Mutasi Virus Corona Cluster 5 Pada Cerpelai di Denmark
16 Desember 2020
Mutasi virus corona pada cerpelai di Denmark memicu kekhawatiran baru pada efek vaksinasi yang baru saja dimulai. Virus mutasi yang disebut Cluster 5 itu bisa menulari manusia dengan dampak yang belum diketahui.
Iklan
Sekitar 15 juta ekor hewan cerpelai yang diternak di Denmark dimusnahkan, setelah awal November silam di beberapa peternakan di kawasan utara Jylland ditemukan varian virus corona SARS-CoV-2 yang mengalami mutasi dan bisa menulari manusia. Pemerintah di Kopenhagen mencemaskan, apa yang disebut mutasi Cluster 5 itu, akan membuat upaya vaksinasi berkurang efeknya.
Sebetulnya infeksi virus corona pada hewan peliharaan bukan kasus langka. Sejak awal pandemi Covid-19, sudah diketahui hewan cerpelai adalah salah satu yang bisa terinfeksi virus corona dan menularkannya lagi kepada manusia. Kasus infeksi corona di peternakan cerpelai - untuk diambil bulunya sebagai bahan mantel bulu super mahal - juga sudah merebak di Eropa sejak awal pandemi.
Kasus pertama pekerja peternakan cerpelai terinfeksi virus corona dari hewan ternaknya dilaporkan di Belanda bulan April lalu. Ketika itu, sekitar satu juta ekor cerpelai di 69 peternakan di Belanda dibunuh dan dimusnahkan. Kasus infeksi corona pada peternakan cerpelai di Eropa, selain di Belanda dan Denmark dilaporkan terjadi di Prancis, Italia, Spanyol, Swedia, Polandia dan Lithuania. Di luar Eropa peternakan cerpelai di Amerika Serikat juga melaporkan infeksi serupa.
Apakah Hewan Peliharaan Dapat Menyebarkan Virus Corona?
Para ahli menemukan bahwa virus corona tidak hanya dapat menginfeksi manusia, tetapi ada beberapa jenis hewan yang dapat terinfeksi. Misalnya hewan yang biasa kita jadikan peliharaan yaitu kucing.
Foto: picture-alliance/F. Herrmann
Kucing Dapat Terinfeksi Virus
Para peneliti di Harbin Veterinary Research Institute di Cina menemukan, virus corona yang juga dikenal sebagai SARS-CoV-2, dapat ditularkan di antara kucing. “Kucing rumahan juga dapat menularkan virus tersebut kepada anggota spesiesnya, tetapi tidak dengan mudah”, kata Hualan Chen peneliti utama makalah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah "bioRxiv" pada 31 Maret.
Foto: picture-alliance/dpa/K-W. Friedrich
Pemilik Kucing, Jangan Khawatir!
Tetapi pemilik kucing tidak perlu panik. Kucing dapat membentuk antibodi dengan cepat terhadap virus, sehingga tidak menular terlalu lama. Pemilik kucing domestik yang memiliki masalah kondisi medis atau manula, harus membatasi kontak dengan kucing peliharaannya. Bagi orang yang sehat, tetap harus tetap mencuci tangan dengan bersih setelah memegang kucing.
Foto: picture-alliance/imageBroker
Virus Tidak Menulari Anjing
Para peneliti melaporkan bahwa tidak seperti pada kucing, virus ini tidak dapat menginfeksi anjing dengan mudah. Jadi, pemilik anjing tidak perlu khawatir jika melakukan kontak, berjalan atau melatih anjingnya.
Foto: DW/F. Schmidt
Hewan Apa yang Dapat Menginfeksi?
Di Italia, memiliki babi sebagai hewan peliharaan adalah hal yang wajar. Babi peliharaan ini bebas berjalan-jalan di Roma dan tidak takut pada anjing. Anjing biasanya juga tidak takut pada babi peliharaan. Para dokter hewan menemukan bahwa babi tidak dianggap sebagai reservoir alami virus corona.
Foto: Reuters/A. Lingria
Musang Dikarantina
Berbeda untuk musang anggota keluarga Mustelidae. Hualan Chen yang juga meneliti musang menemukan, SARS-CoV-2 mampu bereproduksi pada hewan ini, sama seperti pada kucing. Penularan antar hewan terjadi melalui cairan hidung dan air liur. Para peneliti menemukan virus pada sampel yang diambil dari tenggorokan dan hidung musang dan kucing, tetapi tidak mendeteksi adanya infeksi paru-paru.
