmi memasuki Amerika Serikat dengan sapuan kuas besar di dinding bertuliskan "migration is not a crime", sebuah representasi citra migrasi yang positif.
Secara umum, dinding setiap kamar dihiasi dengan kata-kata dalam ekspresi positif tentang migrasi, bukan hanya tulisan, karena gambar atau foto yang ditampilkan mewakili perasaan yang disambut dengan gembira ketika mereka tiba di Amerika. Ruang-ruang setelah itu mulai terlihat penuh dengan benda-benda yang tertata tidak teratur seperti koper-koper kayu tua, warung makan, mural, faks, pos surat, seolah-olah melambangkan kehidupan yang sangat sibuk di tanah baru yang menjanjikan harapan. Jangan lupa ruang pendidikan untuk anak-anak dan mungkin orang dewasa sebagai pendatang baru untuk belajar budaya dan bahasa, adalah juga bagian yang tak kalah penting.
Dari semua pengamatan, dapat disimpulkan bahwa museum ini ingin menghadirkan citra migrasi yang positif, dan seolah membuat narasi bahwa migrasi bukanlah kejahatan, mengingat beberapa migrasi yang terjadi di dunia disebabkan oleh perang, kemiskinan, dan mencari tanah baru. Proses migrasi dibuat sangat ketat melalui beberapa tes yang melelahkan seperti tes medis, dan harus menunggu hasilnya diterima atau ditolak. Selanjutnya, tiba di tanah baru, kehidupan para migran harus mengikuti aturan, dan untuk pertama kalinya mereka kebanyakan hidup sebagai kelas tingkat pekerja.
Gelombang migrasi meningkat selama perang dunia, sehingga beberapa negara menutup pintu bagi para migran. Pameran di museum Ballin Stadt mengundang kita untuk memiliki hati dan pikiran yang terbuka tentang sejarah migrasi, khususnya dari Hamburg ke Amerika. Apakah ini menyatakan bahwa Amerika memiliki daya tarik yang kuat?
Menurut pendapat saya, jawabannya bisa ya atau tidak, tetapi yang paling penting adalah fakta sejarah nyata yang harus ditampilkan di kedua sisi; kejayaan dan kesengsaraan yang dilalui sebuah sejarah perjalanan. Tentang migrasi itu sendiri, mulailah kita menempatkan dalam hati, bahwa di dunia ini semua orang adalah migran.
Dan, saya sendiri mulai sering mempertanyakan apakah sejarah hamburger itu asal usulnya dibawa oleh orang Hamburg ketika migrasi ke Amerika? Entahlah, tapi yang terpenting saya masih punya bucketlist museum lain, yang akan saya kunjungi dengan debaran hati seorang petualang yang tersesat ketika pertama kali menemukan mesin waktu.
*Annisa Hidayat, mahasiswa Southeast Asian Study, Universitas Hamburg, Jerman.
**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.