Para ahli telah memberikan penjelasan bagi orang yang menangani unggas, seperti para pedagang di Wuhan, Cina, di mana para ilmuwan percaya, kasus virus pertama muncul akhir tahun lalu. Kita tidak perlu khawatir, karena ayam kebal terhadap virus SARS-CoV-2, seperti halnya bebek dan spesies burung lainnya.
Foto: Getty Images/China Photos
Manusia Menjadi Ancaman
Manusia juga dapat menginfeksi hewan. Seekor harimau Melayu berusia empat tahun dinyatakan positif COVID-19 baru-baru ini di Kebun Binatang Bronx di New York. "Ini pertama kalinya, sepengetahuan kami, bahwa seekor binatang liar sakit karena COVID-19 yang ditularkan oleh manusia", ujar Paul Calle, kepala dokter hewan kebun binatang kepada majalah "National Geographic".
Foto: Reuters/WCS
Kelawar Inang Utama Virus COVID-19?
Kelelawar dianggap sebagai inang pembawa SARS-CoV-2, tetapi dokter hewan meyakini bahwa pada Desember 2019, pasti ada spesies lain di Wuhan berperan sebagai inang perantara, sehingga virus corona dari kelelawar bisa menginfeksi manusia. Mungkinkah itu musang atau kucing? (fs/as)
Foto: picture-alliance/blickwinkel/AGAMI/T. Douma
8 foto1 | 8
Mengapa kasus mutasi Cluster 5 mencemaskan
Pemerintah Denmark menemukan, virus corona SARS-CoV-2 pemicu Covid-19 mengalami mutasi dalam tubuh hewan cerpelai dan membelah menjadi sedikitnya lima strain yang berbeda. Itu sebabnya mutasinya disebut "Cluster 5". Yang membuat pakar kesehatan cemas, adalah kenyataan virusnya sebagain resisten terhadap antibodi. Kasus ini ditemukan pada 12 orang yang terinfeksi bulan Agustus dan September silam.
Strain Cluster 5 mengalami mutasi dalam gen yang berfungsi melakukan kodifikasi pada protein seperti duri pada virus corona. "Duri" inilah yang digunakan virus memasuki sel tubuh manusia. Protein duri ini menjadi fitur identifikasi yang digunakan sejumlah vaksin, untuk mengganti reseptor dengan antibodi, agar jalan masuk virus dikunci. Para ilmuwan mengkhawatirkan, mutasi ini bisa membuat vaksin corona di masa depan menjadi tidak efektif.
Iklan
WHO memonitor ketat
Menanggapi kasus mutasi Cluster 5 itu, para peneliti dari Universitas Oxford di Inggris merilis hasil penelitan yang paling tidak meredam ketakutan.Kemungkinan mutasi tersebut tidak membahayakan vaksinasi ", kata pakar virologi Astrid Iversen dalam publikasi hasil riset ilmiah yang diterbitkan jurnal ilmiah Nature edisi 13 November 2020.
"Mutasi cluster 5 tidak memicu percepatan penyebaran virus maupun perubahan dalam gejala sakit atau tingkat kematian pasien", papar ilmuwan itu lebih lanjut.
Organsasi kesehatan dunia (WHO), menjelaskan secara hati-hati, masih memonitor ketat kasus mutasi tersebut dan terus bekerjasama erat dengan pemerintah Demark. "Saat ini belum ada indikasi meningkatnya risiko. Juga sebelum ini terlah terjadi beberapa kali mutasi virus SARS-CoV-1" ujar pimpinan ilmuwan WHO Soumya Swaminathan di Jenewa.
Sebuah staf khusus para ilmuwan juga secara terus menerus melakukan asesmen mutasi virus corona sejak merebahnya wabah. "Data yang kami miliki saat ini, tidak mengindikasikan varian Cluster 5 ini berperilaku dalam bentuk berbeda", ujar koordinator bantuan darurat WHO Mike Ryan baru-baru ini.
Namun Ia menekankan, sangat penting untuk mencegah penularan di peternakan dengan menerapkan tidakan keamanan ketat.
Kasus Zombie bangkai cerpelai
Kritik bermunculan kepada pemerintah Denmark terkait penanganan mutasi corona pada ternak cerpelai, terutama dalam penanganan bangkai hewan ini. Kuburan massal 15 juta hewan berbulu mahal ini disebut-sebut tidak memenuhi standar kesehatan. Akhir November silam di beberapa lokasi, bangkai cerpelai kembali muncul ke permukaan kuburan.
Pemerintah di Kopenhagen menyebut, fenomena dipicu pembentukan gas akibat pembusukan bangkai. Kepolisan lokal melaporkan, kuburan massal sementara itu terlalu dangkal dan hanya ditutupi pasir, hingga bangkai cerpelai bisa muncul lagi ke permukaan bak Zombie.
Menteri pertanian Denmark, Rasmus Prehn saat itu mempertimbangkan untuk menggali lagi kuburan massal dan membakar bangkainya dengan status sampah khusus. Parlemen juga sudah menyetujui langkah ini.
Hanya kelompok pelindung lingkungan yang menyampaikan keberatan, karena mecemaskan emisi fosfor dan nitrogen dalam jumlah besar. Juga mereka mengkhawatirkan cemaran sumber air tanah dari kuburan massal cerpelai.
as/pkp (AFP, AP, Reuters, dpa)
Vaksin Covid-19 yang Sudah Siap Pakai dan Masuki Uji Fase Akhir
Ada 4 vaksin Covid-19 yang sudah berizin dan digunakan secara massal. Efikasinya diklaim antara 70% hingga 95%. Sedikitnya ada 7 kandidat vaksin lainnya yang masuk fase akhir uji klinis dan akan segera diluncurkan.
Foto: H. Pennink/AP Photo/picture-alliance
Vaksin BioNTech/Pfizer dari Jerman
Perusahaan Bio-farmasi BioNTech dari Jerman yang digandeng Pfizer dari AS menjadi yang pertama umumkan sukses memproduksi vaksin anti-Covid-19 yang diberi nama BNT162b2 dengan efektifitas 95%. Vaksinnya sudah mendapat izin. Vaksinasi massal di AS dan Jerman dimulai bulan Desember 2020. Satu-satunya kendala, vaksin harus didinginkan hingga minus 70°C sebelum dipakai.
Foto: SvenSimon/picture alliance
Vaksin Moderna dari Amerika Serikat
Perusahaan Bio-farmasi Moderna dari AS menyusul umumkan sukses dengan vaksin yang diberi nama mRNA-1273 dengan efektifitas 94,5%. Belum lama ini UE izinkan vaksin. Sama dengan BioNTech, vaksin dikembangkan dengan teknologi teranyar berbasis mRNA virus. Keunggulan vaksin Moderna adalah hanya perlu pendinginan minus 30° C dan tahan seminggu dalam lemari pendingin biasa.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/J. Porzycki
Vaksin AstraZeneca/Oxford dari Inggris
Perusahaan farmasi AstraZeneca dari Inggris menjadi yang ketiga umumkan sukses uji coba vaksin yang ampuh 70% hingga 90%. Pengembangan vaksin menggandeng para ilmuwan dari Oxford University. Unsur aktifnya AZD1222 berasal dari gen virus corona yang dilemahkan dan sudah diuji klinis pada 60.000 responden.
Foto: picture-alliance/Flashpic
Vaksin Janssen/Johnson&Johnson dari AS
AS dan Kanada sudah memberikan izin bagi vaksin Johnson & Johnson. Vaksin berasal dari vektor virus yang memicu jawaban imunitas perlindungan tubuh. Disebutkan pemberian satu dosis vaksin mencukupi untuk mengembangkan antibodi pencegah Covid-19.Juga penyimpanan vaksin relatif mudah pada kulkas yang lazim.
Foto: Michael Ciaglo/Getty Images
Vaksin Sinovac dari Cina
Perusahaan farmasi Sinovac Biotech dari Cina sedang menuntaskan fase tiga uji klinis vaksin Covid-19 dengan sekitar 29.000 responden. Uji klinis skala besar dilakukan di Brazil, Indonesia dan Turki. Vaksin dikembangkan dari virus corona yang inaktif.
Foto: Wang Zhao/AFP/Getty Images
Vaksin Sinopharm dari Cina
Perusahaan farmasi lain dari Cina, Sinopharm juga sudah masuki fase tiga uji klinis kandidat vaksinnya pada 55.000 responden. Uji klinis antara lain dilakukan di Uni Emirat Arab, Bahrain, Yordania, Maroko, Peru dan Argentina. Sinopharm menggunakan virus yang inaktif sebagai basis pembuatan vaksinnya.
Foto: picture-alliance/Photoshot/Z. Yuwei
Vaksin Sputnik V dari Rusia
Berdasar klaim sendiri, Rusia menyatakan vaksin Sputnik V buatan Gamaleya ampuh perangi Covid-19. Vaksin yang kini sudah mendapat izin regulasi dari Moskow itu dilaporkan baru melakukan uji klinis fase 1 dan 2 tanpa kejelasan berapa jumlah sampelnya. Vaksinnya berbasis vektor adenovirus manusia yang diizinkan WHO. Penulis: Agus Setiawan